Terapi Autologus Stem Cell Dinilai Bisa Sembuhkan Pasien Parkinson
Penyakit parkinson adalah penyakit yang identik menyerang orang tua.
Penyakit parkinson adalah penyakit yang identik menyerang orang tua.
Pemberian Terapi Autologus Stem Cell Dinilai Bisa Meringankan Gejala Parkinson
Penyakit parkinson merupakan penyakit yang identik menyerang orang tua. Penderitanya bisa mengalami gangguan syaraf dan membuat mereka kesulitan dalam melakukan maupun mengontrol gerakan tubuhnya sendiri.
Seiring berjalannya waktu, penderita parkinson akan semakin sulit mengontrol gerakan motoriknya hingga bisa beresiko kematian. Di Indonesia sendiri, jumlah penderita parkinson sudah menyentuh angka 400 ribu di tahun 2023.
Ada beberapa jenis pengobatan yang lumrah digunakan untuk memperingan gejala penyakit parkinson.
-
Siapa yang menjalani terapi stemcell? Sulaiman telah menjalani terapi stemcell yang kelima. Oki mengucapkan terima kasih kepada Prof Vinski Deby dan tim yang telah mendampingi Sulaiman selama proses ini,' tulisnya.
-
Bagaimana Neuralink membantu orang dengan ALS dan Parkinson? Neuralink berambisi untuk meningkatkan kemampuan manusia dan membantu penderita kondisi neurologis seperti ALS dan Parkinson.
-
Apa yang terjadi di otak penderita Parkinson? Penyakit Parkinson adalah kondisi yang bersifat progresif, yang berarti gejalanya akan semakin parah seiring berjalannya waktu. Menurut dr. M. Agus Aulia, Sp.BS dari RSU Bunda Jakarta, penyebabnya adalah kerusakan pada bagian otak yang disebut substansia nigra, yang memiliki peran penting dalam produksi dopamin.
-
Apa yang berhasil diperbaiki dengan sel punca manusia? Para ilmuwan telah berhasil menggunakan sel punca manusia untuk memperbaiki lubang di retina monyet.
-
Bagaimana cara mengenali gejala awal Parkinson? Walaupun penyakit ini umumnya lebih sering menyerang orang tua, mengenali gejala awal Parkinson dapat membantu pasien mendapatkan perawatan yang lebih cepat dan tepat. Istilah TRAP digunakan untuk menjelaskan empat gejala utama dari Parkinson:
-
Siapa yang pertama kali menulis tentang penyakit Parkinson? Dia menamakannya tulip Dr. James Parkinson untuk menghormati Dokter Umum Inggris yang pertama kali menulis tentang kondisi ini dalam publikasinya pada tahun 1817, 'The Essay of The Shaking Palsy'.
Namun seiring berjalannya waktu, pengobatan ini bisa berkurang efektifitasnya. Alternatif pengobatan lain adalah stimulasi otak melalui operasi. Namun begitu, operasi ini sangat infasif dan memiliki berbagai efek samping yang berbahaya.
Karenanya, dalam 10 tahun terakhir, para ahli syaraf tengah mengembangkan terapi penyembuhan parkinson dengan menggunakan terapi sel punca (stem cell).
Hal ini karena stem cell diketahui merupakan sel yang multifungsi dan bisa menstimulasi pertumbuhan sel-sel baru untuk menggantikan sel yang rusak karena penyakit parkinson.
Adapun salah satu lembaga yang melakukan penelitian mengenai stem cell dalam terapi penyakit parkinson adalah Stem Cell Research and Development Center Universitas Airlangga, Surabaya.
“Untuk mengetahui efektifitas terapi stem cell dalam meredakan gejala parkinson, kami melakukan penelitian terhadap 12 orang pasien parkinson yang dipantau secara intensif oleh dokter syaraf berpengalaman. Dalam 12 bulan, kami melakukan terapi stem cell kepada para pasien sambil mengukur tingkat keparahan gejala parkinson yang mereka alami, seperti skala motorik, non-motorik dan kognitif dari pasien, dengan menggunakan barthel index scale dan modified Rank Scale,” ujar Dr. Purwati, dr., Sp.PD, K-PTI, FINASIM selaku ketua penelitian.
Hasilnya, dr. Purwati menjelaskan, tidak terjadi perbaikan dari fungsi motorik, non motorik dan kognitif pasien, dan tidak ada komplikasi yang terjadi sebagai efek samping dari terapi stem cell.
Hal ini bisa dinilai sebagai perkembangan positif, mengingat sampai saat ini, tidak ada pengobatan definitif untuk penyakit parkinson.
“Hasilnya, terapi autologus stem cell dapat membantu meregenerasi kerusakan dari sel-sel penghasil dopamin, karena sifat dari stem cell itu sendiri yang regeneratif dan bisa memperbaiki cell yang rusak,” demikian dr. Purwati.