Sempat Muncul Inisial W, Pelempar Molotov ke Media Jubi Papua Masih Misteri Meski Sudah 3 Bulan Berlalu
Kantor redaksi media Jujur Bicara atau Jubi di Jalan SPG Taruna Waena, Kota Jayapura, Provinsi Papua dilempar molotov pada Rabu 16 Oktober 2024 silam.

Kantor redaksi media Jujur Bicara atau Jubi di Jalan SPG Taruna Waena, Kota Jayapura, Provinsi Papua dilempar molotov pada Rabu (16/10) dini hari, sekitar pukul 03.15 Wit. Dua mobil operasional Jubi yang terparkir di halaman kantor ikut terbakar dan rusak.
Pelempar diduga dilakukan dua orang yang berboncengan menggunakan sepeda motor. Bom itu dilemparkan dari pinggir jalan di depan Kantor Redaksi Jubi. Kemudian, api berkobar di antara dua mobil Toyota Avanza dan Toyota Calya. Beruntung api bisa segera dipadamkan dua karyawan Jubi dibantu sejumlah orang yang mengetahui peristiwa itu.
Kala itu, polisi memastikan langsung menyelidiki kasus itu. Namun tiga bulan berlalu sejak peristiwa terjadi, hingga kini pelaku dan motif pelemparan bom molotov seolah tak terdengar kelanjutannya.
Kodam XVII/Cenderawasih memastikan kasus ini terus diselidiki. Sebagai bentuk keseriusan,
Kodam XVII/Cenderawasih juga membentuk tim investigasi terdiri dari staf intelijen, pomdam dan kumdam. Tim investigasi, katanya, sudah memeriksa saksi dari warga sipil yang selama ini disebut-sebut sebagai saksi kunci peristiwa itu.
"Tim investigasi ini telah bekerja melakukan penelusuran atau investigasi terus menerus secara berkelanjutan agar tuduhan yang tidak mendasar semakin gamblang," kata Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Candra Kurniawan, saat dikonfirmasi terkait perkembangan tuduhan kepada TNI terkait kasus Bom Molotov tersebut, Kamis (30/1).
Namun, katanya, ada kejanggalan terkait peristiwa ini bila mengacu keketerangan saksi. Salah satunya ketika saksi mengaku belum pernah bertemu langsung seseorang berinisial W yang diduga sebagai salah satu pelaku. Tetapi, saksi tersebut mengenali wajah W dari Tiktok dan sedang melakukan siaran langsung.
"Tim Investigasi menghadapkan empat orang anggota berpakaian preman tanpa tutup kepala di mana salah satunya adalah W untuk dikenali oleh saksi. Namun Saksi tidak dapat menunjuk yang mana W," katanya.
"Jadi bagaimana mungkin saksi bisa meyakini salah satu pelaku adalah W padahal saat kejadian kondisi gelap, bahkan informasi yang beredar bahwa pelaku memakai helm bermasker, dan jarak dari saksi sekitar 110 meter," katanya.
Melihat kejanggalan itu, tim investigasi sebenarnya ingin melakukan pemeriksaan kembali pada saksi yang sama. Ternyata saksi tersebut sudah meninggalkan Jayapura.
"Sehingga perginya aaksi menimbulkan kecurigaan, ada apa sebenarnya dengan aaksi tersebut. Terlebih setelah beberapa keterangannya dalam BAP dapat dipastikan tidak benar kini menghilang," katanya.
Meski demikian, Kapendam memastikan kasus ini terus didalami dan berjanji mengungkap pelaku.
"Sepatutnya demi membuat jelas transparan, seharusnya para saksi tidak menghindar pergi," katanya.
Saksi lainnya yang juga diperiksa yakni seorang penjual miras. Sejauh ini, apa yang disampaikan saksi tersebut dinilai inkonsisten.
"Saksi tidak dapat meyakinkan mana para pelaku bahkan tidak mengenal para prajurit tersebut. Saksi harus ada di tempat saat kejadian, Saksi harus melihat, mendengar dan menyaksikan dengan benar," kata Kolonel Candra.
Kodam XVII/Cenderawasih memastikan kasus ini terus diselidiki. Sebagai bentuk keseriusan,
Kodam XVII/Cenderawasih juga membentuk tim investigasi terdiri dari staf intelijen, pomdam dan kumdam. Tim investigasi, katanya, sudah memeriksa saksi dari warga sipil yang selama ini disebut-sebut sebagai saksi kunci peristiwa itu.
"Tim investigasi ini telah bekerja melakukan penelusuran atau investigasi terus menerus secara berkelanjutan agar tuduhan yang tidak mendasar semakin gamblang," kata Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Candra Kurniawan, saat dikonfirmasi terkait perkembangan tuduhan kepada TNI terkait kasus Bom Molotov tersebut, Kamis (30/1).
Namun, katanya, ada kejanggalan terkait peristiwa ini bila mengacu keketerangan saksi. Salah satunya ketika saksi mengaku belum pernah bertemu langsung seseorang berinisial W yang diduga sebagai salah satu pelaku. Tetapi, saksi tersebut mengenali wajah W dari Tiktok dan sedang melakukan siaran langsung.
"Tim Investigasi menghadapkan empat orang anggota berpakaian preman tanpa tutup kepala di mana salah satunya adalah W untuk dikenali oleh saksi. Namun Saksi tidak dapat menunjuk yang mana W," katanya.
"Jadi bagaimana mungkin saksi bisa meyakini salah satu pelaku adalah W padahal saat kejadian kondisi gelap, bahkan informasi yang beredar bahwa pelaku memakai helm bermasker, dan jarak dari saksi sekitar 110 meter," katanya.
Melihat kejanggalan itu, tim investigasi sebenarnya ingin melakukan pemeriksaan kembali pada saksi yang sama. Ternyata saksi tersebut sudah meninggalkan Jayapura.
"Sehingga perginya aaksi menimbulkan kecurigaan, ada apa sebenarnya dengan aaksi tersebut. Terlebih setelah beberapa keterangannya dalam BAP dapat dipastikan tidak benar kini menghilang," katanya.
Meski demikian, Kapendam memastikan kasus ini terus didalami dan berjanji mengungkap pelaku.
"Sepatutnya demi membuat jelas transparan, seharusnya para saksi tidak menghindar pergi," katanya.
Saksi lainnya yang juga diperiksa yakni seorang penjual miras. Sejauh ini, apa yang disampaikan saksi tersebut dinilai inkonsisten.
"Saksi tidak dapat meyakinkan mana para pelaku bahkan tidak mengenal para prajurit tersebut. Saksi harus ada di tempat saat kejadian, Saksi harus melihat, mendengar dan menyaksikan dengan benar," kata Kolonel Candra.