Kronologi Pemecatan Dekan FK Unair Usai Tolak Rencana Menkes Datangkan Dokter Asing
Sebelum dipecat, Dekan FK Unair dipanggil oleh Rektorat untuk mengklarifikasi pernyataan menolak program dokter asing di Indonesia.
Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Budi Santoso dicopot dari jabatannya kemarin.
Kronologi Pemecatan Dekan FK Unair Usai Tolak Rencana Menkes Datangkan Dokter Asing
Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Budi Santoso dicopot dari jabatannya. Pencopotan ini terjadi usai Budi Santoso menolak dokter asing program Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Budi Santoso atau yang kerap disapa Prof Bus menjelaskan proses pemecatan dirinya dari Dekan FK Unair.
Dia mengatakan, pada Senin (1/7), dirinya dipanggil oleh Rektorat Unair untuk mengklarifikasi pernyataan menolak program dokter asing di Indonesia.
Dalam pertemuan itu, terjadi perbedaan pendapat antara pimpinan Unair dengan dirinya terkait program mendatangkan dokter asing.
“Rektor pimpinan saya dan saya ada perbedaan pendapat, dan saya dinyatakan berbeda ya keputusan beliau ya diterima,” kata Prof Bus, Kamis (27/6).
“Tapi, kalau saya menyuarakan hati nurani, saya pikir kalau semua dokter ditanya, apa rela ada dokter asing? Saya yakin jawabannya tidak," imbuhnya.
Pada Rabu (3/7) kemarin, Prof Bus menerima keputusan pemberhentian sebagai Dekan FK Unair. Setelah menerima keputusan itu, dia berpamitan kepada sekitar 300-an member di grup WhatsApp Dosen FK Unair.
"Benar, itu pesan dari saya di grup dosen FK Uniar,” ucapnya.
Penjelasan Unair
Kepala Pusat Komunikasi dan Informasi Publik Unair, Martha Kurnia mengungkapkan alasan pihaknya memecat Prof Bus dari Dekan FK. Dia mengatakan, keputusan itu merupakan kebijakan internal dari Unair.
Salah satu pertimbangan memecat Prof Bus, kata Martha, Unair ingin menerapkan tata kelola yang lebih baik.
"Alasan atau pertimbangan pimpinan Universitas Airlangga terkait pemberhentian ini adalah merupakan kebijakan internal untuk menerapkan tata kelola yang lebih baik guna penguatan kelembagaan khususnya di lingkungan FK Unair," ujar Martha melalui keterangan tertulis yang diterima merdeka.com, Rabu (3/7) malam.
Dia menyebut, pihak Unair pun mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas pengabdian Prof Bus selama memangku jabatannya tersebut.
"Kami menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Prof Dr dr Budi Santoso SpOG(K) atas semua pengabdian dan jasa-jasanya selama memangku jabatan tersebut," ujarnya.
"Semoga Unair khususnya FK Unair terus menjadi Fakultas Kedokteran yang mampu memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara Indonesia," tambahnya.
Respons Kemenkes
Kemenkes buka suara terkait pemecatan Prof Bus dari Dekan FK Unair. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menegaskan, pemecatan itu tidak terkait dengan kementeriannya.
"Ini tidak ada kaitan dengan Kemenkes. Itu masalah internal Unair,” kata Nadia kepada merdeka.com, Kamis (4/7).
Nadia memastikan, Kemenkes tidak memberikan tekanan kepada Unair sehingga mencopot Prof Bus dari Dekan FK. Dia juga mengingatkan, tidak ada jalur struktural Kemenkes dengan perguruan tinggi.
“Tidak ada jalur struktural Kemenkes dalam hal ini. Mungkin penjelasan lebih lanjut dari Unair terkait hal ini,” ucap Nadia.
Dekan FK Unair, Budi Santoso menolak rencana Kemenkes mendatangkan dokter asing ke Indonesia. Dia beralasan, kebutuhan dokter di dalam negeri masih dapat terpenuhi.
“Saya pikir semua dokter Indonesia tidak rela dokter asing kerja di sini dan kita mampu memenuhinya dan mampu jadi dokter tuan rumah,” kata dia, Kamis (27/6) lalu.
Prof Bus menekankan, saat ini banyak rumah sakit vertikal di kota-kota besar di Indonesia yang memiliki dokter spesialis mumpuni. Kualitas mereka bahkan tidak kalah dengan dokter asing.
“Agak aneh. Ada RS Sanglah Denpasar, RS Wahidin Makassar, di kota besar lainnya, seperti Jogja, Bandung, Semarang. Masa mereka kekurangan dokter spesialis? Kami tidak setuju dengan dokter asing,” tegas dia.
Sementara itu, Menkes Budi Gunadi Sadikin menyebut misi dari program mendatangkan dokter asing adalah untuk menyelamatkan sekitar 12.000 nyawa bayi per tahun yang berisiko meninggal akibat kelainan jantung bawaan.