Kata Pengamat soal Sindiran Thom Haye tentang Timnas China yang Banyak Bermain Drama: Begitulah Sepak Bola Asia
Respons Pengamat Soal Sindiran Thom Haye ke Timnas China Yang Main Bola Ala Drachin: Ini Asia Bung, Bukan Eropa!
Gelandang Timnas Indonesia, Thom Haye, secara terang-terangan mengkritik perilaku tidak sportif pemain China yang berakting berlebihan pada matchday keempat putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 di Qingdao Youth Football Stadium, Selasa (15/10/2024). Dalam pertandingan tersebut, Timnas Indonesia harus menerima kekalahan dengan skor 1-2. Thom Haye masuk ke lapangan pada menit ke-46 menggantikan Mees Hilgers yang mengalami cedera ringan pada pergelangan kaki. Pemain yang dijuluki Profesor ini berhasil mencetak satu-satunya gol bagi Timnas Indonesia pada menit ke-86.
Sementara itu, dua gol untuk China dicetak oleh Berham Abduweli pada menit ke-21 akibat kesalahan Shayne Pattynama dan Zhang Yuning pada menit ke-44 yang berhasil lepas dari pengawalan Mees Hilgers. Kritikan yang disampaikan Thom Haye merujuk pada tindakan pemain China yang sering menghabiskan waktu dan berpura-pura jatuh. Pemain yang berlaga di Almere City, Eredivisie Liga Belanda ini menilai perilaku tersebut mirip dengan sikap tim Bahrain saat mereka menahan imbang Indonesia 2-2 dalam pertandingan ketiga Grup C di Bahrain National Stadium, Riffa, pada 10 Oktober 2024.
"Saya melihat sikap pemain China mirip dengan Bahrain. Kami menghadapi tim yang banyak membuang waktu. Mereka sering jatuh dan tidak benar-benar bermain sepak bola," ujar Thom Haye dalam wawancara setelah pertandingan.
Sepak Bola Asia Punya Karakteristik Berbeda dengan Eropa
Pengamat sepak bola asal Malang, Gusnul Yakin, memberikan tanggapan terhadap pernyataan Thom Haye.
"Ini adalah sepak bola Asia, bukan Eropa," ujarnya.
Gusnul Yakin sebelumnya sempat mengingatkan para pemain Timnas Indonesia, yang sebagian besar merupakan WNI diaspora dari Eropa, setelah mereka mengalami kekecewaan besar akibat pertandingan melawan Bahrain yang dipenuhi drama.
Dalam pertandingan tersebut, anak asuh Shin Tae-yong tidak hanya menghadapi drama dari Bahrain, tetapi juga keberpihakan wasit Ahmed Al-Kaf yang mengatur jalannya permainan, termasuk tambahan waktu yang meningkat dari enam menit menjadi sembilan menit. Hal ini berujung pada aksi bullying dari warganet Indonesia terhadap pihak-pihak yang dianggap merugikan Indonesia.
"Saya pernah menyampaikan bahwa seharusnya seluruh elemen tim, baik ofisial maupun pelatih, memberikan pemahaman tentang sepak bola di Asia. Setelah diperlakukan tidak adil oleh Bahrain, pemain Indonesia seharusnya bisa mengantisipasi dan menyadari kemungkinan terulangnya situasi serupa di pertandingan selanjutnya," tegasnya.
Tingkat Sportivitas yang Bervariasi
Menurut Gusnul Yakin, terdapat perbedaan tingkat sportivitas antara pemain Asia dan Eropa. Hal ini terlihat jelas dalam pertandingan antara Indonesia dan Bahrain.
"Kami sudah unggul 2-1 dengan waktu yang tersisa semakin sedikit. Namun, saya melihat pemain Indonesia tetap bermain dengan sportif dan tidak banyak membuang waktu," kata Gusnul.
"Padahal, jika Jay Idzes dan rekan-rekannya memilih untuk bermain dengan cara mengulur waktu atau berpura-pura jatuh, itu sah-sah saja. Timnas Indonesia bisa saja meraih kemenangan. Namun, mereka memilih untuk tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji tersebut," tambahnya.
Saat ini, Timnas Indonesia masih memiliki enam pertandingan tersisa, dengan empat di antaranya akan dimainkan di kandang melawan Jepang, Arab Saudi, Bahrain, dan China. Pertanyaannya, apakah Timnas Garuda akan meniru cara bermain pemain Bahrain dan China yang sering melakukan drama di lapangan? "Tentu saja, cara seperti itu diperbolehkan, tetapi sangat menjijikkan. Kita tidak perlu mengikuti jejak Bahrain dan China. Saya yakin para pendukung Timnas Indonesia akan mengecam tindakan tersebut," jelas Gusnul Yakin.
"Pemain harus selalu mengedepankan sportivitas. Jika menang, lakukanlah dengan cara yang terhormat, dan jika kalah, tetaplah berdiri tegak karena kalah dengan cara yang jantan," pungkasnya.