Apa yang Dilakukan oleh Astronot ketika Mereka sedang Sakit di Luar Angkasa?
Astronot, meski terlatih dan sehat, tetap berisiko sakit di luar angkasa. Bagaimana mereka mengatasi masalah kesehatan ini?

Astronot merupakan salah satu individu yang paling sehat dan bugar di dunia. Mereka melalui proses pelatihan yang ketat, pemeriksaan kesehatan yang mendalam, dan karantina sebelum diizinkan terbang ke luar angkasa. Namun, meskipun semua langkah pencegahan tersebut, mereka tetap terkadang mengalami sakit. Misalnya, seperti dilansir dari Mental Floss, astronot Apollo 13, Fred Haise, harus menghadapi infeksi ginjal yang menyakitkan selama misi yang dikenal dengan ungkapan, "Houston, kami memiliki masalah."
Selain itu, mantan astronot Jake Garn mengalami sakit gerak yang parah selama misi tahun 1985 di Discovery, sehingga kini tingkat mual astronot dinilai menggunakan Skala Garn. Dengan jadwal misi luar angkasa yang ketat dan telah direncanakan jauh-jauh hari, astronot yang sakit tidak dapat sekadar turun ke Bumi untuk menemui dokter.
Tetapi ketika astronot jatuh sakit, mereka tidak perlu khawatir. NASA dan badan antariksa lainnya yang memiliki misi di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) telah mempersiapkan berbagai langkah untuk mengatasi masalah kesehatan ini. Berikut adalah beberapa cara yang dilakukan oleh astronot ketika mereka mengalami sakit di luar angkasa.
Dalam lingkungan luar angkasa yang unik, berbagai kondisi kesehatan dapat muncul. Astronot harus siap menghadapi berbagai penyakit yang dapat mempengaruhi kesehatan mereka selama misi. Berikut adalah beberapa kategori utama yang perlu diperhatikan.
1. Sakit Adaptasi Ruang Angkasa
Ketika berada di lingkungan tanpa gravitasi, banyak fungsi tubuh yang berubah. Salah satu efeknya adalah cairan di dalam tubuh mengapung, yang membingungkan telinga bagian dalam dan membuat organ tersebut tidak dapat membedakan arah atas dan bawah. Hal ini menyebabkan sindrom adaptasi ruang angkasa (SAS), penyakit umum yang mirip dengan mabuk laut di luar angkasa. Menurut laporan, 67 hingga 75 persen astronot mengalami sakit gerak ini.
Proses penyesuaian tubuh terhadap kondisi tanpa gravitasi biasanya memakan waktu beberapa hari. Selama periode ini, astronot dapat mengalami gejala mulai dari sakit kepala hingga muntah. Meskipun tampak mengerikan untuk menghadapi muntah, NASA memiliki sistem khusus: Astronot membawa kantong muntah dengan tisu wajah terpasang dan segel Ziploc yang bisa digunakan saat peluncuran atau di orbit jika mereka merasa mual. Setelah digunakan, kantong tersebut dibuang ke tempat sampah.
2. Pilek dan Flu
Karena astronot menjalani karantina sebelum penerbangan luar angkasa, kemungkinan terpapar patogen di luar angkasa sangat jarang. Namun, jika seorang astronot mengalami pilek, mereka bisa mengharapkan pilek yang lebih parah dibandingkan di Bumi.
Sinus tidak dapat mengalir dengan baik di dalam gravitasi mikro, sehingga astronot yang mengalami hidung tersumbat merasa lebih tidak nyaman dibandingkan saat di Bumi. Lebih parahnya lagi, kuman tampaknya berkembang biak dengan baik di lingkungan tanpa bobot—patogen dapat mengembangkan "dinding sel yang lebih tebal, ketahanan yang lebih besar terhadap agen antimikroba, dan kemampuan lebih besar untuk membentuk biofilm yang menempel pada permukaan," menurut TIME.
Untungnya, pilek dan bahkan flu cenderung sembuh dengan sendirinya di luar angkasa, jadi yang perlu dilakukan oleh astronot adalah bersabar dan menunggu hingga gejala mereda.

3. Memar, Luka, dan Cedera Kecil Lainnya
Astronot yang melayang di dalam pesawat luar angkasa sering kali mengalami benturan dengan benda-benda, yang dapat menyebabkan cedera. Ketika mereka ingin memeriksa luka, goresan, atau kondisi lain, mereka akan menghubungi dokter di Bumi yang akan memberikan saran tentang apa yang harus dilakukan.
"Kami menerima panggilan untuk memar, luka kecil, atau goresan," kata Shannan Moynihan, wakil kepala petugas medis di NASA Johnson Space Center, dalam sebuah konferensi teknologi kesehatan pada Maret 2018. "Skenario tipikal mungkin melibatkan seorang pemula, seseorang yang baru saja tiba di sana, mencoba meluncur melalui sebuah lubang dan tidak berhasil. Jadi kami menerima panggilan untuk sedikit benturan di dahi dan membantu mereka mencari cara untuk merawatnya.
"Seorang dokter di Bumi dapat membimbing astronot untuk menggunakan dan membaca mesin ultrasound yang dimodifikasi di ISS, atau memberikan pelatihan tambahan dalam menanggapi kondisi medis tertentu yang terjadi di pesawat. Para petugas telah membantu astronot dengan sindrom neuro-okular terkait penerbangan luar angkasa, kondisi di mana astronot ISS mengalami perubahan visual dan struktural di mata mereka selama misi luar angkasa. Mereka kemudian dilatih untuk melakukan serangkaian tes mata pada diri mereka sendiri.
4. Evakuasi dan Bedah
Jika ada sesuatu yang terlalu serius untuk ditangani di pesawat, astronot biasanya bisa kembali ke Bumi menggunakan pesawat Soyuz yang membawa mereka ke luar angkasa—ada satu yang terhubung di ISS sebagai langkah darurat. Evakuasi medis hanya terjadi sekali, yaitu pada tahun 1986, ketika seorang kosmonot Soviet bernama Vladimir Vasyutin harus meninggalkan Laboratorium Orbital Salyut-7 karena infeksi prostat.
Dalam kasus keadaan darurat medis yang sesungguhnya—yang memerlukan pembedahan—evakuasi ke Bumi saat ini adalah satu-satunya cara bagi astronot untuk mendapatkan perawatan komprehensif. Pembedahan pada manusia di lingkungan mikrogravitasi belum pernah dilakukan, meskipun ahli bedah telah berlatih pada hewan di luar angkasa.
Seiring perjalanan luar angkasa menjadi tersedia secara komersial, mungkin suatu hari akan diperlukan ruang operasi berbasis luar angkasa, dan teknologi sedang dikembangkan untuk mempermudah dan membersihkan pembedahan yang mungkin dilakukan. Para ilmuwan telah menguji perangkat yang disebut sistem pembedahan perendaman air (AISS), sebuah kubah berisi saline yang, ketika ditempatkan di atas luka, dapat menjaga darah dan cairan tubuh tetap di tempatnya.
5. Tantangan Kesehatan Jangka Panjang
Seiring umat manusia menjelajahi lebih dalam ke luar angkasa, teknologi medis harus menjadi lebih canggih. Perwakilan NASA, Stephanie Schierholz, mengatakan kepada Mental Floss pada tahun 2018, "NASA secara khusus memperhatikan lima bahaya perjalanan luar angkasa: radiasi luar angkasa, isolasi dan penguncian, jarak dari Bumi, medan gravitasi (atau kekurangannya), dan lingkungan tertutup/berbahaya yang menimbulkan risiko terbesar bagi pikiran dan tubuh manusia di luar angkasa."
Saat ini, NASA sedang mengerjakan beberapa proyek penelitian dan pengembangan untuk mengatasi bahaya yang ditimbulkan oleh perjalanan luar angkasa yang dalam, termasuk kedokteran gigi tanpa bor dan penutupan luka darurat, yang harus dapat digunakan oleh astronot tanpa pelatihan medis atau gigi formal. Dan karena tidak semua potensi penyakit bersifat fisik, proyek simulasi pemukiman Mars membantu peneliti memahami apa dampak psikologis, emosional, dan sosial dari isolasi jangka panjang terhadap astronot.