Melihat kekhusyukan warga pengungsi Gunung Agung sembahyang
Merdeka.com - Seluruh umat Hindu di Bali hari ini melakukan sembahyang Purnama (bulan penuh). Namun bagi warga di areal Gunung Agung Karangasem, hari ini begitu spesial.
Di Puranama Kapat ini, banyak pura besar dan Pura Desa atau Puseh sebagai jatuhnya puncak upacara perayaan atau piodalan. Karenanya sudah menjadi tradisi dan adat setempat untuk melaksanakan upacara tersebut walau bahaya erupsi Gunung Agung mengancam.
Seperti halnya di desa Adat Saren Karangasem. Di tengah membludaknya warga sejumlah desa mengungsi, hampir 85 persen penduduk di desa ini memilih tetap bertahan.
-
Mengapa warga Dusun Tempel tidak mengungsi saat erupsi Merapi? Fakta unik lain dari Dusun Tempel adalah ketika terjadi erupsi Gunung Merapi pada 2010 lalu. Kala itu, banyak dari warga di desa tetangga yang mengungsi. Namun Dusun Tempel warganya justru tetap memilih tetap tinggal di rumah kendati jaraknya amat dekat.
-
Kenapa warga Kampung Stabelan tidak panik saat erupsi Merapi? Terkait dengan ancaman erupsi Merapi, warga setempat mengaku bahwa hal itu sudah biasa. Jadi mereka tidak panik sama sekali.
-
Bagaimana Dusun Tempel menghadapi erupsi Gunung Merapi? Pada tahun 2010, Dusun Tempel termasuk kampung yang terdampak erupsi Gunung Merapi. Pada waktu itu, aliran listrik mati selama satu bulan. Walau begitu tak ada seorangpun warga yang mengungsi. 'Jadi setiap malam, tidak ada warga yang di dalam rumah. Mereka semua tinggal di luar rumah sambil melihat kondisi Gunung Merapi,' kata salah seorang penduduk di sana dikutip dari kanal YouTube Kacong Explorer.
-
Dimana lokasi Gunung Agung? Gunung Agung yang terletak di Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem ini memiliki ketinggian 3.031 mdpl.
-
Bagaimana warga Kampung Sigandul bersikap tentang longsor? 'Paling longsornya kecil-kecil itu. Kalau tahu bahaya longsor orang sini paling sudah pada lari semua. Pokoknya nggak ada rasa takut. Lagi pula semua sudah ada yang ngatur,' kata warga tersebut.
-
Kenapa warga Ganting beribadah di dekat reruntuhan? Mereka terpaksa beribadah di tempat seadanya berlatar rumah yang hancur tersapu banjir bandang, termasuk ketika berbuka puasa Ramadan.
Alasan mereka selain mempersiapkan upacara piodalan di Pura, berdasarkan sejarah desanya hanya dilewati aliran lahar dingin yang berada di dua sisi sungai desa ini.
Bahkan warga di desa ini seakan tidak takut walau banyak cerita semburan magma datang dari sisi utara desa dan beberapa hujan batu serta abu yang menyirami desa ini.
"Kami selalu melaksanakan upacara ini. Memang dilema tapi kami tidak berani untuk meninggalkan upacara ini, kami yakin beliau Hyang sesuhunan melindungi kami seperti tahun 1963 lalu saat Gunung Agung meletus," kata Gde Yadi pemuda di desa ini, Kamis (5/10).
Dari penuturan sejumlah orang tua setempat, desanya aman dari muntahan magma panas. Hanya saja jika dilihat dari aliran lahar dingin, maka desa ini akan tertutup sungai dari sisi kanan dan kiri. Artinya desa ini terancam terisolir dan akan sulit mengulurkan bantuan logistik.
Dalam situasi Gunung Agung status awas dan desa ini pun masuk zona awas, tak nampak keraguan dan rasa cemas warga melaksanakan upacara agama di Pura Jati desa Saren.
Di Pura ini warga akan melaksanakan upacara hingga 7 Oktober ini. Itu karena Ida sesuhunan (Ida Bhatari Parahyangan) yaitu Ida Ratu Ageng dan Ida Ratu istri distanakan di Pura ini yang jadi sungsungan atau dihormati dan disembah oleh di desa Saren.
Pada ritual persembahyangan ini, warga juga sangat mempercayai akan mendapat perlindungan kepada Tuhan melalu Hyang Sesuhunan sehingga terhindar dati bahaya erupsi Gunung Agung.
Bahkan hal tersebut merupakan kebiasaan yang selalu dilakukan ketika masyarakat atau desa mengalami kabrebehan (musibah) yang mengancam keselamatan desa dan masyarakat desa.
Dalam pelaksanaan upacara persembahyangan hingga 7 Oktober nanti. Setiap hari warga menggelar persembahyangan tiada henti sejak seminggu lalu.
"Ida Bhatari kami nyerjer hingga 7 Oktober nanti saat tumpek bubuj atau wariga. Kami sudah melaksanakan rangkaian upacaranya sudah sejak sepekan lalu," aku Yadi.
Nampak di waktu senggang, sejumlah remaja putri bermain riang sambil menari di areal pelataran luar pura. Sementara para ibu-ibu terlihat begitu tenang dan sesekali membicarakan soal kondisi Gunung Agung saat ini.
Menariknya, masyarakat di desa ini takut dibawa kepengungsian lantaran justru bisa depresi dan takut malah jatuh sakit.
Mereka juga memikirkan kondisi kesehatan dan psikologis anak-anak selama dipengungsian. Kalau pun mengungsi itu hanya dilakukan mandiri bagi mereka yang punya kerabat di Denpasar. Jika tidak punya lebih baik bertahan di desa.
Hal serupa juga terjadi di desa Pempatan kecamatan Rendang Karangasem. Satu desa warganya terlihat lebih sumringah dan tak nampak murung setelah dua pekan meninggalkan desanya.
Sebelumnya warga satu desa di banjar Alasngandang ini diungsikan di posko Bale Masyarakat Kayumabua, Susut kabupaten Bangli.
"Kami semua tinggalkan posko. Karena akan melaksanakan," kata Komang Gunawan yang mengaku jauh lebih senang ada di desa walau diselimuti kecemasan akan erupsi Gunung Agung.
Menurut dia, sejumlah warga sudah mengosongkan posko sejak tiga hari lalu. Itu karena warga sudah harus mempersiapkan piodalan di pura Puseh Bale Agung jatuh pada Purnama Kapat, hari ini.
"Kalau kondisi alam normal seperti tahun sebekumnya sudah mempersiapkan rangkaian upacara sejak seminggu sebelumnya. Kakau sekarang suasananya beda jadi bisa dipersingkat," ujarnya.
Sementara Bendesa Adat Alasngandang I Komang Warsa, meyakinkan bahwa tercatat ada 487 orang warganya yang mengungsi di wilayah Bangli. Dia berharap agar usai melaksanakan upacara persembahyangan memastikan kembali kepada warganya soal wilayah zona aman.
"Intruksi Gubernur, memang Banjar kami tidak masuk zona rawan. Tetapi lokasi Desa Pempatan kami masuk KRB. Kami serahkan lagi kepada masyarakat, apakah akan kembali kepengungsian atau tidak. Karena ini masalah nyawa," tegasnya.
Terkait hari Purnama ini, pantauan hampir semua pura besar di Bali dilakukan persembahyangan bersama untuk keagungan Gunung Agung dan keselamatan semuanya.
Seperti terpantau di Pura Jagad Natha Denpasar, di mana persembahyangan dilakukan secara bergelombang dari pukul 12.00 WIB, hingga tengah malam dini hari nanti.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebuah video memperlihatkan warga Flores yang masih main bola saat ada gunung meletus.
Baca SelengkapnyaRitual 'Tito Bado Odong Gahu' bertujuan mengusir segala hal negatif akibat erupsi besar Gunung Lewotobi Laki-laki yang dampaknya semakin terasa ke masyarakat.
Baca SelengkapnyaRumah-rumah di Desa Sigandul berada di lereng bukit dengan kemiringan yang curam.
Baca SelengkapnyaBanjir lahar dingin Semeru terjadi sepekan terakhir. Ini fakta terbarunya.
Baca SelengkapnyaPetugas turun ke lokasi untuk meninjau semburan lumpur tersebut.
Baca SelengkapnyaDalam 24 jam terakhir sudah terjadi lima kali erupsi ketinggian 1.800 meter hingga 3.000 meter dari puncak Gunung Ruang.
Baca SelengkapnyaGempa bumi dengan magnitudo M4,4 mengguncang wilayah Batang, Jawa Tengah, hari ini Minggu (7/7).
Baca SelengkapnyaJarak luncuran awan panas tidak diketahui dikarenakan visual Gunung Semeru tertutup kabut.
Baca SelengkapnyaWarga dua desa di kaki Gunung Ruang dievakuasi daratan Tagulandang.
Baca SelengkapnyaDalam keadaan gelap gulita, mereka tunggang langgang menyelamatkan .
Baca SelengkapnyaKabut menjadi daya tarik menarik di Kampung Sukamekar karena saat muncul intensitasnya akan sangat tebal.
Baca Selengkapnya