TKN Soal Kubu 01 dan 03 Jalin Komunikasi: Ada Nuansa Playing Victim Merasa Dizalimi
TKN menghimbau agar semua pihak tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan dalam pilpres ini.
Para calon harus tetap berlapang dada dalam melihat dinamika politik yang ada.
TKN Soal Kubu 01 dan 03 Jalin Komunikasi: Ada Nuansa Playing Victim Merasa Dizalimi
Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Saleh Daulay menilai adanya komunikasi dari kubu paslon 01 dan 03 terkesan seperti playing victim karena merasa dizalimi. Menurutnya, ada nuansa untuk saling mengalahkan paslon 02 secara bersama-sama.
Menurutnya, seluruh paslon sudah sepantasnya saling membangun komunikasi dan membuka segala kemungkinan yang ada. Namun, para calon harus tetap berlapang dada dalam melihat dinamika politik yang ada.
"Tidak ada larangan untuk berkomunikasi. Bahkan sangat dianjurkan. Namun, jangan seolah-olah komunikasi itu hanya 01 dan 03. Nadanya tidak baik. Karena ada nuansa dan kesan playing victim, merasa dizalimi. Atau, menggagas untuk mengalahkan 02 secara bersama-sama. Padahal, semua paslon sedang berkompetisi," kata Saleh kepada merdeka.com, Selasa (2/1).
Saleh menyatakan, bahwa pilpres adalah sarana kontestasi untuk kemenangan bersama dan bukan untuk kemenangan pribadi, kelompok, atau partai-partai politik. Oleh Karena itu, kohesivitas sosial harus tetap dijalin dengan baik.
"Toh, siapa pun pemenangnya, setelah pilpres kita harus bersatu untuk melanjutkan pembangunan bangsa dan negara," ucap Ketua DPP PAN ini.
Saleh menegaskan, tidak ada arahan sedikit pun dari TKN untuk membenci paslon lain. Menurutnya, selama kampanye tidak ada jejak digital dari TKN menjelekkan paslon lain.
"Yang ada, TKN mengupayakan sosialisasi massif terhadap visi-misi dan program pembangunan kepada masyarakat. Ini adalah tawaran konkrit yang bisa dievaluasi dan dinilai masyarakat," ucapnya.
Dalam konteks itu, Saleh melanjutkan, TKN menghimbau agar semua pihak tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan dalam pilpres ini. Dia menyebut, apa pun yang ditawarkan paslon, biarkan masyarakat yang menilai.
"Tidak perlu saling menjelekkan. Tidak perlu saling mencari kesalahan. Pilpres dan pileg harus teduh, tertib, dan damai. Semua pihak berkewajiban agar proses pergantian kepemimpinan nasional berjalan dengan lancar dan bermartabat," jelasnya.
Sementara itu, politikus PDIP Aria Bima mengaku, jika pihaknya membangun komunikasi dengan kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar alias Cak Imin (AMIN). Komunikasi tersebut terbangun karena pihaknya dengan AMIN yakin Pilpres 2024 berjalan dua putaran.
"Putaran kedua saling dinamis, masih sangat dinamis. Saya kira, untuk melihat putaran kedua, itu yang kami yakini dengan 01. Karena 02 terlalu yakin 1 putaran. Kami dengan 01 tidak yakin 1 putaran, pasti 2 putaran," kata Aria Bima, saat ditemui di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta, Senin (1/1).
Dia menjelaskan saat ini berbagai pihak tengah membangun sebuah opini agar Pilpres 2024 berjalan satu putaran melalui lembaga survei. Oleh karena itu, pihak paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD membangun komunikasi dengan paslon nomor urut 1.
"Iya (komunikasi) Kita tanya, lu percaya satu putaran? Enggak. Nah lu enggak, gue enggak. Gitu aja. Karena gini lho, ini kan ada opini publik, dibangun lewat survei, kemudian diglorifikasi satu putaran, kemudian survei yang harusnya memotret realitas tapi ini menggiring realitas opini yang ada," kata Aria Bima.
"Jadi ada desain lembaga survei seolah-olah jadi satu putaran. Jangan sampai kami dengan 01 menjadi panik," sambungnya.
Saat ditanya, apakah antara pihak 03 dengan 01 sudah ada kesepakatan, Aria Bima enggan menjawab secara detail. Dia hanya menegaskan, bahwa keduanya tengah fokus memaksimalkan kampanye untuk meraih kemenangan.
"Enggak ada. Kita masih jalan. Deal gimana? Lha kalo dia yang menang gimana? Kalo saya yang menang gimana? Enggak ada. Kita ingin dua putaran. Jadi jangan sampai ada upaya menggiring opini lewat survei satu putaran," tegas Aria.
"Seolah-olah itu demokratis. Sementara aspek di dalam implementasi satu putaran itu adalah kerja aparat. Ini yang bahaya. Kami sepakat, jangan sampai oknum aparat dipakai untuk memobilisasi dukungan dengan pembenaran prakondisinya adalah lembaga survei," pungkas Aria Bima.