Dirjen Planologi: D3TLH Jadi Rambu Pemanfaatan SDA untuk Pembangunan
Saat ini ada ancaman yang dihadapi bumi kita yang disebut Triple Planetary Crisis.
Saat ini ada ancaman yang dihadapi bumi kita yang disebut Triple Planetary Crisis.
Dirjen Planologi: D3TLH Jadi Rambu Pemanfaatan SDA untuk Pembangunan
Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Dr. Hanif Faisol Nurofiq, menyebut dunia sedang menghadapi ancaman besar yang akan menentukan masa depan bumi dan semua penghuninya.
Dia mengatakan saat ini ada ancaman yang dihadapi bumi kita yang disebut Triple Planetary Crisis.
Tiga krisis ini yakni perubahan iklim, hilangnya biodiversity, serta polusi dan limbah. Dampaknya berkepanjangan, bersifat merusak, dan sudah kita alami belakangan ini, mulai dari menurunnya fungsi lingkungan hidup, merosotnya kualitas maupun kuantitas air dan udara bersih, suhu bumi yang merangkak naik dan berakibat naiknya permukaan air laut, kebakaran hutan, gagal panen, hingga rententan bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan juga badai.
Jika menengok ke belakang, segala krisis ini, ujar Hanif, memang diakibatkan oleh ekspansi manusia terhadap alam yang sekarang nyaris tak berbatas. Mulai dari industri tambang, transportasi, pembangunan, hingga sektor pertanian.
“Karenanya, Kita memerlukan perencanaan pemanfaatan SDA yang baik untuk menghadapi ancaman Triple Planetary Crisis,” ujar Hanif, dikutip Senin (11/3).
Menurut Hanif, perencanaan pemanfaatan SDA secara baik dan berkesinambungan ini akan sejalan dengan tiga era baru yang akan berjalan di Indonesia, dimulai pada 2024. Tiga era baru ini adalah:
1. Era baru pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) tahun
2025-2045 dan pelaksanaan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (RPPLH) 2025-2055.
2. Era baru pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahap
pertama 2025-2029.
3. Era baru pergantian kepemimpinan di tingkat pusat dan daerah 2024-2029.
Ada beberapa poin penting dalam rencana pembangunan jangka menengah dan panjang ini. Salah satunya adalah pendayagunaan data dan informasi Daya Dukung dan DayaTampung Lingkungan Hidup (D3TLH) ke dalam perencanaan-perencanaan tersebut.
Menurut Hanif, D3TLH adalah salah satu instrumen tata lingkungan yang penting untuk perencanaan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Instrumen ini bisa digunakan untuk dua hal. Pertama, sebagai indikator keberlanjutan landscape (keberlanjutan proses, fungsi, dan produktivitas lingkungan hidup) serta sebagai penjamin keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
“Yang kedua adalah untuk memperkuat aspek lingkungan (environmental and social safeguard) dalam perencanaan pembangunan, tata ruang, dan SDA,” kata Hanif.
Pengembangan, penerapan dan pendayagunaan D3TLH dalam proses perencanaan pembangunan, tata ruang, dan SDA sudah didukung dan dilindungi oleh landasan hukum/yuridis dan landasan saintifik yang sangat kuat.Landasan yuridis ini adalah Pasal 1 angka 2, 6, 7 dan 8 UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH, yang menyebut bahwa D3TLH pada dasarnya merupakan indikator penting pelaksanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Selain itu, sesuai dengan Pasal 12 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2009, D3TLH juga perlu disusun dan ditetapkan tidak hanya di tingkat nasional, namun juga di tingkat provinsi hingga kabupaten/ kota. Lantas, dalam UU Cipta Kerja, disebutkan bahwa implementasi kemudahan berusaha dan
berinvestasi harus tetap menekankan cara mengelola risiko lingkungan.
Tak kurang, D3TLH juga berada di berbagai kebijakan multisektor, salah satunya ada di PP 21/2021, yang menyebut bahwa rencana tata ruang harus memperhatikan D3TLH.
Untuk memperkuat landasan saintifik dalam pengembangan D3TLH tersebut, KLHK telah berkolaborasi dan berdiskusi dengan berbagai para pakar perguruan tinggi, Perkumpulan Program Studi Ilmu Lingkungan (PEPSILI), Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan (BKPSL), Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP), serta unit-unit kerja KLHK terkait dan pihak-pihak terkait lainnya.
Menurut Hanif, konsep D3TLH pada dasarnya dipakai untuk menjaga keseimbangan antara supply (penyediaan) dari sisi lingkungan, dan demand (pemanfaatan) dari kebutuhan dasar manusia.
Sejauh ini, masih sering terjadi demand yang jauh melebihi supply dalam konteks lingkungan hidup dan daya dukungnya.
Hanif juga menjelaskan tentang konsep Ambang Batas D3TLH Nasional. Ada dua jenis status ambang batas.
Pertama: belum terlampaui, yang menunjukkan saat ini pulau/kepulauan tersebut masih mampu memenuhi kebutuhan dasar penduduknya secara mandiri. Kedua, sudah terlampaui, yang berarti pulau/kepulauan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar penduduknya secara mandiri.
Di Indonesia, pulau Jawa menjadi satu-satunya pulau yang masuk dalam kategori sudah terlampaui. Pada 2022, pulau ini dihuni oleh kurang lebih 154 juta jiwa. Padahal, secara perhitungan kebutuhan dasar, pulau Jawa sebenarnya hanya sanggup mendukung secara mandiri 109 juta jiwa.
Sehingga untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang tinggal di Pulau Jawa saat ini mau tidak mau harus disokong dari pulau lain atau dengan cara import. Efeknya adalah biaya hidup yang semakin lama semakin tinggi.
“Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi berada di kategori aman yang jauh dari ambang batasnya. Pulau Papua, Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku sudah mendekati ambang batas,” tukas Hanif.
Namun Hanif memberi catatan penting. Bahwa meskipun pulau-pulau lain ada yang jauh dari ambang batas dan yang mendekati ambang batas, ini bukan berarti pemanfaatan SDA-nya bisa sembarangan dan serampangan. Tetap perlu ada kehati-hatian dalam memanfaatkan
sumber daya alamnya.
lingkungan hidup. Empat kuadran ini adalah:
- Kuadran I: Pemantapan Pemanfaatan SDA dan Pelestarian Lingkungan -
Kuadran II: Pemulihan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
- Kuadran III: Peningkatan Sumber Daya Manusia
- Kuadran IV: Pemulihan dan Peningkatan Kualitas Pembangunan
Hanif juga berharap masyarakat sebagai subjek penerima manfaat perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, bisa ikut mengawal pendayagunaan instrumen D3TLH ini dalam setiap perencanaan pembangunan atau perencanaan tata ruang yang melibatkan partisipasi publik.
“Sehingga, penerapan D3TLH ini akan menghasilkan jumlah populasi yang hidup sejahtera secara mandiri dan berkelanjutan (social capacity), dengan didukung oleh kapasitas lingkungan hidup dalam satuan unit ekoregion (biophysical capacity),” kata Hanif