Mahfud Mundur dari Menteri, NasDem: Harusnya dari Awal Resmi Jadi Cawapres
Mahfud MD menyiapkan surat pengunduran diri sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.
NasDem menilai Mahfud kalau tidak mundur tidak akan bisa melaksanakan apa-apa.
Mahfud Mundur dari Menteri, NasDem: Harusnya dari Awal Resmi Jadi Cawapres
Mahfud MD menyiapkan surat pengunduran diri sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam). Rencananya, surat tersebut akan diserahkan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) sore ini.
Menurut Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai NasDem Ahmad Ali, semestinya Mahfud MD melakukan hal itu saat dirinya resmi ikut kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
"Ya harusnya dari awal, dari kemarin-kemarin ya. Harusnya ketika Pak Mahfud resmi menjadi calon Wakil Presiden. Sebaiknya beliau harus mengundurkan diri ya," kata Ahmad Ali saat dihubungi, Kamis (1/2).
Ahmad Ali beranggapan, apabila mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang kini menjadi cawapres tetap menjabat sebagai pembantu presiden, maka, ia tidak akan bisa melaksanakan apa-apa.
"Tidak bisa kemudian, terjadi conflict of interest. Kepentingan adalah melaksanakan tugas-tugas dia sebagai Menko Polhukam dan sebagai Wakil Presiden. Jabatan beliau sebagai Menkopol sangat strategis. Di sisi lain, dia punya kepentingan pribadi yang harus diperjuangkan," ujarnya.
"Walaupun presiden secara kebijakan membolehkan menterinya tidak harus mundur, tetapi tidak bisa secara etik, dia harus mundur. Nah, bersyukurlah kemudian hari ini Pak Mahfud mengundurkan diri," sambungnya.
Kemudian, saat disinggung soal beberapa menteri dari partai pendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar untuk mundur, menurutnya hal itu sangat lah berbeda dengan Mahfud.
Menurutnya, menteri yang ada dibarisan AMIN tidak mempunyai kepentingan conflict of interest secara langsung.
"Nah, mereka bukan bagian daripada orang yang sedang melakukan kompetisi. Dan kompetisi ini dilakukan oleh partai, bukan orang. Jadi ketika menteri yang dari partai berada di sana, tidak punya conflict of interest menurut saya. Karena mereka adalah personal yang menjadi menteri, berbeda kemudian dengan Pak Mahfud yang langsung dirinya," tegasnya.
Saat kembali ditanyakan soal AMIN yang mengusung perubahan akan tetapi beberapa kader dari pendukung atau pengusung justru masih berada di kementerian, Ali menjelaskan, posisi partai yang diketuai Surya Paloh dan Cak Imin sudah ada dalam bagian pemerintahan yang terbentuk sejak 2019 lalu.
"Jadi, sehingga kemudian kami tidak punya kewenangan untuk menarik menteri. Karena kewenangan itu yang diberikan oleh Jokowi. Jadi kalau Pak Jokowi melihat bahwa dia tidak lagi selaras dengan visinya, dia berhentikan," jelasnya.
"Sekarang kalau partai mau menarik mereka, bagaimana cara menarik mereka? Cara menarik kewenangan bukan sama partai. Kewenangan itu sama Presiden. Bagaimana posisi partai untuk menarik Menterinya," sambungnya.
Kemudian, perihal mundurnya menteri dari kabinet itu dikembalikan lagi kepada orang tersebut. Apakah memang mau mundur atau tetap bekerja menjalankan kebijakan presiden hingga berakhirnya tugas yang diberikan kepadanya.
"Kalau Menteri tidak mau? Itu kembali ke dirinya kan? Menurut saya itu hal yang berbeda, karena sekali lagi saya bilang bahwa pemerintahan ini dibentuk 2019 itu atas konsensus semua saja kan. Yang dilahirkan 2019. Kemudian Presiden Jokowi dan membentuk kabinet bersama-sama. Sampai hari ini kabinet itu tidak pernah bubar," pungkasnya.