Dekan FK Unair Dicopot Usai Tolak Dokter Asing, Begini Kata Kemenkes
Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Budi Santoso dicopot dari jabatannya usai menolak dokter asing.
Mendatangkan dokter asing merupakan program Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Dekan FK Unair Dicopot Usai Tolak Dokter Asing, Begini Kata Kemenkes
Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Budi Santoso dicopot dari jabatannya usai menolak dokter asing. Mendatangkan dokter asing merupakan program Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Usai pencopotan Budi Santoso atau yang akrab disapa Prof Bus, Kemenkes buka suara. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menegaskan, pemecatan Prof Bus tidak terkait dengan kementeriannya.
"Ini tidak ada kaitan dengan Kemenkes. Itu masalah internal Unair,” kata Nadia kepada merdeka.com, Kamis (4/7).
Nadia memastikan, Kemenkes tidak memberikan tekanan kepada Unair sehingga mencopot Prof Bus dari Dekan FK. Dia juga mengingatkan, tidak ada jalur struktural Kemenkes dengan perguruan tinggi.
“Tidak ada jalur struktural Kemenkes dalam hal ini. Mungkin penjelasan lebih lanjut dari Unair terkait hal ini,” ucap Nadia.
Penjelasan Unair
Kepala Pusat Komunikasi dan Informasi Publik Unair, Martha Kurnia mengungkapkan alasan pihaknya memecat Prof Bus dari Dekan FK. Dia mengatakan, keputusan itu merupakan kebijakan internal dari Unair.
Salah satu pertimbangan memecat Prof Bus, kata Martha, Unair ingin menerapkan tata kelola yang lebih baik.
"Alasan atau pertimbangan pimpinan Universitas Airlangga terkait pemberhentian ini adalah merupakan kebijakan internal untuk menerapkan tata kelola yang lebih baik guna penguatan kelembagaan khususnya di lingkungan FK Unair," ujar Martha melalui keterangan tertulis yang diterima merdeka.com, Rabu (3/7) malam.
Dia menyebut, pihak Unair pun mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas pengabdian Prof Bus selama memangku jabatannya tersebut.
"Kami menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Prof Dr dr Budi Santoso SpOG(K) atas semua pengabdian dan jasa-jasanya selama memangku jabatan tersebut," ujarnya.
"Semoga Unair khususnya FK Unair terus menjadi Fakultas Kedokteran yang mampu memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara Indonesia," tambahnya.
Dekan FK Unair Pamit
Dekan FK Unair Budi Santoso dicopot dari jabatannya per Selasa, 3 Juli 2024. Pada Rabu, 4 Juli kemarin, dia berpamitan kepada sekitar 300-an member grup WhatsApp Dosen FK Unair.
"Per hari ini, saya diberhentikan sebagai Dekan FK Unair. Saya menerima dengan lapang dada dan ikhlas. Mohon maaf selama saya memimpin FK Unair ada salah dan khilaf, mari terus kita perjuangkan FK Unair tercinta untuk terus maju dan berkembang," demikian petikan pernyataan Prof Bus dalam WAG tersebut.
Saat dikonfirmasi, Prof Bus membenarkan pernyataannya itu sebagai bentuk kewajiban dirinya untuk berpamitan dengan para dosen maupun senior.
"Benar, itu pesan dari saya di grup dosen FK Unair. Benar saya diberhentikan per hari ini," katanya.
Saat ditanya apakah hal itu berkaitan dengan statement dirinya menolak program dokter asing di Indonesia, Prof Bus membenarkan.
"Iya. Proses saya untuk dipanggil berkaitan dengan itu," ujarnya.
Dia beranggapan, terjadi perbedaan pendapat antara pimpinan Unair dengan dirinya terkait program Kemenkes untuk mendatangkan dokter asing.
"Karena rektor pimpinan saya dan saya ada perbedaan pendapat, dan saya dinyatakan berbeda ya keputusan beliau ya diterima. Tapi, kalau saya menyuarakan hati nurani, saya pikir kalau semua dokter ditanya, apa rela ada dokter asing? Saya yakin jawabannya tidak," katanya.
Menurut Prof Bus, dirinya dipanggil oleh Rektorat Unair pada Senin (1/7) untuk mengklarifikasi pernyataan menolak program dokter asing di Indonesia.
Alasan Dekan FK Unair Tolak Dokter Asing
Sebelumnya, Prof Bus menolak rencana pemerintah terkait dengan ‘impor’ atau mendatangkan dokter asing ke Indonesia. Dia beralasan, kebutuhan dokter di dalam negeri masih dapat terpenuhi.
“Saya pikir semua dokter Indonesia tidak rela dokter asing kerja di sini dan kita mampu memenuhinya dan mampu jadi dokter tuan rumah,” kata Prof Bus, Kamis (27/6) lalu.
Dia menekankan, saat ini banyak rumah sakit vertikal di kota-kota besar di Indonesia yang memiliki dokter spesialis mumpuni. Kualitas mereka bahkan tidak kalah dengan dokter asing.
“Agak aneh. Ada RS Sanglah Denpasar, RS Wahidin Makassar, di kota besar lainnya, seperti Jogja, Bandung, Semarang. Masa mereka kekurangan dokter spesialis? Kami tidak setuju dengan dokter asing,” tegas dia.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan mengatur persyaratan dan batasan bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing (WNA) yang ingin berpraktik di Indonesia.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut misi dari program tersebut adalah untuk menyelamatkan sekitar 12.000 nyawa bayi per tahun yang berisiko meninggal akibat kelainan jantung bawaan.