Dekan FK Unair Datangi Rektorat Pertanyakan Alasan Pencopotan
Hal ini dilakukan lantaran dalam surat pencopotannya sebagai dekan itu tidak mencantumkan alasan.
Dekan FK Unair Datangi Rektorat Pertanyakan Alasan Pencopotan
Profesor Budi Santoso atau akrab disapa Prof Bus mendatangi kantor Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, menanyakan alasan pencopotannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran (FK).
Hal ini dilakukan lantaran dalam surat pencopotannya sebagai dekan itu tidak mencantumkan alasan.
"Kami datang ke Kampus C (Unair) tadi, ke kantor rektor dengan niatan baik. Kami ingin mengantarkan sebuah surat yang isinya klarifikasi dan mempertanyakan alasan dan prosedur, apa yang diberlakukan kepada kami. Sehingga begitu singkatnya, saya mendapatkan SK (Pemberhentian) tersebut," kata Budi, Senin (8/7).
Dia menyatakan harapannya agar surat yang dilayangkan itu bisa segera dijawab oleh pihak Rektor Unair.
Hal ini, dilakukan agar ada kejelasan mengenai alasan dirinya dicopot dari jabatan sebagai Dekan FK Unair. Sehingga informasi tidak menjadi spekulasi liar di tengah-tengah masyarakat.
"Maka kami mengajukan suatu surat yang isinya adalah pertanyaan dan klarifikasi yang terkait dengan alasan dan prosedur yang terkait dengan pemberhentian saya," lanjutnya.
Dengan adanya surat itu, Prof Bus juga menginginkan akan terwujud dialog dan komunikasi yang baik antara dirinya dengan pihak rektor untuk mencari solusi usai kasus ini mencuat demi nama baik Unair.
Diketahui, Budi dicopot dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Unair per 3 Juli kemarin.
Pencopotan Prof Budi itu pun langsung dikait-kaitkan dengan penolakannya atas upaya pemerintah yang berencana 'mengimpor' dokter-dokter asing ke Indonesia.
"Saya pikir semua dokter Indonesia tidak rela dokter asing kerja di sini, dan kita mampu memenuhinya dan mampu jadi dokter tuan rumah," kata Budi Santoso, Kamis (27/6).
Budi menekankan, saat ini banyak rumah sakit vertikal di kota-kota besar di Indonesia yang memiliki dokter spesialis mumpuni. Kualitas mereka bahkan tidak kalah dengan dokter asing.
"Agak aneh. Ada RS Sanglah Denpasar, RS Wahidin Makassar, di kota besar lainnya, seperti Jogja, Bandung, Semarang. Masa mereka kekurangan dokter spesialis? Kami tidak setuju dengan dokter asing," pungkasnya.