Istana Jawab Tuduhan Fachrul Razi soal Pencopotannya dari Posisi Menag karena Tolak Bubarkan FPI
Fachrul Razi mendadak jadi sorotan usai mengaku dicopot Jokowi karena menolak membubarkan FPI.
Fachrul Razi mengaku dipecat Jokowi karena menolak membubarkan FPI baru-baru ini.
Istana Jawab Tuduhan Fachrul Razi soal Pencopotannya dari Posisi Menag karena Tolak Bubarkan FPI
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menepis pencopotan Fachrul Razi sebagai Menteri Agama oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena menolak membubarkan organisasi Front Pembela Islam (FPI). Saat itu, posisi Menag kemudian diiisi oleh Yaqut Cholil Qoumas.
Ari menjelaskan, Presiden Jokowi pasti mempertimbangkan banyak hal dalam mengangkat dan memberhentikan menteri.
"Dalam hal pengangkatan dan pemberhentian Menteri, Presiden pasti mempertimbangkan banyak hal, untuk yang terbaik bagi kepentingan rakyat, bangsa dan negara," kata Ari kepada wartawan, Senin (4/12).
Ari melanjutkan, keputusan pembubaran FPI tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani enam Menteri dan Kepala Lembaga di bawah koordinasi Menko Polhukam, antara lain Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT.
Foto: Fachrul Razi
"SKB 6 K/L itu disampaikan pemerintah setelah rapat bersama yang dilakukan di Kantor Kemenkopolhukam pada tanggal 30 Desember 2020. Jejak digitalnya bisa dicheck lagi,"
jelasnya.
merdeka.com
Ari heran mengapa isu pencopotan Fachrul maupun lainnya muncul di tahun politik. Dia mempertanyakan kepentingan isu-isu itu kembali diramaikan.
"Saya tidak tahu apa yg melatarbelakangi mengapa isu pergantian Bapak Fachrur Razi sebagai Menteri Agama dan isu/kasus yang lain, baru diangkat saat ini, di tengah proses kotestasi politik dalam pemilu. Dalam istilah Bapak Presiden: untuk apa diramaikan? Dan untuk kepentingan apa itu diramaikan?" ujarnya.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Agama Bidang Media dan Komunikasi Publik Wibowo Prasetyo menegaskan pelantikan Yaqut Cholil Qoumas menggantikan Fachrul Razi sebagai Menteri Agama, untuk memperbaiki tata kelola di Kementerian Agama.
Foto: Yaqut Cholil Qoumas
"Dilantik sebagai Menteri Agama, Gus Yaqut mendapat mandat untuk melanjutkan agenda reformasi birokrasi guna memperbaiki tata kelola Kementerian Agama," kata Wibowo dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Penegasan Wibowo tersebut menanggapi pernyataan Fachrul Razi yang menyebut pencopotan dirinya sebagai Menag oleh Presiden Joko Widodo karena menolak membubarkan organisasi Front Pembela Islam (FPI).
Wibowo mengatakan pencopotan itu tidak ada hubungannya dengan pelantikan Yaqut Cholil Qoumas. Menurutnya, penggantian kabinet sepenuhnya menjadi hak prerogratif Presiden.
"Setahu saya, pesan yang disampaikan Presiden saat melantik Gus Yaqut adalah agar melakukan percepatan reformasi birokrasi, serta menguatkan persaudaraan seluruh elemen bangsa," katanya.
Pemerintah membubarkan FPI pada 30 Desember 2020 melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI.
Menurut Wibowo, Kemenag adalah kementerian dengan satuan kerja terbesar, lebih 4.000 satker. Untuk itu, dibutuhkan kepemimpinan yang segar, tangkas, dan bisa bergerak cepat.
Apalagi, perbaikan tata kelola kementerian ini membutuhkan langkah-langkah akselerasi terukur.
"Gus Yaqut sejak awal berusaha mengubah Kemenag yang terkesan old style menjadi tampil lebih segar dan muda. Sejumlah program prioritas digulirkan, salah satunya transformasi digital," katanya.
Kemenag juga telah merilis aplikasi Pusaka Kementerian Agama. Aplikasi SuperApps yang mengintegrasikan berbagai layanan keagamaan, termasuk bagi penyandang disabilitas.
"Gus Yaqut tidak ingin dari Kementerian Agama justru muncul sikap atau cara diskriminatif antara satu agama dengan yang lain," katanya.
Untuk diketahui, eks Menag Jenderal (purn) Fachrul Razi kini mencuat di media sosial. Sebabnya, ia membongkar mengapa dirinya dipecat sebagai Menteri Agama (Menag) yang dijabatnya selama 14 bulan (23 Oktober 2019 - 23 Desember 2020).
Fachrul Razi akui dirinya dipecat karena menolak pembubaran ormas Front Pembela Islam atau FPI.
Tak hanya itu saja, ia akui juga bahwa ada perbedaan yang mencolok antara dirinya dengan presiden dan wakil presiden terkait masalah FPI.
Bahkan, ia akui dirinya dipanggil Presiden Jokowi dan sekali dipanggil Wapres Maruf Amin untuk secara khusus membahas hal itu
"Saya tidak bergaul dengan Front Pembela Islam, ketemu pak Habib Rizieq pun tak pernah kecuali sekali, pada saat menikahkan anak saya datang, saya diundang, saya datang, dan bertemu beliau pun diantara ratusan undangan,"
kata Fachrul Razi dikutip dalam podcast Eddy Wijaya 'EdShareOn'.
merdeka.com
Selain itu, eks Kasum ABRI itu berpendapat, bahwa untuk membubarkan sebuah organisasi besar, apalagi ormas Islam, tidak mudah butuh kajian komprehensif. Lagi pula, tidak ada ancaman serius yang perlu ditakuti.
"Sehingga saya selalu katakan ke Pak Presiden dan Pak Wapres. Saya dipanggil Bapak Presiden 2 kali terkait ini, Pak Wapres sekali. Saya bersikap bahwa 'Pak ndak perlu dibubarkan cukup dibina dan ndak masalah bukan ancaman menurut saya'," pungkas Fachrul Razi.
Kemudian, seminggu sebelum dia direshuffle pada 22 Desember 2020, Presiden menggelar rapat terbatas khusus membahas pembubaran FPI. Bahkan dia mengaku sempat minta saran ke istri sebelum menghadiri rapat kabinet terbatas.
"Sebelum berangkat saya bilang ke istri saya. 'Mam, ini ada sidang kabinet terbatas topiknya hebat banget. Pembubaran FPI. Ada saran nggak Mam?' kata saya ke istri saya,"
ujar Fachrul Razi
merdeka.com
"Istri saya bilang, 'Pah, kalau papa tetap bertahan tidak membubarkan FPI, tapi hanya membelanya atau membinanya, papa pasti 100 persen di-reshuffle. Tapi menurut saya, itu pilihan terbaik. Kalau nggak, papa malu sama umat Islam. Malu sama orang Aceh. Orang organiasi Islam besar dibina saja cukup kenapa harus dibubarkan," sambungnya menceritakan.
Bahkan, katanya, dalam rapat kabinet dia adalah satu-satunya menteri yang menolak untuk membubarkan FPI. Dia ingin FPI dibina saja.
"Mohon maaf, kalau menteri, semua orang dekat Presiden bisa jadi menteri. Tapi kalau di tentara mengabdi 32-35 tahun belum tentu jadi jenderal bintang empat. Jadi kalau menurut saya, tidak perlu dibubarkan cukup dibina. Nah itu saya sampaikan. Pada saat rapat semua menteri dan kepala badan lembaga tidak ada yang ngomong lain kecuali bubarkan, hanya saya satu-satunya sampaikan itu," Beber Fachrul Razi.