Kejar Target 2028 Bebas PCBs, KLHK dan UNIDO Bersiap Proyek Pengelolaan Fase 2
PCBs terbukti menyebabkan berbagai jenis kanker, kerusakan syaraf hingga gangguan sistem pencernaan.
PCBs terbukti menyebabkan berbagai jenis kanker, kerusakan syaraf hingga gangguan sistem pencernaan.
Kejar Target 2028 Bebas PCBs, KLHK dan UNIDO Bersiap Proyek Pengelolaan Fase 2
Diperkirakan sebanyak lebih dari 1,2 juta trafo digunakan oleh industri di Indonesia. Namun hanya ribuan unit trafo saja yang telah diuji kandungan PCBs (Polychlorinated Biphenyls)-nya.
Demikian diungkap Project Expert United Nation Industrial Development Organization (UNIDO), Rio Deswandi kepada media saat digelar Inception Workshop Persiapan Kerja Sama Teknis Proyek Pengelolaan PCBs fase ke-2 di Jakarta, Senin (20/5).
Kegiatan yang diikuti puluhan industri besar tersebut dibuka oleh Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati.
"Saat ini kita patut bangga, Indonesia telah memiliki fasilitas clean technology (teknologi bersih) pemusnahan PCBs non-thermal yang ramah lingkungan. Fasilitas yang telah beroperasi ini ada di PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) selaku Operating Entity yang ditunjuk oleh pemerintah," ungkap Vivien.
Yang tak kalah pentingnya, lanjut anak buah Menteri KLHK Siti Nurbaya tersebut bahwa di antara faktor pendorong terkelolanya limbah PCBs adalah munculnya suatu ekosistem yang memungkinkan tersedianya support system bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki komitmen terhadap pengelolaan PCBs, yaitu one-stop PCBs management solution yang dimotori oleh PPLI.
"Hingga saat ini jumlah limbah PCBs yang telah diolah pada fasilitas yang berada di PPLI sebanyak 228 ton. Jumlah tersebut berasal dari 7 perusahaan yaitu sektor energi diantaranya 3 unit induk distribusi PT PLN, sektor manufaktur ada Goodyear Indonesia, Suzuki Indomobil Motor, dan Katolec Indonesia. Sedangkan dari sektor jasa ada Petrokimia Gresik. Kami mengharapkan agar perusahaan yang menghasilkan PCBs untuk dapat mulai melakukan inventarisasi dan identifikasi PCBs yang dimilikinya," ujarnya.
Vivien berharap kegiatan ini mampu menggalang dukungan industri dalam upaya implementasi program nasional Indonesia bebas PCBs, 2028. "Dalam momentum ini kita tegaskan bahwa pengolahan PCBs akan masuk dalam bagian persyaratan meraih proper, (penilaian kinerja perusahaan untuk lingkungan)" imbuhnya.
Kegiatan ini, lanjut Vivien selain dihadiri puluhan perusahaan, turut diundang beberapa NGO lingkungan, unsur pemerintah, kalangan kampus serta utusan lembaga-lembaga internasional.
Di tempat yang sama, UNIDO Representative for Indonesia and Timor-Leste, Marco Kamiya mengungkapkan, dana hibah dari Global Enviromental Fund (GEF) untuk program ini mencapai US 6 juta dollar pada fase pertama.
"Kami optimis 2028 Indonesia bebas PCBs," ujarnya dalam bahasa inggris saat ditanya wartawan.
Dalam kesempatan itu juga Perusahaan pengolah limbah B3 PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) yang diberi mandat KLHK mengoperasikan fasilitas pengolahan limbah PCBs di Indonesia memaparkan kesiapan fasilitas dan teknologinya.
"Kami sudah siap menerima PCBs dari industri-industri yang ada di Indonesia. Seluruh CSO (Customer Services Officer) kami yang ada di sejumlah daerah siap menerima limbah trafo tersebut untuk kemudian di kirim ke Bogor (pusat pengolahan limbah PPLI)," ujar Direktur Technical and SHEQ PPLI, Elpido di acara yang sama.
Perusahaan yang sahamnya dimiliki perusahaan asal Jepang, DOWA Ecosystem Co Ltd dan pemerintah Indonesia tersebut, sejak tahun 2023 telah melakukan ujicoba fasilitas pengolahan PCBs. Fasilitas pengolahan limbah trafo itu sendiri merupakan hibah dari GEF dengan dukungan teknis dari badan dunia PBB, UNIDO.
Dalam laman resmi KLHK dijelaskan PCBs sendiri adalah senyawa yang sangat berbahaya dan beracun yang saat ini masih terdapat pada trafo dan kapasitor listrik, terutama pada minyak dielektrik (oli) yang terkandung di dalam kedua peralatan tersebut.
PCBs telah terbukti menyebabkan berbagai jenis kanker (karsinogenik), kerusakan syaraf, gangguan sistem pencernaan, memicu kemandulan dan ketidakseimbangan hormon. Dalam dosis yang tinggi, PCBs dapat menyebakan kematian dan keracunan massal sebagaimana yang terjadi di Jepang pada 1968.
PCBs mampu mencemari tanah, air dan udara mulai dari puluhan tahun hingga waktu yang tidak diketahui karena tidak dapat hancur secara alami. PCBs juga mencemari rantai makanan karena bersifat bioakumulatif dan biomagnifikasi.
Penelitian yang dilakukan oleh sejumlah peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Kementerian LHK mengungkap cemaran PCBs di Sungai Citarum, Ciliwung dan Cisadane. PCBs telah mencemari puluhan jenis ikan konsumsi di sungai dan pesisir laut Indonesia, bahkan telah terdeteksi pada air susu ibu di beberapa kota di Jawa dan Sumatera.