UU Cipta Kerja Disebut Bikin Biaya Pendidikan Makin Mahal
Merdeka.com - Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim mengatakan, dunia pendidikan saat ini kena prank (jebakan) oleh DPR.
Hal ini lantaran masih bercokolnya klaster pendidikan dalam draf final rancangan undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law Ciptaker yang telah disahkan DPR RI pada Senin (5/10).
Padahal, DPR RI serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengaku telah mengeluarkan klaster pendidikan dalam RUU Ciptaker.
-
Apa yang Rektor Unika tolak? Namun permintaan itu ditolak. Rektor Unika menegaskan bahwa kampus harus menyuarakan kebenaran dan harus bersikap netral dalam politik.
-
Apa yang menjadi masalah utama pendidikan? 'Lembaga pendidikan kita sedemikian rupa berada di bawah struktur politik yang menggerogoti kualitas,' katanya.
-
Apa saja tema yang diangkat? Ceramah Islam berbagai tema di bawah ini bisa dicontoh dan dijadikan inspirasi jika Anda ditunjuk mengisi sebuah acara.
-
Mengapa Pancasila penting sebagai ideologi negara? Tujuannya adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang bersatu, merdeka, berdaulat, makmur, baik spiritual maupun material.
-
Apa yang membuat motivasi pendidikan penting? Pendidikan adalah kunci menuju kesuksesan. Dengan pendidikan, kita membuka potensi dan peluang untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.
-
Apa yang menjadi fokus pendidikan menurut pakar? 'Yang menjadi fokus kita dalam dunia pendidikan itu bukan hanya ranah kognitif, namun bagaimana dia berempati. Nah ini kan masalahnya dia tidak berpikir bahwa apa yang dia lakukan akan menyakiti orang lain. Berarti empati terhadap orang lain minim sehingga yang terjadi adalah yang kita lihat saat ini,'
"Masih bertahannya pasal yang akan menjadi payung hukum kapitalisasi pendidikan di atas, menjadi bukti bahwa anggota DPR sedang melakukan 'prank' terhadap dunia pendidikan termasuk pegiat pendidikan," tegas dia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/10).
Satriwan menjelaskan, setidaknya ada empat alasan pokok pihaknya menolak dan mengecam klaster pendidikan dalam UU tersebut. Pertama, alasan ideologis di mana dijadikannya pendidikan sebagai sebuah aktivitas usaha yang muatannya ekonomis jelas mengkhianati nilai Pancasila khususnya sila II dan V.
Orang Miskin Makin Terpinggirkan
Sebab, pendidikan nanti semakin berbiaya mahal, jelas-jelas akan meminggirkan anak-anak miskin, sehingga tujuan pendidikan untuk memanusiakan manusia tidak akan pernah terjadi. Yang muncul adalah pendidikan bukan lagi sebagai aktivitas peradaban, melainkan semata-mata aktivitas mencari untung atau laba.
"Begitu pula prinsip keadilan dalam pendidikan, hanya akan jadi utopia, sebab pendidikan yang dikomersialisasikan menjadi pintu masuk ketidakadilan," tegasnya kembali.
Kedua, alasan yuridis konstitusional, dia menambahkan, bahwa UU ini jelas-jelas mengkhianati jiwa UUD 1945 khususnya Pembukaan UUD 1945 alinea IV; Pasal 28C ayat 1; dan Pasal 31 ayat 1, yang terang menjelaskan bahwa mendapatkan pendidikan merupakan hak dasar warga negara.
"Sekarang bagaimana semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan, ketika pendidikan menjadi mahal dan menjadi sebuah aktivitas ekonomi, menjadi sebuah kegiatan berusaha?" tanyanya.
"Rasanya saya jadi malu mendidik siswa tentang materi hakikat demokrasi, kedaulatan rakyat, dan lembaga DPR, jika DPR sendiri tidak benar-benar mewakili aspirasi rakyat, tetapi mewakili investor. DPR bertanggungjawab atas dibukannya kembali kapitalisasi pendidikan," lanjut Satriwan.
Orientasi Keuntungan Semata
Dia kembali melanjutkan bahwa alasan ketiga adalah alasan pedagogis, di mana orientasi memperoleh keuntungan/laba dalam pendidikan mengabaikan pendekatan student-centered yang fokus mengatasi kebutuhan belajar, minat, dan aspirasi dari siswa.
"Siswa perlu mendapatkan pengalaman belajar dan pencapaian pembelajaran yang mencukupi, bukan seberapa besar guru atau sekolah mendapatkan untung," jelas Satriwan.
Keempat, Satriwan meneruskan dari sisi sosiologis, munculnya pembedaan performa lembaga pendidikan mahal dan murah akan memperlebar jurang kesenjangan sosial ekonomi di masyarakat. Ekosistem pendidikan yang eksklusif dan diskriminatif tersebut akan mempersulit upaya mempersatukan bangsa.
"Negara wajib memenuhi hak warga negaranya untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, bukan pendidikan yang menguntungkan segelintir kapitalis dari kalangan atas," ujar dia.
Serukan Gugat UU Cipta Kerja
Untuk itu Satriwan mengungkapkan, pihaknya mengajak masyarakat sipil dan para pegiat pendidikan khususnya dapat membawa UU ini ke MK untuk diujimateriilkan.
"Semoga UU ini bernasib sama dengan UU Badan Hukum Pendidikan dan Pasal tentang Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI) dalam UU Sisdiknas, yang keduanya dibatalkan oleh MK beberapa tahun lalu," harap dia.
Reporter: Yopi MakdoriSumber: Liputan6.com (mdk/rnd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Orientasi keuntungan mengabaikan kualitas pendidikan untuk memanusiakan manusia.
Baca SelengkapnyaSalah satu program yang diharapkan membantu menambah penghasilan negara dengan signifikan adalah hilirisasi.
Baca SelengkapnyaDua pihak yang memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan yaitu orang tua dan negara.
Baca SelengkapnyaBiaya sekolah di perguruan tinggi makin mahal. Tak sedikit orang tua yang mengeluh. Mencari uang demi anaknya bisa kuliah.
Baca SelengkapnyaPratikno belum bisa memastikan apakah perwakilan kelompok buruh akan diterima atau tidak.
Baca SelengkapnyaMasyarakat Indonesia sekarang dihadapkan pada masalah pendidikan yang mahal untuk anak-anak mereka.
Baca SelengkapnyaAnies menjelaskan, peserta didik tidak seharusnya dijadikan sebagai sumber dana. Perubahan ini, ujar Anies harus dimulai dari pemerintah pusat.
Baca SelengkapnyaMegawati menjelaskan tugas pemerintah saat ini menyiapkan sumber daya manusia progresif.
Baca SelengkapnyaMegawati menyinggung soal kenaikan biaya UKT di perguruan tinggi negeri
Baca SelengkapnyaAnggota DPR Nilai UKT Seharusnya Gratis Sesuai Konstitusi, Ini Bunyi Amanatnya di UUD 1945
Baca SelengkapnyaKepolisian juga menyiapkan rekayasa pengalihan arus lalu lintas di sekitar kawasan Jalan Merdeka.
Baca SelengkapnyaPersoalan etika itu semakin diperparah dengan pengajaran akhlak di lembaga pendidikan yang cenderung verbal dan normatif.
Baca Selengkapnya