KSP soal Usulan Bawaslu Pilkada 2024 Ditunda: Pemerintah Tetap Ikut Skenario Undang-Undang
KSP meminta penyelenggara Pemilu tetap fokus menjalankan tugas.
Berdasarkan kesepakatan pemerintah, DPR, KPU, Pilkada digelar 27 November 2024.
KSP soal Usulan Bawaslu Pilkada 2024 Ditunda: Pemerintah Tetap Ikut Skenario Undang-Undang
Kantor Staf Presiden (KSP) merespons usulan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 ditunda. Bawaslu beralasan, Pilkada bisa menimbulkan masalah keamanan karena beririsan dengan pemilihan presiden (Pilpres).
Deputi IV KSP Juri Ardiantoro menegaskan, pemerintah tetap mengikuti ketentuan Undang-Undang dalam pelaksanaan Pilkada 2024.
“Pemerintah tetap sesuai dengan skenario UU, bahwa Pilkada dilaksanakan November 2024,” kata Juri, Jumat (14/7).
Meski banyak kerumitan yang akan dihadapi, Juri meminta penyelenggara Pemilu tetap fokus menjalankan tugas. Misalnya, melakukan penyesuaian tahapan dan mengatur sumber daya untuk menghadapi pesta demokrasi.
Sementara Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang menilai usulan Bawaslu agar Pilkada 2024 ditunda terlalu mengada-ngada. Padahal, seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 termasuk Bawaslu sudah sepakat tidak ada penundaan. "Kalau menurut saya itu apa namanya mengada-ada. Karena dalam rapat-rapat kerja, dalam rapat dengar pendapat ya kan bahkan dalam konsinyering Bawaslu, KPU, DKPP, pemerintah dalam hal ini Mendagri semua kita sepakat untuk 24 November itu Pilkada, 14 Februari itu Pilpres," kata Junimart, saat dikonfirmasi, Jumat (14/7). "Nah kalau sekarang Bawaslu itu berwacana menurut saya melampaui kewenangannya, melampaui tupoksinya," sambungnya.Junimart meminta Bawaslu fokus saja menjabatkan tugas pokok. Dia mengingatkan agar Bawaslu tidak bermanuver politik.
“Bawaslu jangan berpolitik lah. Harus pure, harus murni, kerja-kerja dalam rangka pengawasan," tegasnya.
Sebelumnya, Bawaslu mengusulkan untuk membahas opsi penundaan Pilkada 2024 yang sudah dijadwalkan digelar pada November 2024. Hal itu disampaikan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja saat Rapat Koordinasi Kementerian dan Lembaga Negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) Jakarta, Rabu (12/7).
Bagja mengungkap sejumlah kekhawatirannya jika Pilkada digelar November 2024. "Kami khawatir sebenarnya Pemilihan 2024 ini karena pemungutan suara pada November 2024 yang mana Oktober baru pelantikan presiden baru tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti," kata Bagja keterangannya, Kamis (13/7). "Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada) karena ini pertama kali serentak," sambungnya.
Dia juga menyinggung sejumlah potensi gangguan jika Pilkada 2024 digelar bersamaan. Salah satunya, kata Bagja, ialah masalah keamanan.
"Kalau sebelumnya, misalnya pilkada di Makassar ada gangguan kemanan, maka bisa ada pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Kalau Pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga yang menggelar pemilihan serupa," ujar dia.
Bagja juga menyebut ada beberapa masalah lain seperti pemutakhiran data pemilih, pengadaan dan distribusi logistik Pilkada seperti surat suara, dan beban kerja penyelenggara Pemilu yang terlalu tinggi. Selain itu, dia juga menyinggung belum optimalnya sinergi antara Bawaslu dan KPU terkait Peraturan KPU (PKPU) dan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu).
"Data pemilih ini banyak sekali masalah, sampai-sampai satu keluarga beda TPS (tempat pemungutan suara) saja malah sampai marah-marah. Begitu juga surat suara, itu banyak permasalahannya misalnya kekurangan surat suara dari TPS A ke TPS B itu juga bisa menimbulkan masalah," ungkapnya.