Kisah Inspiratif Raditya Arief, Mahasiswa Tunanetra Lulus dari UI dengan IPK 3,85
Perjalanan pendidikan Raditya Arief Putrasetiawan bisa menjadi pemicu semangat banyak orang.
Perjalanan pendidikan Raditya Arief Putrasetiawan bisa menjadi pemicu semangat banyak orang. Meski menyandang disabilitas, pemuda yang akrab disapa Radit ini membuktikan dirinya bisa meraih prestasi sebagai lulusan dengan predikat cumlaude di Universitas Indonesia (UI).
Kisah Inspiratif Raditya Arief, Mahasiswa Tunanetra Lulus dari UI dengan IPK 3,85
Radit membuktikan pada dunia bahwa keterbatasan fisik bukanlah halangan untuk mencapai cita-cita. Terlahir dalam kondisi tunanetra, dia tetap berhasil menamatkan pendidikan sarjana di UI dengan predikat cumlaude.
Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,84 diraihnya dalam waktu 3,5 tahun pada Program Studi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB).
Prestasi yang diraih Radit tidak terlepas dari dukungan sistem dan semua pihak yang ada di sekitarnya, mulai dari keluarga, kampus, dan teman-teman yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan di UI.
Dia mengakui bukan hal mudah baginya menjalani semua itu. Pemuda ini kerap mendapat kendala selama proses pembelajaran
“Kendala akan selalu ada, apalagi bagi saya yang tunanetra. Namun, berkat support system yang oke, dosen dan teman-teman yang banyak membantu, kendala-kendala tersebut bisa teratasi,” kata Radit ditemui seusai Wisuda Tahun Akademik Semester Gasal 2023/2024 yang berlangsung di Balairung UI Depok, Minggu (3/3).
Menurut Radit, perkembangan teknologi digital saat ini memudahkannya untuk mengakses materi pembelajaran karena bahan-bahan perkuliahan yang berbentuk teks dapat dikonversikan ke dalam format audio.
Hal itu tentu saja memudahkan penyandang tunanetra saat belajar. Selain itu, banyak e-book dan artikel di berbagai jurnal yang tersedia di perpustakaan juga membantunya dalam menyelesaikan tugas kuliah dan penelitian tugas akhir.
Radit mengangkat topik Minat dan Motivasi Penyandang Tunanetra dalam Pembelajaran Bahasa Arab pada penelitiannya.
Menurutnya, saat ini semakin banyak penyandang tunanetra yang memiliki ketertarikan pada bahasa, karena menganggap peran bahasa itu penting, terutama sebagai modal guna mendapatkan prospek kerja yang lebih baik.
Bahasa Arab banyak diminati, katanya, karena keindahan struktur dan keunikan bahasa. Selain itu, bagi para penyandang tunanetra muslim ada keinginan kuat untuk dapat membaca, menghafal, dan memahami Alquran langsung dari sumbernya.
Meski demikian, masih ada penyandang tunanetra yang takut menempuh pendidikan umum, mengingat banyaknya kendala pada akses pembelajaran bagi para difabel. Ketakutan tersebut akhirnya terbantah dengan keberhasilan Radit yang mampu membuktikan bahwa penyandang disabilitas dapat bersaing dan berprestasi. Keberhasilannya membangkitkan rasa haru sekaligus rasa bangga sang ibunda yang turut mendampingi saat prosesi wisuda.
Nira, orang tua Raditm menceritakan bagaimana perjuangan anaknya dalam menempuh pendidikan formal. Banyak sekali perjuangan yang ditempuh hingga sampai di titik ini.
Sebagai seorang ibu, Nira sangat bisa merasakan apa yang dilalui anaknya. Dia pun terus memberi semangat hingga Radit berhasil di titik ini. "Dari dia yang tidak bisa sampai dia berusaha. Saya terus mengatakan, Kamu bisa. Alhamdulillah, dia mau berusaha," katanya.
Dia menceritakan, Radit sangat menyukai mata pelajaran Matematika dan Fisika. Namun, sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), mimpi putranya terhenti. Kondisi fisik menghalanginya untuk menempuh pendidikan di bidang sains dan teknologi.
Meski begitu, Radit tak patah arang. Diatetap memaksimalkan nilai-nilai mata pelajaran sosial, sehingga dapat masuk UI melalui SNMPTN jalur undangan.
Dengan diraihnya prestasi ini, Nira berharap anaknya dapat terus melanjutkan mimpi-mimpinya. Nira berharap akses pendidikan dan pekerjaan di Indonesia untuk para difabel semakin terbuka, sehingga mereka tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri untuk mendapatkannya.
"Saya percaya, di luar sana banyak anak-anak disabilitas yang juga berkompetensi dan mampu bersaing di bidang apa pun, asalkan mereka diberi kesempatan yang sama untuk memiliki akses dalam mengembangkan diri," pungkasnya.