Foke dan Mega jadi korban keangkuhannya sendiri
Merdeka.com - Kekalahan Fauzi Bowo dalam quick count Pilkada DKI Jakarta 2012, mengingatkan pada kekalahan Megawati dalam Pemilu Presiden 2004. Kedua pasangan kalah akibat kepercayaan diri tinggi dalam menghadapi pilihan masyarakat. Dengan modalitas yang dimilikinya, mereka yakin rakyat akan memilihnya, namun yang terjadi adalah sebaliknya.
Foke masih terbawa ingatan kemenangan dalam Pilkada 2007, di mana saat dia mendapat dukungan dari hampir semua partai politik, semua lapisan dan kelompok masyarakat, sehingga dia meraih 57,87 persen suara. Sementara Megawati masih terkesima dengan hasil Pemilu 1999 yang menempatkan PDIP dalam posisi pemenang dengan raihan 33,8 persen suara.
Mereka lupa bahwa kinerja selama berkuasa dirasakan dan dinilai betul oleh masyarakat. Memang dalam menilai masyarakat tidak semata berdasar kinerja pemerintahan, tetapi juga perilaku yang bersangkutan. Dalam hal ini perilaku orang-orang PDIP yang duduk di DPR, DPRD dan kepala daerah juga mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap Megawati.
-
Siapa yang dikritik Golkar soal maju Pilgub DKI? Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menyindir, Anies Baswedan yang tengah mempertimbangkan maju kembali di Pemilihan Gubernur Jakarta.
-
Apa yang dikritik Golkar dari Anies soal Pilgub DKI? Dia mempertanyakan, apakah ada partai yang mau mengusung Anies di Pilgub Jakarta.
-
Siapa yang mengapresiasi kinerja Kejagung? Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengungkap sejumlah kasus dugaan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara bernilai fantastis.
-
Bagaimana Golkar menanggapi Anies di Pilgub DKI? 'Mau turun pangkat lagi dari capres menjadi cagub lagi gitu. Jadi saya kira tentu ini harus dipikirkan,' tegas dia.
-
Bagaimana aksi arogansi Ketua PP? Dengan nada tinggi pria itu sampai memarahi pengemudi itu hingga adu cekcok terjadi.'Koe anak e sopo? Iki wilayahku, koe seng mundur,' kata pria itu.
-
Bagaimana dampak korupsi bagi negara? 'Tambang ilegal misalnya, selain kerugian negara secara materil, juga ada hutan yang dibabat habis di sana. Ada tanah negara yang rusak di sana. Ada masyarakat yang tercemar polusi dan terganggu kesehatannya di sana.'
Jika ditinjau dari kinerja, pemerintahan Foke di DKI Jakarta dan pemerintahan Megawati di tingkat nasional, sesungguhnya tidak jelek-jelek amat. Berbagai indikator keamanan dan ekonomi, menunjukkan nilai positif. Ketegangan antarkelompok dan kriminalitas bisa ditekan. Geliat ekonomi juga meningkatkan kesejahteraan rakyat. Layanan kesehatan dan pendidikan murah adalah buktinya.
Namun, penampilan Foke dan Megawati, khususnya dalam setahun menjelang pemilihan, sama-sama menunjukkan pribadi yang percaya diri, bahkan terkesan angkuh dan sombong. Pernyataan-pernyataan yang memperlihatkan tidak ada orang lain yang bisa memimpin Jakarta dan Indonesia, seakan menantang masyarakat untuk mencari calon lain.
Baik Foke maupun Megawati sama-sama menolak jika diundang bicara di tengah publik. Mereka menganggap tidak penting debat antarcalon. Mereka hanya melayani undangan resmi KPU. Dalam banyak kesempatan keduanya, sering menolak ajakan berdialog langsung dengan tokoh-tokoh masyarakat, dengan alasan yang agak muskil yaitu, rakyat sudah tahu visi misi dan programnya.
Foke maupun Megawati memang masih didukung oleh para pengikut setianya. Pengikut Foke tersebar di jajaran birokrasi dan kelompok-kelompok masyarakat yang dimanjakan. Sementara pendukung loyal Megawati tentu saja para loyalis Soekarno, yang jumlahnya tak sampai 20 persen dari total pemilih.
Mereka tidak sadar bahwa jumlah pendukung fanatik mereka itu kalah jauh jika dibandingkan dengan massa mengambang, yakni pemilih yang tidak punya preferensi politik dan belum punya pilihan hingga hari-hari menjelang pemilihan. Berdasarkan survei, baik menjelang Pilkada DKI 2012 maupun Pilpres 2004, angkanya dalam kisaran 30-40 persen. Mereka inilah yang menghukum keangkuhan dan kesombongan Foke dan Megawati.
Mereka adalah kelompok pemilih yang sensitif. Mereka tidak hanya terpengaruh oleh kinerja, rekam jejak dan keunggulan calon, tetapi juga oleh perilaku dan penampilan calon. Mereka tidak mudah didikte, dan tidak mau dianggap bodoh. Mereka cenderung tak segan menolak calon yang mencederai akal sehat dan perasaannya. (mdk/dan)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dia bahkan mengatakan, Indonesia mengalami kemunduran, bukan sekadar kerapuhan dalam etika pejabat negara.
Baca SelengkapnyaSaking lemahnya hukum, Ahok heran melihat bekas tahanan koruptor yang justru semakin kaya.
Baca SelengkapnyaMegawati bahkan mengaku lupa, pernah menjabat sebagai wakil presiden RI
Baca SelengkapnyaOrang-orang Jakarta dulu menjuluki Ali Sadikin sebagai "Gubernur Monyet"
Baca SelengkapnyaKetum PDIP Megawati Soekarnoputri mengingatkan untuk tidak menjadi sosok yang egois.
Baca SelengkapnyaKetua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri mengaku bicara kebenaran tapi kini malah disebut provokator.
Baca SelengkapnyaMenko Polhukam Mahfud MD mengungkap tantangan demokrasi di Indonesia saat ini. Salah satunya, pada pengambilan keputusan negara.
Baca SelengkapnyaKetua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri mengaku sedih melihat pejabat negara yang hanya mau enak saja dan memikirkan kekuasaan semata.
Baca SelengkapnyaKetua Umum Megawati Soekarnoputri meradang ketika kembali menyinggung kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Baca SelengkapnyaNamun baginya, keadilan dan kebenaran lah yang membuatnya tetap pada pendiriannya tersebut.
Baca Selengkapnya