MUI: Indonesia Punya Banyak Perbedaan Bahasa dan Tempat Beragam Tetap Bersatu
Pihak cenderung menolak praktik budaya dan kearifan lokal seringkali belum memahami agama dengan komprehensif.
Menjadi hal yang wajar jika praktik beragama di Indonesia diwarnai dengan beragam budaya dan adat istiadat.
MUI: Indonesia Punya Banyak Perbedaan Bahasa dan Tempat Beragam Tetap Bersatu
Perayaan Idul Fitri kerap diramaikan dengan berbagai budaya dan kearifan lokal sesuai kebiasaan masyarakat. Selain mudik, ada juga Lebaran ketupat yang menjadi kebiasaan di suatu daerah . Ketua Bidang Kerukunan Antar-Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), Yusnar Yusuf Rangkuti menjelaskan bahwa tidak ada pertentangan antara budaya semacam itu dengan syariat Islam.
"Mengadakan lebaran ketupat itu tidak bertentangan dengan Islam. Hanya orang yang tidak suka saja yang bilang Lebaran ketupat itu bertentangan dengan syariat," tegas Yusnar dalam keterangannya, Jumat (18/4). Yusnar menambahkan, seperti halnya Lebaran ketupat yang menjadi kebiasaan saat lebaran, mudik atau pulang kampung juga sebenarnya berasal dari kebiasaan masyarakat Indonesia saat libur panjang.
"Kita perlu bangun pemahaman terhadap masyarakat, kebiasaan seperti lebaran ketupat itu sama halnya dengan mudik, tidak ada perkara agama yang dilanggar. Tapi seandainya ada yang berangkat mudik dengan ramai-ramai naik ke atas bus, kemudian jatuh, itu bunuh diri namanya. Jika seperti itu baru lah dilarang agama," jelas Yusnar.
Menurutnya, menjadi hal wajar praktik beragama di Indonesia diwarnai beragam budaya dan adat istiadatnya.
"Indonesia punya lebih banyak perbedaan bahasa, kulit, tempat beragam, tapi tetap bisa bersatu," katanya.
Berdampak Pada Kerukunan Masyarakat
Ia berpendapat bahwa kebiasaan mudik di masa lebaran akan lebih baik jika dilembagakan difasilitasi oleh Pemerintah. Seperti melalui program perbaikan jalan di jalur mudik, sehingga orang bisa nyaman kembali ke kampung halamannya.
Menurut Yusnar, kebiasaan yang sarat dengan kearifan lokal seperti mudik dan lebaran ketupat perlu mendapat apresiasi karena bisa memberikan efek positif terhadap kerukunan masyarakat.
"Saya kira berbagai kearifan lokal yang ada sudah menjadi kebiasaan dan itu akhirnya menjadi budaya bagi orang-orang di Indonesia. Hal ini termasuk mudik, yang berarti mengunjungi orangtua dan keluarga di kampung halamannya masing-masing."
tutur Yusnar.
Yusnar berharap agar segala bentuk kearifan lokal yang menyemarakkan Idul Fitri bisa berkontribusi dalam membangun moderasi beragama yang lebih baik lagi.
Yusnar menilai bahwa turut serta menjaga dan melestarikan nilai dan kearifan lokal dapat menghindarkan orang atau kelompok masyarakat dari pengaruh intoleransi dan radikalisme.
Menurutnya, pihak cenderung menolak praktik budaya dan kearifan lokal seringkali belum memahami agama dengan komprehensif, dan memandang sempit segala perkara.
"Sebab ketika budaya saat Lebaran itu dibangun, intoleransi itu tidak akan terjadi."
tandas Ketua Dewan Pertimbangan Pengurus Besar Al Washliyah ini.