Panglima TNI Petakan Ada 15 Provinsi Rawan dalam Pilkada 2024, Ini Daftarnya
Pelaksanaan Pilkada secara serentak nanti memiliki kerawanan yang lebih besar dibandingkan Pilpres maupun Pileg.
TNI telah melakukan pemetaan serta analisis kerawanan-kerawanan.
Panglima TNI Petakan Ada 15 Provinsi Rawan dalam Pilkada 2024, Ini Daftarnya
Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menggelar rapat kerja (raker) bersama Panglima TNI terkait dengan kesiapan TNI dalam mendukung pengamanan Hari Raya Idul Fitri serta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024. Kegiatan ini juga diikuti oleh seluruh kepala staf angkatan.
merdeka.com
Dalam kesempatan itu, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto mengatakan, jika pihaknya telah melakukan pemetaan serta analisis kerawanan-kerawanan yang berpotensi akan timbul pada Pilkada serentak yang akan datang.
"Berdasarkan informasi KPU Pilkada serentak tahun ini akan memilih pimpinan dari 545 daerah seluruh Indonesia yang terdiri dari 37 Provinsi, 415 Kabupaten dan 93 kota, dengan sebaran wilayah seluruh Indonesia seperti yang tampil pada layar," kata Agus dalam raker, Kamis (21/3).
"Berdasarkan perkembangan situasi yang terjadi akhir-akhir ini secara singkat dapat saya sampaikan bahwa terdapat 15 provinsi yang memiliki tingkat kerawanan tinggi," sambungnya.
Untuk 15 wilayah atau provinsi yang memiliki kerawanan tinggi yakni Nangroe Aceh Darussalam, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku dan Maluku Utara dan enam provinsi di Papua.
"Masing-masing provinsi tersebut memiliki jenis dan macam kerawanan yang berbeda-beda, mulai dari konflik SARA, konflik di antara Paslon, bentrok antarpendukung fanatik, konflik elite politik, konflik di daerah basis parpol tertentu sampai dengan konflik bersenjata yang terjadi di Papua," sebutnya.
merdeka.com
Selain itu, ia mengungkapkan, pelaksanaan Pilkada secara serentak nanti memiliki kerawanan yang lebih besar dibandingkan Pilpres maupun Pileg. Karena, terdapat kemungkinan terjadi kerusuhan antar kelompok pendukung yang lebih besar, apabila dihadapkan dengan jumlah alat keamanan yang terbatas.
"Selain itu di beberapa daerah dimungkinkan terjadi konflik SARA, apabila itu politik, identitas digaungkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Hal tersebut memicu perpecahan pada skala nasional apabila berbagai kemungkinan kerawanan tadi dimanfaatkan oleh pihak ketiga," pungkasnya.