Susul Poltracking, Lembaga Survei Adi Prayitno PPI dan Voxpol Center Keluar dari Persepi
PPI mengumumkan pengunduran diri dari Persepi. Namun, tidak dijelaskan secara rinci apakah keputusan ini berkaitan dengan sanksi kepada Poltracking.
Lembaga penelitian Poltracking Indonesia telah mengumumkan keputusannya untuk keluar dari Persepi (Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia) setelah menerima sanksi terkait survei Pilkada Jakarta 2024 pada hari Senin, 4 November 2024. Setelah Poltracking, Lembaga Parameter Politik Indonesia (PPI) juga menyatakan keluar dari Persepi.
Dalam surat pernyataan pengunduran diri PPI yang beredar di kalangan jurnalis, PPI menyebutkan bahwa keputusan tersebut diambil secara sukarela. Namun, tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai apakah pengunduran diri PPI berkaitan dengan konflik terkait putusan Persepi yang memberikan sanksi kepada Poltracking akibat perbedaan hasil survei dengan LSI.
"Kami sampaikan bahwa Parameter Politik Indonesia menyatakan diri mundur dan keluar secara sukarela dari keanggotaan Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi)," demikian kutipan dari surat yang ditandatangani oleh Direktur Parameter Politik Indonesia, Sadam Husen Falahuddin, pada Rabu, 6 November 2024.
Alasan yang diberikan adalah adanya restrukturisasi dalam kepengurusan PPI, serta evaluasi dan konsolidasi internal mengenai arah kebijakan PPI ke depan. Saat dikonfirmasi, peneliti senior PPI, Adi Prayitno, mengonfirmasi pengunduran diri tersebut.
"Iya mundur karena alasan internal PPI," ungkapnya saat dihubungi.
Adi juga menegaskan bahwa keputusan PPI untuk mundur tidak ada hubungannya dengan perselisihan yang terjadi antara Persepi dan Poltracking Indonesia.
"Enggak ada urusannya dengan sengketa lembaga lain. Murni alasan internal organisasi," tambahnya.
Selain PPI, beredar pula surat yang menyatakan bahwa lembaga Voxpol Center Research and Consulting juga keluar dari keanggotaan Persepi.
"Melalui surat ini, kami Voxpol Center Research and Consulting menyatakan keluar dari keanggotaan Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi)," demikian isi surat tersebut.
Namun, hingga berita ini diturunkan, Voxpol belum memberikan konfirmasi mengenai keputusan mundur tersebut.
Poltracking Mundur dari Persepi
Mundurnya Poltracking Indonesia dari keanggotaan Persepi terjadi setelah Dewan Etik Persepi memberikan sanksi terkait perbedaan hasil survei yang dilakukan oleh Poltracking dan Lembaga Survei Indonesia (LSI).
"Sejak hari ini kami telah memutuskan keluar dari keanggotaan Persepi. Kami keluar dari Persepi bukan karena melanggar etik," ungkap Direktur Poltracking Indonesia, Masduri Amrawi, dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (5/11).
Masduri menganggap bahwa keputusan Dewan Etik Persepi tidak adil dalam menangani perbedaan hasil survei antara LSI dan Poltracking. Dalam rilis yang dikeluarkan oleh Persepi, dijelaskan bahwa pemeriksaan metode dan implementasi LSI dapat dianalisis dengan baik, tetapi tidak ada penjelasan mengenai bagaimana dan mengapa analisis tersebut dapat dilakukan.
"Lebih jauh lagi, hasil analisis tersebut juga tidak disampaikan ke publik. Bagi kami, informasi ini penting untuk disampaikan, namun Dewan Etik Persepi tidak melakukannya," tegas Masduri.
Dalam penjelasannya, Masduri menambahkan bahwa pihaknya telah memenuhi semua permintaan dari Persepi, termasuk menghadiri dua undangan yang digelar di Hotel Aston Priority, Jalan TB. Simatupang, Jakarta Selatan. Ia menjelaskan bahwa pada pertemuan pertama yang berlangsung pada 28 Oktober 2024, hanya satu Anggota Dewan Etik yang hadir, dan sempat ada upaya untuk menunda pertemuan karena dua Anggota Dewan Etik tidak hadir. Namun, pertemuan tetap dilanjutkan.
Pada Sabtu, 2 November 2024, Poltracking diminta untuk hadir kembali secara mendadak tanpa undangan resmi untuk memberikan keterangan lanjutan melalui zoom meeting pada hari yang sama. "Sidang berakhir agak bersitegang, karena perbedaan cara pandang mengenai penggantian PSU dan usaha peneliti lapangan kami mendapatkan data jumlah RT dan KK," jelasnya.
Persepsi Dianggap Tidak Adil
Dalam penjelasannya, Masduri menyatakan bahwa sebagai sebuah asosiasi, dewan etik Persepi seharusnya bersikap objektif dan tidak memihak. Mereka harus memposisikan semua anggota Persepi dengan setara.
Dalam konteks perbedaan hasil survei Pilkada Jakarta, terdapat tiga survei yang dilakukan oleh anggota Persepi dalam waktu yang hampir bersamaan, yaitu Poltracking Indonesia (10-16 Oktober 2024), Lembaga Survei Indonesia (LSI) (10-17 Oktober 2024), dan Parameter Politik Indonesia (PPI) (21-25 Oktober 2024).
Masduri juga mempertanyakan perbedaan hasil survei antara LSI dan PPI. Namun, Persepi terkesan memilih-milih dan tidak memanggil PPI atau membawa masalah ini ke Dewan Etik.
"Padahal periode survei LSI dan PPI hanya berjarak 4 hari. Kenapa Persepi hanya memanggil Poltracking dan LSI? Dan sudah mengambil keputusan. Sementara PPI tidak ikut disidang sebagaimana Poltracking dan LSI. Padahal hasil survei PPI mirip dengan survei Poltracking. Mestinya semua disidang untuk dilihat secara adil siapa yang bermasalah di dalam survei ini," ungkapnya.
Oleh karena itu, pihaknya merasa keputusan dewan etik tidak adil, karena proses pemeriksaan terhadap Poltracking dan LSI tidak proporsional dan akuntabel.
"Poltracking sudah melaksanakan semua Standar Operasional Prosedur (SOP) survei guna menjaga kualitas data. Hal tersebut sudah kami paparkan dan jelaskan kepada dewan etik," tuturnya.