Pekerjaan Rumah Indonesia jelang Pemilu 2024
Kondisi demokrasi Indonesia menjadi sorotan di era Presiden Jokowi
Kondisi demokrasi Indonesia menjadi sorotan di era Presiden Jokowi
Pekerjaan Rumah Indonesia jelang Pemilu 2024
Kondisi demokrasi Indonesia menjadi sorotan di era Presiden Jokowi.
Berbagai laporan dan analisis dari lembaga pemantau demokrasi, menunjukkan penurunan indeks kebebasan di Indonesia.
Pemerhati isu-isu Global dan strategis, Prof Imron Cotan mengatakan, banyak analisis menggambarkan kondisi yang mengkhawatirkan tentang pembatasan kebebasan sipil dan penegakan hukum yang cenderung diskriminatif akhir-akhir ini.
“Perlu refleksi serius terhadap hal tersebut,” ujar Prof Imron dalam Webinar Nasional Moya Institute, Kamis (11/1).
Selanjutnya, kata Imron, kasus korupsi juga semakin merajalela.
Kasus-kasus besar seperti skandal korupsi yang melibatkan pejabat tinggi negara telah menjadi berita utama, menandakan bahwa korupsi masih tetap menjadi masalah besar.
Apalagi, kata dia, pertumbuhan ekonomi stagnan pada kisaran 5 persen, yang menyulitkan Indonesia keluar dari ‘middle-income trap’.
Menurut Imron, integritas pemilu dan regresi demokrasi menjadi topik pembahasan penting di masyarakat luas.
Persepsi publik terhadap peluang kecurangan yang mungkin terjadi semakin berkembang, yang dapat mengikis kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi dan mengancam legitimasi pemerintahan.
Menurut Prof Imron, kekhawatiran yang sama juga dideteksi oleh dunia internasional, seperti tercermin pada artikel-artikel yang diterbitkan oleh The New York Times, The Guardian, dan The West Australian beberapa hari belakangan ini.
“Pelolosan Gibran Rakabuming Raka oleh MK dalam kontestasi politik, dipandang banyak pihak mencederai semangat konstitusi,” kata Prof Imron.
Menjawab pertanyaan siapa kandidat yang akan mampu membawa Indonesia menggapai Indonesia Emas 2045, Prof. Imron menegaskan, capres yang tepat adalah yang tidak punya rekam jejak pelanggaran HAM berat dan yang memanfaatkan isu primordial untuk mencapai tujuan politik.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting, Sirojudin Abbas mencurigai pemberian bansos untuk tujuan politik kepentingan Pemilu 2024.
Di sisi lain, Sirojudin berpendapat, pengucuran bansos dilakukan karena Presiden menyadari bahwa kepuasan terhadap kinerjanya tidak baik pada beberapa aspek.
Misalnya, rendahnya penciptaan lapangan kerja dan masih jauhnya penurunan angka kemiskinan, serta akses terhadap sektor kesehatan.
Mengenai kandidat capres ideal, Sirojudin mengatakan masyarakat perlu melihat dari tiga pasangan calon itu, mana calon yang paling kecil risikonya bagi bangsa Indonesia.
“Ganjar dan Mahfud relatif tidak punya catatan yang signifikan. Lebih logis pilihan disandarkan pada Pak Ganjar dan Pak Mahfud, ketimbang calon yang lainnya,” ungkap Sirojuddin.
Ekonom asal Muhammadiyah Mukhaer Pakkanna berpendapat, dalam bidang ekonomi, keadilan sulit tegak karena adanya sikap intoleransi ekonomi pemilik modal raksasa yang secara populasi jumlahnya minoritas terhadap populasi mayoritas yang secara ekonomi berjumlah minoritas.
Mukhaer juga menyebut istilah ‘dwifungsi oligarki’, yaitu kawinnya politik dan bisnis.
“Mereka yang memiliki kekuatan ekonomi akibat akumulasi modal di tangan segelintir orang yang justru minoritas secara populasi, harus sadar terhadap bahayanya eksplosi atau ledakan sosial jika ketidakadilan dan ketimpangan kekuatan ekonomi ini tidak terdistribusi dengan baik,” kata Mukhaer.
Di samping itu, terdeteksi kegagalan pemerintah untuk menaikkan tingkat pendidikan SDM Indonesia yang mayoritas hanya lulusan SMP.
Oleh karena itu, ujar Mukhaer, tidak heran industri yang berkembang hanya industri ekstraktif, yang lebih menggunakan otot daripada otak.