Merasa Digantung PPP, Bacagub Sulsel Lega dengan Putusan MK: Tanda-Tanda Baik untuk Semua
Meski sudah diusung PKB dan PDIP, Danny Pomanto mengaku masih menunggu PPP.
Bakal Calon Gubernur Sulawesi Selatan Moh Ramdhan Pomanto menyambut bahagia putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas dukungan partai politik (parpol) di Pilkada Serentak 2024.
Sebelumnya, Danny Pomanto terancam tidak bisa maju di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulsel karena belum turunnya rekomendasi usungan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Danny Pomanto menyinggung pihak yang bernafsu untuk adanya kotak kosong di Pilgub Sulsel. Ia menyebut kotak kosong hanya keingian manusia, tetapi Tuhan yang menentukan.
"Itulah yang saya pertama pernah bilang, pada saat nafsu kotak kosong meninggi dan berapi-api. Saya kan bilang itu keinginan manusia, tapi keinginan Allah itu yang jadi," ujarnya kepada wartawan, Selasa (20/8).
Sebelum adanya putusan MK, Danny Pomanto yang berpasangan dengan Azhar Arsyad telah mengamankan rekomendasi usungan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Namun, hingga saat ini pasangan ini masih menunggu rekomendasi dari PPP untuk mencukupkan koalisi parpol pengusung.
"Kita bisa lihatlah kebesaran Allah. Ini kan mana pernah kita bayangkan akan terjadi jalan seperti ini. Saya kira ini jalan-jalan yang memang sudah diatur sama Allah. Tanda-tanda baik untuk kita semua," tuturnya.
Meski demikian, Wali Kota Makassar ini mengaku sudah siap bertarung sejak sebelum ada putusan MK soal syarat dukungan parpol. Ia bahkan menyebut dengan adanya putusan MK tersebut akan membuat dirinya dan tim pemenangan lebih siap lagi menghadapi Pilgub Sulsel.
"Sedangkan belum keluar saja MK kita sudah siap. Saya kira kita akan bentuk kesyukuran kita, kita akan lebih siap lagi," kata dia.
Meski hanya dengan PKB dan PDIP sudah memenuhi syarat dukungan parpol untuk mendaftar sebagai bakal pasangan Cagub dan Cawagub di KPU Sulsel, Danny Pomanto mengaku masih menunggu PPP.
"Iya. (PPP) Tetap (ditunggu)," ucapnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang Pilkada. Hasilnya, sebuah partai atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD. Tentunya dengan syarat tertentu.
Putusan atas perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut telah dibacakan majelis hakim dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024). MK menyatakan, Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada inkonstitusional.
Adapun isi Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada adalah, "Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."
Hakim Mahkamah Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan, esensi dari Pasal tersebut sebenarnya sama dengan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional sebelumnya.
"Pasal 40 ayat (3) UU 10 Tahun 2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945," tutur Enny dalam persidangan.
Inkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada tersebut tentu berdampak pada pasal lain, seperti Pasal 40 ayat (1).
"Keberadaan pasal a quo merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016, maka terhadap hal demikian Mahkamah harus pula menilai konstitusionalitas yang utuh terhadap norma Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016," ungkapnya.
Adapun isi pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Pilkada sebelum diubah yakni, "Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan."
Atas gugatan tersebut, MK memutuskan mengabulkan sebagian dengan amar putusan yang mengubah isi dari Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Pilkada sebagai berikut:
Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di provinsi tersebut.
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di kabupaten/kota tersebut
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di kabupaten/kota tersebut
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di kabupaten/kota tersebut.