Polemik PPN 12 Persen, PBNU: Mestinya Dulu Publik Diajak Ngomong
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf menanggapi soal kenaikan PPN 12 persen untuk barang dan jasa mewah.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf menanggapi soal kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen untuk barang dan jasa mewah. Yahya mengatakan, telat bagi publik ikut campur karena kenaikan PPN sudah ditetapkan dalam undang-undang.
"PPN 12 persen ini kan undang-undang dibuat beberapa tahun yang lalu tahun 2021 yang kemudian di situ ada klausul diterapkan paling lambat 1 Januari 2025. Maka sebetulnya pertama sebagai kebijakan itu sudah menjadi keputusan politik, sudah menjadi undang-undang, permasalahannya itu," kata Yahya di Gedung PBNU di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (3/1).
Kendati meyakini pemerintah bertindak sesuai dengan berbagai pertimbangan. Masyarakat, kata dia mestinya diajak membahas kenaikan PPN sejak awal secara masif.
"Buat kita rakyat, publik ini mungkin agak telat kita ikut ngomong soal ini. Sudah di undang-undang. Mestinya dulu-dulu kita diajak ngomong juga. 2021 itu kita tidak terlalu dengar soal ini," ungkap dia.
Menurut Yahya, masyarakat sebetulnya membutuhkan penjelasan lengkap soal alasan utama kenaikan PPN 12 persen. Masyarakat, kata dia ingin mengetahui keuntungan yang diperoleh jika PPN naik 12 persen.
"Kan ini bahan diskusinya harusnya itu, sehingga kita bisa bicara. Sementara hal-hal ini memang belum cukup keluar dalam perbincangan publik. Nalar fiskalnya bagaimana," ucap Yahya.
PPN Naik jadi 12 Persen
Diketahui, pada 1 Januari 2025 Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen resmi berlaku. Namun, kebijakan tersebut menimbulkan polemik di masyarakat.
Akhirnya, pemerintah pun memutuskan kenaikan PPN dari 11 menjadi 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah.
Kebijakan menaikkan tarif PPN hanya untuk barang mewah itu diputuskan pemerintah dengan menerapkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Keputusan itu dinilai telah mengedepankan kepentingan rakyat kecil.