Siapa Sangka Anak yang Dulunya Penjaga Kasir, Kini Dua Kali Jadi Wakil Presiden RI
Siapa Sangka Anak yang Dulunya Penjaga Kasir, Kini Dua Kali Jadi Wakil Presiden RI
Berbekal percaya diri besar, pria ini telah mengarungi getirnya dunia usaha
Siapa Sangka Anak yang Dulunya Penjaga Kasir, Kini Dua Kali Jadi Wakil Presiden RI
Sebagai politikus senior, sosok Wakil Presiden (Wapres) RI ke-10 dan ke-12, Muhammad Jusuf Kalla sangat terngiang di telinga masyarakat Indonesia. Pria yang lahir di Watampone, Sulawesi Selatan ini ternyata pernah mengeyam dunia perdagangan, kerap kali diminta untuk menjaga kasir.
Lelaki kecil, berbekal percaya diri besar ini telah mengarungi getirnya dunia usaha selagi masih belia, ketika sang ayah, Haji Kalla, pengusaha kenamaan Watampone Sulawesi Selatan menyuruh sang anak untuk menjaga kios bernama 'Sederhana' di Jalan Wajo, Watampone.
'Sederhana', sesuai namanya yang sederhana itu menjual beragam tekstil plus barang kelontong yang terkenal ramai pengunjung.
"Saya sering diminta menjaga kasir," ujar Jusuf Kalla, dikutip dari Buku Petarung Politik Profil Capres-cawapres RI Potensial 2014, Tim Divaro dan Yugha.
Bak pinang di belah dua, Haji Kalla sering mengajak 'putra mahkota'-nya bertemu dengan berbagai para tauke atau tuan pemilik toko dan tekstil seantero Ujungpandang, sekarang Makassar.
Sang ayah memang piawai menjalin hubungan baik antara para tauke, barang-barangnya laku keras di tangan sang maestro dagang Haji Kalla. Sifat itu yang menurun ke Jusuf Kalla muda.
"Pelanggan dari luar daerah sering dijamu makan siang," kenang Jusuf Kalla soal cara sang ayah ketika menjamu rekannya.
Ketika beranjak dewasa, Jusuf Kalla bermetamorfosis menjadi pribadi yang kompleks dengan segudang pengalaman. Meskipun kariernya dimulai dari jalur perniagaan, tak menyurutkan semangat Jusuf Kalla untuk mengeksplorasi ranah lain, sebut saja politik dan kemanusiaan.
Di masa organisasi, Jusuf Kalla diamanahkan sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Makassar 1965-1966, di tahun yang sama ia menjadi Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Hasanuddin 1965-1966, serta Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tahun 1967-1969.
Meskipun demikian, ia tetap melanjutkan profesi perniagaannya, terbukti pada tahun 1968, saat usianya 26 tahun, Jusuf Kalla telah 'pecah telur' menjadi CEO dari NV Hadji Kalla. Di bawah kepemimpinannya, NV Hadji Kalla berkembang pesat dari yang hanya bisnis ekspor-impor, merambah ke sektor perhotelan, konstruksi, penjualan kendaraan, perkapalan, peternakan udang, hingga telekomunikasi.
Kekhasan berdagangnya juga terbawa saat dirinya memimpin negeri ini. Jusuf Kalla sangat peduli pada detail.
Semasa menjabat Wapres, Jusuf Kalla selalu menghiasi papan tulis putih berukuran satu meter x 80 cm dengan oret-oretan taktis penting. Dinding kerjanya juga dipenuhi post it yang berisikan nama menteri dan pejabat yang program kerjanya belum selesai.
Mengingat sebelumnya, sang ayah adalah sosok penting bagi keberlangsungan hidup Jusuf Kalla. Terpancar, ketika tsunami Nangroe Aceh Darussalam 26 Desember 2004 silam, Jusuf Kalla bergerak cepat.
Esoknya, dia langsung bertolak ke titik bencana dan langsung memimpin rapat darurat di Pendopo Gubernur Aceh.
"Orang jadi tidak bisa membohongi saya," sebut Jusuf Kalla.
Reporter magang: Fandra Hardiyon