Saiful Mujani: Sentimen anti China muncul karena mobilisasi politik
Merdeka.com - Belakangan, banyak isu disebar di media sosial tentang tulisan yang menyudutkan etnis China. Sentimen anti China ini dinilai terjadi karena telah dipolitisasi oleh kelompok tertentu.
Peneliti dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani mengatakan, tindakan kolektif anti-china telah menjadi sebuah gerakan sosial. Saiful menyebut, ada upaya dari mobilisasi politik untuk menciptakan opini anti China demi kepentingan tertentu.
"Jadi saya melihat bahwa rasialisme muncul bukan karena faktor rasialisme, tapi ada mobilisasi politik ada menggunakan ras untuk kepentingan politik," kata Saiful dalam diskusi 'Ada Apa di Balik Sentimen Anti-Cina?' di LBH, Jakarta, Kamis (29/12).
Tren ini terlihat dari hasil yang dibuatnya dimana sikap intoleransi terhadap etnis China relatif kecil hanya sekitar 0,8 persen dan stabil dalam kurun waktu 2001 hingga 2016. Meski dalam tren rendah dan stabil, tetapi sikap anti China bervariasi. Sebab, menurutnya, sikap anti China bukan berada pada tingkat massa, tapi pada kelompok tertentu.
"Selama 15 tahun begini terus, tapi kesan anti China itu bervariasi. Tapi anti China berubah-ubah berarti yang buat bukan tingkat massa tapi kelompok tertentu," terangnya.
Saiful menjelaskan, gerakan sosial, bukanlah tindakan spontan karena kemarahan massa, tapi lebih terkait dengan faktor-faktor tertentu. Di antaranya, political opportunity structure, mobilizing structure dan framing process.
Faktor pertama, gerakan sosial anti China muncul ketika kelompok tertentu melihat bahwa pejabat yang berkuasa tidak sesuai harapan sehingga membutuhkan dukungan massa untuk menciptakan opini buruk.
"Peluang itu muncul ketika elite politik dilihat tidak solid dan bersaing, sehingga membutuhkan dukungan massa," jelas dia.
Sementara untuk mobilizing structure, dia memaparkan, gerakan anti China muncul hanya apabila dimobilisir oleh suatu kelompok yang memiliki kekuatan.
"Gerakan sosial hanya mungkin bila ada organisasi yang memobilisasi sumber daya (manusia, materi, jaringan, skill, dan simbol). Ada organisasi (meskipun longgar) dan ada kepemimpinan," tambah Saiful.
Terakhir, faktor framing menunjukkan kelompok ini berupaya menyebarkan doktrin dan menciptakan opini kolektif terhadap etnis China di Indonesia.
"Ada ide, semangat, sentimen, jargon, ajaran, doktrin yang memberi makna, dan menarik orang hingga terbentuk solidaritas kolektif, dan bahkan membentuk semacam identitas sosial baru," sambungnya.
Dalam survei SMRC, masyarakat Indonesia disebut lebih benci dengan ISIS dan LGBT ketimbang etnis China.
Survei pada November 2016, kelompok yang tidak disukai oleh paling banyak warga adalah ISIS sebesar 25,5 persen, kemudian LGBT 16,6 persen, dan Komunis 11,8 persen. Sementara Kristen/Katolik sebagai kelompok yang paling tak disukai sebesar 2,6 persen, dan China/Tionghoa sebesar 0,8 persen.
Untuk diketahui, survei soal tingkat toleransi warga Indonesia terhadap etnis China dilakukan dalam kurun waktu 2001-2016, dengan masing-masing menggunakan teknik probability sampling. Sementara, ukuran sampel tiap survei selalu di atas 1000. Survei ini memiliki Magin of error tiap survei rata-rata +/- 3,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
India Lepaskan Merpati yang Dituding Jadi Mata-Mata China, Di Sayapnya Ada Tulisan
Baca SelengkapnyaJenderal Bintang Empat tersebut pun mewanti-wanti pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian selama proses pemilu.
Baca SelengkapnyaOrganisasi kelompok anti-Pancasila sudah dibubarkan, tapi sel-sel mereka masih terus bergerak di bawah tanah.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Hari Pertahanan Sipil memiliki sejarah yang terkait erat dengan perkembangan politik dan keamanan nasional.
Baca SelengkapnyaIni yang dikhawatirkan AS bila tidak segera memutuskan kelanjutan stasiun luar angkasa yang akan habis masa pakainya.
Baca SelengkapnyaDemografis yang tidak seimbang memberikan tekanan besar bagi pemerintah untuk memberikan tunjangan.
Baca SelengkapnyaAda empat tersangka ditangkap di Jawa Tengah yang membawa barang bukti 51 kilogram sabu dengan modus kamuflase menjadi teh China.
Baca SelengkapnyaJangan sampai dimanfaatkan untuk menyebarkan narasi intoleransi, bahkan mengarah pada aksi radikal terorisme.
Baca SelengkapnyaMasyarakat jangan mudah terpapar informasi hoaks dan ujaran kebencian yang dapat memicu konflik.
Baca Selengkapnya