Banyak Pria Baru Jadi Ayah di Usia 50 Tahun, Ketahui Apa Dampaknya pada Anak
Semakin banyak pria yang menjadi ayah di usia yang lebih tua, hal ini menimbulkan dampak pada anak.
Menjadi ayah di usia 50 tahun atau lebih kini semakin sering terjadi, meskipun tidak banyak yang menyadari dampak signifikan dari keputusan ini terhadap kesehatan anak. Meskipun kesuburan perempuan sering menjadi perhatian utama dalam diskusi tentang usia dan keluarga, dampak dari usia ayah yang lanjut juga patut dipertimbangkan.
Dilansir dari Science Alert, sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa jumlah pria yang menjadi ayah di usia 50 tahun atau lebih terus meningkat di Amerika Serikat. Peningkatan ini menimbulkan kekhawatiran tentang risiko kesehatan yang mungkin dihadapi oleh anak-anak yang lahir dari ayah yang lebih tua.
-
Apa dampak menjadi ayah terhadap kesehatan pria? Penelitian ini merupakan studi longitudinal multi-etnis pertama di Amerika Serikat yang mengamati hubungan antara peran sebagai ayah dan kesehatan kardiovaskular. Menurut temuan penelitian, ayah cenderung memiliki kesehatan jantung yang lebih buruk dibandingkan pria yang tidak memiliki anak.
-
Apa itu kesuburan pria? Kesuburan pada pria mengacu pada kemampuan sistem reproduksi pria untuk menghasilkan sperma yang berkualitas dan kemampuan sperma tersebut untuk membuahi sel telur wanita.
-
Apa dampak polusi udara pada kesuburan pria? Penelitian ini menemukan bahwa pria yang terpapar polusi udara dengan tingkat partikel halus (PM2.5) 1,6 kali lebih tinggi dari rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memiliki risiko infertilitas 24% lebih besar.
-
Siapa yang terkena dampak krisis kesuburan pria? Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini mengungkapkan bahwa infertilitas telah menjadi masalah global yang memengaruhi sekitar satu dari enam pasangan di seluruh dunia.
-
Bagaimana polusi udara mempengaruhi kesuburan pria? Partikel-partikel berbahaya dari udara yang tercemar dapat masuk ke aliran darah dan mencapai organ reproduksi, merusak sperma dan mengganggu keseimbangan hormon.
-
Apa penyebab krisis kesuburan pria? Banyak faktor yang dapat menyebabkan infertilitas pada pria, tetapi yang semakin diperhatikan adalah peran pencemaran lingkungan.
"Kondisi sosioekonomi dan demografis terbaru telah mengubah timeline untuk membangun keluarga di AS, dengan banyak pasangan semakin menunda menjadi orang tua," demikian yang diungkapkan oleh peneliti dari Universitas Stanford, Albert Ha, dan rekan-rekannya.
Alasan di balik tren ini belum sepenuhnya dipahami. Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa hal ini mungkin terkait dengan berkurangnya kekhawatiran mengenai "jam biologis" pria, serta keinginan untuk mencapai stabilitas finansial dan pendidikan sebelum memulai keluarga.
"Norma gender yang terus berkembang, yang mempromosikan keterlibatan orang tua secara aktif sambil tetap menekankan peran tradisional seperti pencari nafkah pria, juga memainkan peran penting dalam tren ini," tambah para peneliti.
Namun, di tengah fokus yang biasanya lebih banyak diberikan pada ibu, peneliti mengkhawatirkan bahwa kesadaran publik terhadap risiko yang "moderat tetapi signifikan" dari usia ayah yang lanjut masih kurang. Studi pada tahun 2018 yang menganalisis lebih dari 40 juta kelahiran di AS dari tahun 2007 hingga 2016 menunjukkan bahwa bayi yang lahir dari ayah berusia lebih dari 35 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan, seperti berat badan lahir rendah, kejang, dan masalah pernapasan segera setelah lahir. Semakin tua usia sang ayah, semakin besar risikonya.
Misalnya, bagi pria yang berusia 45 tahun atau lebih, anak mereka memiliki 14 persen lebih mungkin untuk lahir prematur, dan bagi pria berusia 50 tahun atau lebih, risikonya meningkat hingga 28 persen anak mereka harus dirawat di unit perawatan intensif neonatal.
Penelitian terbaru oleh Ha dan rekan-rekannya, yang menganalisis lebih dari 46 juta kelahiran hidup di AS dari tahun 2011 hingga 2022, menemukan bahwa rata-rata usia ayah meningkat dari 30,8 tahun pada 2011 menjadi 32,1 tahun pada 2022.
Persentase kelahiran yang melibatkan ayah berusia 50 tahun atau lebih juga meningkat dari 1,1 persen pada 2011 menjadi 1,3 persen pada 2022. Ini mungkin tampak sebagai peningkatan kecil, tetapi dampaknya cukup signifikan.
Lebih lanjut, penelitian ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan 10 tahun dalam usia ayah berkorelasi dengan peningkatan penggunaan teknologi reproduksi berbantu (ART) serta meningkatnya risiko kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah dibandingkan dengan ayah yang berusia 30 hingga 39 tahun.
"Usia ayah juga memengaruhi kesuburan, jalannya kehamilan, dan kesehatan anak," tulis para peneliti. Kondisi terkait usia seperti disfungsi ereksi dan hipogonadisme dapat mengganggu kesuburan pria, sementara usia lanjut juga dikaitkan dengan penurunan volume sperma, motilitas, dan morfologi.
Penurunan kualitas sperma pada pria yang lebih tua berarti bahwa sperma lebih rentan terhadap fragmentasi DNA, jumlah kromosom yang abnormal, mutasi baru, dan perubahan epigenetik.
"Secara keseluruhan, akumulasi perubahan pada pria yang lebih tua dapat meningkatkan risiko kondisi seperti autisme, kanker anak, akondroplasia, dan skizofrenia; mengurangi kemungkinan keberhasilan ART; dan meningkatkan risiko komplikasi perinatal," tambah mereka.
Meskipun tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam rasio jenis kelamin bayi berdasarkan usia ayah, kecuali pada ayah yang berusia 70 tahun atau lebih, di mana mereka lebih mungkin memiliki bayi perempuan.
Pada akhirnya, penelitian ini menyoroti perlunya kesadaran yang lebih baik tentang risiko menjadi ayah di usia lanjut, serta penyelidikan lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mendorong pergeseran sosial ini. Semakin banyaknya pria yang menunda menjadi ayah hingga usia yang lebih tua mungkin memberikan stabilitas finansial yang lebih baik bagi keluarga mereka, tetapi perlu diingat bahwa keputusan ini juga membawa konsekuensi kesehatan yang penting bagi generasi mendatang.