DPR Pertanyakan Pemindahan Napi Bali Nine ke Australia jadi Upaya Pemerintah Setop Hukuman Mati?
"Jangan kemudian, kita bebaskan yang ini (Bali Nine) kan ditahan di sana (Australia) cuma nelayan-nelayan yang menangkap ikan kecil-kecil."
Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya menanggapi soal pemindahan terpidana mati Mary Jane Veloso ke Filipina maupun dan kelima narapidana Bali Nine ke Australia.
Willy mengatakan, soal tersebut akan membahas dan meeting dengan Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Wamen Imipas), Silmy Karim soal kemauan politik atau political will antara Pemerintah Filipina dan Australia.
"Kita akan bahas sekarang sama Pak Wamen. Dan jadi good political will kan. Harus kita ingin bersambung, walaupun kita belum punya aturan turunannya," kata Wily saat Kunjungan Kerja (Kunker) XIII DPR RI, di Lapas Kelas II-A Kerobokan Kabupaten Badung, Bali, Jumat (6/12).
"Tapi setidak-tidaknya ini adalah prinsip, bagaimana ini bukan dibebaskan. Tapi ini dipindahkan saja ke negara asalnya untuk dilanjutkan tahanannya itu," imbuhnya.
Kemudian, saat ditanya dengan adanya pemindahan para narapidana tersebut. Apakah ini merupakan upaya pemerintah untuk menghentikan hukuman mati. Menurutnya bahwa sebenarnya di Indonesia tidak mengenal hukuman mati.
"Kita kan juga tidak mengenal hukuman mati kan. Itu juga kan satu hal dasarnya, supremasi hukum kita juga luar biasa tapi kosetidak-tidaknya kita sedang membahas aturan turunannya dan resiprokal dari pihak Australia," ujarnya.
"Jangan kemudian, kita bebaskan yang ini (Bali Nine) kan ditahan di sana (Australia) cuma nelayan-nelayan yang menangkap ikan kecil-kecil, kita lagi berbicara bernegosiasi resiprokal-nya nanti seperti apa," ujarnya.
Ia juga menyebutkan, yang nantinya akan dibahas dalam meeting adalah soal dasar hukum pemindahan narapidana atau transfer of prisoner antara Pemerintah Australia, Filipina dan Indonesia.
"Yang (dibahas) aturan turunannya jadi bagaimana aturan (prisoner)," ujarnya.
Sementara, Wakil Ketua Komisi XIII Andreas Hugo Pareira merespon berbeda dengan adanya pemindahan para narapidana Bali Nine tersebut, menurutnya harus ada aturan hukum yang berkaitan dengan Undang-undang.
"Bahwa ada niat atau keinginan melakukan pemindahan transfer of prisoner adalah satu hal yang berkaitan dengan keinginan dan niat baik pemerintah kemudian juga menyangkut hubungan diplomasi. Mungkin ada kesepakatan yang sudah dibuat antara pemerintah," ujarnya.
"Tapi dari pihak kita tentu kita harus mempunyai hukum positif yang berkaitan dengan itu. Dalam hal ini bahwa mereka memiliki kekuatan hukum tetap, dan kekuatan hukum tetap itu harus dihormati. Oleh karena itu, kita harus melakukan aturan main yang berkaitan dengan Undang-undang di situ peraturan yang menjadi payung untuk kemudian melakukan transfer," lanjutnya.
Kemudian, saat ditanya bahwa Presiden Prabowo Subianto meminta pemindahan para narapidana Bali Nine sebelum Hari Raya Natal 2024, dan dasar hukum apa yang paling tepat untuk digunakan. Ia menilai tentu pemerintahan harus memiliki aturan hukum soal pemindahan tesebut.
"Kalau sebelum Natal itu kan keinginan, tetapi keinginan itu juga harus didasari oleh aturan yang melandasi itu. Kalau tidak kita melanggar hukum kita sendiri," jelasnya.
Selain itu, soal kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan Australia jika nanti ada warga Indonesia di sana yang terlibat masalah juga bisa dipindahkan ke Indonesia itu juga belum pasti,"Itu kan hal yang belum pasti. Itu kan kesepakatan," jelasnya.
Pihaknya juga meminta kepada Pemerintah Indonesia agar membuat dasar aturan hukum dulu soal pemindahan para narapidana Bali Nine.
"Kita membuat itu aturan main itu dan tidak harus buru-buru juga," ujarnya.
Kemudian, saat ditanya apakah hal tersebut adalah langkah mundur penindakan narkoba di Indonesia. Ia menyampaikan, soal penindakan narkotika tetap penindakan dan penindakan itu dilakukan di sini.
"Sementara yang namanya transfer itu menyangkut banyak aspek, menyangkut hak asasi manusia, hubungan bilateral, hubungan baik antara negara. Itu bisa saja dan sudah banyak (dilakukan) presiden di banyak negara. Persoalan itu adalah dasar hukum yang harus dibuat," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan, soal para terpidana mati Bali Nine pihaknya telah bertemu dengan Pemerintah Australia.
Menteri Yusril menerangkan, bahwa soal terpidana Bali Nine bahwa pihaknya telah bertemu dengan Mendagri Australia, Tony Burke yang datang ke Jakarta yang didampingi oleh Duta Besar atau Dubes Australia untuk Indonesia Penny Williams di Jakarta sudah mendiskusikan banyak hal terutama soal Bali Nine.
"Soal Bali Nine itu bola sekarang ada di tangan Pemerintah Australia. Kami mendiskusikan banyak hal terkait peningkatan kerja sama antara pemerintah Australia dan Indonesia dalam kaitannya dengan bidang hukum. Tapi juga secara khusus membicarakan tentang masalah Bali Nine itu," kata dia, usai membuka Rakernas Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), di Jimbaran, Bali, Kamis (5/12) malam.
Ngobrol dengan Salah Satu Napi Bali Nine
Pada kesempatan yang sama, Willy Aditya sempat berbincang dengan salah satu narapidana Bali Nine, Mattew Norman. Dalam obrolan tersebut Matthew mengaku di dalam Lapas Kerobokan sudah sejak usia 18 tahun dan sekarang usianya sudah 38 tahun.
"Sekarang sudah 38 tahun," kata Matthew dijawab dengan bahasa Indonesia yang cukup lancar.
Para anggota DPR RI juga memuji bahasa Indonesia Matthew yang cukup lancar dah diketahui Matthew telah menikah dengan seorang perempuan Warga Negara Indonesia (WNI) bernama Anita pada tahun 2016 di Lapas Kerobokan. Lalu, saat ditanya menikah dengan WNI dan Mattew Norman menjawab dengan bahasa Bali yaitu suksema mewali yang artinya terimakasih kembali.
"Ya suksema mewali," ujar Matthew.