Stimulasi Otak Dalam, Terobosan Baru untuk Penderita Distonia dan Sindrom Tourette
Bagi individu dengan gangguan gerak yang parah dan tidak menunjukkan perbaikan melalui terapi konvensional.

Deep Brain Stimulation (DBS) merupakan prosedur medis yang digunakan untuk mengobati gangguan gerak seperti distonia dan sindrom Tourette yang memiliki tingkat keparahan yang signifikan. Menurut Rocksy Fransisca V. Situmeang, seorang dokter spesialis neurologi di RS Siloam Lippo Village, distonia adalah gangguan neurologis yang ditandai oleh kekakuan otot yang berkepanjangan dan tidak dapat dikendalikan. Kondisi ini seringkali menyebabkan gerakan berulang dan postur tubuh yang abnormal, serta menimbulkan rasa nyeri yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
"Sementara sindrom Tourette merupakan gangguan neurologis yang kompleks, ditandai dengan munculnya tics, yaitu gerakan otot yang tidak disadari," ungkap Rocksy dalam keterangan pers yang dikutip pada Senin (17/3/2025). Tics ini dapat bervariasi, mulai dari kedutan pada wajah, otot sekitar mata dan pipi (motor tics), hingga suara-suara yang tidak disengaja seperti berdehem atau bahkan teriakan mendadak yang tidak dapat dikontrol (vocal tics).
Untuk mengatasi distonia dan sindrom Tourette, terapi awal umumnya meliputi kombinasi penggunaan obat-obatan dan terapi fisik. Obat-obatan ini bertujuan untuk mengurangi nyeri serta mengendalikan kontraksi otot yang tidak teratur. Di sisi lain, fisioterapi berfungsi untuk membantu pasien dalam memperbaiki postur tubuh dan meningkatkan kontrol terhadap gerakan mereka.
Dalam kasus sindrom Tourette, terapi psikologis juga sering diperlukan karena gangguan ini berkaitan erat dengan faktor kecemasan dan masalah psikologis lainnya, seperti OCD (Obsessive Compulsive Disorder) atau ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Konseling dan terapi perilaku kognitif dapat membantu pasien dalam mengatasi dampak psikologis dari kondisi yang mereka alami, dilansir Merdeka.com dari berbagai sumber pada, Senin(12/3/2025).
Pengidap Gangguan Gerak dengan Kondisi Berat Memerlukan Perhatian Khusus

Bagi mereka yang mengalami gangguan gerak dengan tingkat keparahan yang signifikan dan tidak menunjukkan perbaikan melalui terapi konvensional, Deep Brain Stimulation (DBS) bisa menjadi alternatif yang layak. Proses ini melibatkan penanaman elektroda di dalam otak yang memberikan stimulasi listrik pada area yang bertanggung jawab atas pengaturan gerakan, sehingga dapat mengurangi gejala secara drastis.
Dokter spesialis bedah saraf di RS Siloam Lippo Village, Made Agus Mahendra Inggas, menjelaskan bahwa prosedur DBS hanya diperuntukkan bagi pasien yang memenuhi kriteria tertentu. "DBS direkomendasikan bagi pasien dengan tingkat keparahan yang tinggi, terutama yang mengalami distonia umum (general) atau sindrom Tourette berat," ungkap Made Agus dalam pernyataannya. Sebelum menjalani prosedur, pasien harus melalui evaluasi yang melibatkan diskusi antara dokter spesialis saraf dan bedah saraf serta keluarga pasien untuk menentukan apakah DBS adalah pilihan yang paling tepat.
Selain itu, pasien juga diwajibkan menjalani serangkaian pemeriksaan neurologis dan psikologis guna memastikan tidak ada kontraindikasi medis yang dapat menghambat pelaksanaan operasi. Proses ini penting untuk menjamin keselamatan dan keberhasilan prosedur DBS dalam membantu mengatasi gangguan gerak yang dialami oleh pasien.
Keunggulan dari Tindakan DBS

Pendekatan Multidisiplin
Tim medis di RS Siloam Lippo Village terdiri dari berbagai spesialis, termasuk dokter bedah saraf, neurologi, anestesi, rehabilitasi medis, dan psikolog. Mereka berkolaborasi dalam merencanakan dan melaksanakan prosedur DBS, sehingga menghasilkan pendekatan yang holistik dan terintegrasi.
Fasilitas Medis Terkini
Rumah sakit ini memiliki peralatan medis modern, seperti MRI 3 Tesla dan sistem pemetaan otak yang sangat presisi. Dengan teknologi ini, RS Siloam Lippo Village berupaya memastikan bahwa setiap prosedur dilakukan dengan akurasi yang tinggi.
Pengalaman dan Keahlian
Tim dokter di rumah sakit ini memiliki pengalaman luas dalam menangani prosedur DBS untuk berbagai gangguan neurologis, seperti distonia dan sindrom Tourette. Keahlian mereka memastikan bahwa pasien mendapatkan perawatan yang sesuai dengan kondisi masing-masing.
Layanan Pascaoperasi yang Optimal
Setelah menjalani prosedur, pasien akan mendapatkan pemantauan yang intensif serta evaluasi berkala. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa terapi yang diberikan efektif dan dapat menyesuaikan parameter stimulasi sesuai kebutuhan pasien.
Langkah Prosedur DBS
Diagnosis dan Evaluasi
Proses dimulai dengan pemeriksaan MRI untuk memastikan tidak adanya kelainan lain di otak, seperti tumor atau riwayat stroke. Selain itu, pasien juga akan menjalani serangkaian tes psikologis dan neurologis untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi mereka.
Persiapan
Sebelum melakukan tindakan, pasien diwajibkan untuk mencukur rambutnya guna mengurangi risiko infeksi. Selanjutnya, head frame akan dipasang di kepala pasien untuk menentukan titik stimulasi yang tepat di otak. Setelah itu, dilakukan CT scan yang dikombinasikan dengan hasil MRI untuk memastikan lokasi pemasangan elektroda secara akurat.
Tindakan Pemasangan
Elektroda DBS akan dipasang pada area target di otak, yaitu globus pallidus internus (GPI) bagi penderita distonia atau thalamus medial untuk sindrom Tourette. Selama proses operasi, pasien tetap dalam keadaan sadar agar dokter dapat langsung mengevaluasi efek dari stimulasi yang diberikan.
Pasca Tindakan
Setelah tindakan, pasien akan menjalani perawatan inap selama 3-5 hari untuk pemantauan kondisi kesehatan mereka. DBS akan diaktifkan dua minggu setelah pemasangan untuk memastikan bahwa hasil yang diperoleh optimal.
Tingkat Keberhasilan Terapi DBS Sangat Memuaskan
Menurut Made, keberhasilan prosedur Deep Brain Stimulation (DBS) di RS Siloam Lippo Village saat ini berkisar antara 78 hingga 82 persen, yang sejalan dengan data dari tingkat internasional. "Distonia memiliki peluang sembuh yang lebih tinggi dibandingkan sindrom Tourette, yang lebih dipengaruhi oleh faktor psikologis. Namun, DBS tetap berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien secara signifikan," tambahnya.
Prosedur DBS juga dapat dilakukan secara berkala jika efek pengobatan mulai menurun. "Baterai DBS memiliki daya tahan beberapa tahun, tergantung pada jenisnya. Jika gejala mulai muncul kembali, maka pengaturan ulang dapat dilakukan atau baterai dapat diganti," jelas Made. Selain itu, pasien juga diharuskan menjalani terapi dan kontrol rutin untuk memastikan stimulasi yang diberikan tetap optimal. Jika terdapat gejala yang belum teratasi, dokter dapat melakukan penyesuaian pada voltase stimulasi.