Mendikdasmen soal Siswa Dihukum Duduk di Lantai karena Nunggak SPP: Pendidikan Harus Muliakan Murid
Peristiwa itu terjadi di Medan, Sumatera Utara. Kini, kasus guru dan siswa itu sudah diselesaikan.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti merespons soal viral video siswa dihukum duduk di lantai oleh gurunya lantaran belum membayar SPP. Peristiwa itu terjadi di Medan, Sumatera Utara.
Abdul Mu'ti mengingatkan seluruh pihak sekolah di Tanah Air agar tidak menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan dalam penegakan kedisiplinan.
"Ke depan kami mohon lah supaya sekolah ya, baik negeri maupun swasta, tidak menggunakan cara-cara yang berkaitan dengan disiplin, baik disiplin akademik maupun disiplin administrasi, yang bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan," ujar Mu'ti di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta, Senin (13/1).
Dia lalu menyampaikan bahwa nilai pendidikan menunjukkan bahwa pendidikan itu harus dilakukan dengan tindakan-tindakan yang mulia, baik kepada murid, guru, maupun ilmu.
"Pendidikan ini harus menjadi proses yang memuliakan, memuliakan murid, memuliakan guru dan memuliakan ilmu," kata dia.
Menurutnya, menghukum siswa duduk di lantai tidak mencerminkan nilai pendidikan yang seharusnya memuliakan murid.
Masalah Guru dan Siswa Sudah Diselesaikan
Sebelumnya, diketahui bahwa M (10), siswa kelas 4 di SD swasta di Kota Medan, harus menjalani hukuman duduk di lantai selama dua hari pada 6–7 Januari 2025 saat kegiatan belajar mengajar. M duduk di lantai mulai pukul 08.00 hingga 13.00 WIB.
M dihukum oleh wali kelasnya, guru berinisial H, karena menunggak SPP selama tiga bulan, yakni Oktober hingga Desember 2024.
Menurut Mu'ti, berdasarkan informasi yang dia peroleh dari Balai Penjaminan Mutu Pendidikan Sumatera Utara, permasalahan tersebut telah diselesaikan oleh para pihak terkait.
“Masalahnya sudah dianggap selesai dan sudah ada jalan keluar yang bisa diterima oleh kedua pihak," kata dia.
Mu'ti mengatakan, masalah itu terjadi karena adanya miskomunikasi antara guru di kelas dan kebijakan yayasan.
"Anaknya itu sudah tidak ada masalah dengan gurunya itu, bahkan guru itu sebenarnya guru idolanya anak itu," ucapnya, dikutip dari Antara.