Bukan yang Pertama, Koalisi Gemuk 19 Parpol Pernah Terjadi di Pilkada Jakarta
Ternyata, fenomena koalisi ‘gemuk’ di Pilkada Jakarta pernah terjadi pada 2007 lalu.
Dinamika Pilkada Jakarta 2024 kini tengah menjadi sorotan. Sebab, ada 12 partai politik yang mendukung satu pasangan calon.Dia adalah Ridwan Kamil dan Suswono.
Mereka didukung oleh Golkar, PKS, Gerindra, PAN, Demokrat, PKB, NasDem, PPP, PSI, Garuda, Gelora, Perindo. Ridwan Kamil-Suswono didukung oleh 91 kursi DPRD Jakarta dari total 106 kursi. Menyisakan, PDIP yang punya 15 kursi Dewan Jakarta.
Sejauh ini, pasangan koalisi besar ini akan berhadapan dengan Dharma Pongrekun-Kun Wardana dari calon independen.
Ternyata, fenomena koalisi ‘gemuk’ di Pilkada Jakarta pernah terjadi pada 2007 lalu. Adalah pasangan Fauzi Bowo dan Mayjen TNI (Purn) Prijanto yang diusung oleh koalisi 19 partai politik.
Pasangan Foke-Prijanto berhadapan dengan Adang Daradjatun-Dani Anwar yang dicalonkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PKS pada Pemilu 2004 berhasil memperoleh 23,3% suara dan 24% kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Fenomena Biasa
Koalisi tersebut terdiri dari Demokrat, PDIP, Golkar, PAN, PPP, PDS, PBR, PKPI, PBB, Partai Patriot Pancasila, PPNUI, Partai PDK, PKPI, PPDI, Partai Pelopor, Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, Partai Barisan Sosialis Demokrat (PBSD), Partai Indonesia Baru (PIB), dan Partai Pembangunan Daerah (PPD).
Gabungan partai-partai ini memperoleh 70,7% kursi DPRD.Hasilnya, dengan jargon ‘Jakarta untuk Semua’, pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto berhasil memenangkan Pilkada 2007 dengan meraih 57,9% suara.
Koalisi gemuk tak membuat Foke-Prijanto menang mutlak. Pasangan Adang dan Dani tak menyerah begitu saja meski diusung PKS seorang. Buktinya, Adang-Dani memperoleh 42,1% suara.
Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin menilai, fenomena pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur didukung banyak partai hal lumrah.
Menurut dia, hal itu biasa terjadi di Pilkada. Dia menilai, koalisi gemuk sah saja dalam sebuah pemilu.
“Borong memborong partai adalah hak Partai politik. Memang haknya partai politik untuk berkoalisi,” ujar Ujang saat dihubungi wartawan, Kamis (22/8).
Meskipun, kata Ujang, idealnya partai politik mengusung kader partainya sendiri dalam setiap kontestasi pemilu. Tapi, faktanya saat ini partai politik lebih memilih mengusung calon yang berpotensi menang.
“Persoalannya, partai-partai sekarang tidak berani untuk mengusung kadernya sendiri,” tegas Ujang.