Mengenal Tradisi Telingaan Aruu, Simbol Kebangsawanan dan Kecantikan Masyarakat Suku Dayak
Tradisi ini melihat sisi kecantikan setiap wanita bukan berdasarkan wajah, melainkan dari daun telinga yang panjang.
Tradisi ini melihat sisi kecantikan setiap wanita bukan berdasarkan wajah, melainkan dari daun telinga yang panjang.
Mengenal Tradisi Telingaan Aruu, Simbol Kebangsawanan dan Kecantikan Masyarakat Suku Dayak
Setiap suku di Indonesia memiliki tradisinya masing-masing yang tergolong unik. Lebih dari itu, tradisi tersebut sudah menjadi bagian dari simbol adat, kedudukan, identitas masyarakat.
Dalam tradisi tertentu terdapat pelaksanaan tradisi yang masih berkaitan dengan kecantikan dan penampilan seseorang. Di Suku Dayak, tradisi yang serupa adalah Telingaan Aruu.
-
Apa tradisi unik di Sumatera Selatan? Salah satunya adalah tradisi unik yang ada di Sumatra Selatan yakni saling bertukar takjil dengan tetangga di sekitar kampung tempat tinggal.
-
Apa yang terkenal dari Kerajaan Aru? Kerajaan ini juga menguasai aliran-aliran sungai di sekitar wilayahnya.Dalam konteks materiel, Kerajaan Aru termasuk kaya raya, hal ini dikarenakan seluruh hasilnya berasal dari merompak kapal-kapal pedagang yang melintas.
-
Apa itu Tradisi Ancakan? Tradisi Ancakan merupakan tradisi yang rutin diadakan masyarakat Demak pada malam Iduladha. Tradisi ini merupakan bentuk sedekah ahli waris kepada para peziarah atau masyarakat luas yang merupakan tradisi sebelum penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga.
-
Apa tradisi unik di Majalengka? Tradisi unik ini hanya bisa ditemui di Majalengka. Undangan menjadi unsur terpenting dalam prosesi hajatan. Biasanya si empunya hajat akan membuat desain yang menarik, agar tamu undangan terkesan.
-
Mengapa tradisi Peutron Aneuk penting bagi masyarakat Aceh? Wujud pelaksanaan Peutron Aneuk ini tak hanya sekedar tradisi turun-temurun saja. Tetapi, tradisi ini memiliki makna dan arti yang begitu mendalam khususnya bagi tumbuh kembang anak di masa depan.
-
Bagaimana tradisi Ulur-Ulur dilakukan? Dalam Ritual Ulur-Ulur, masyarakat melakukan upacara berupa memberikan sesaji kepada para leluhurnya.
Telingaan Aruu sendiri adalah memanjangkan daun telinga yang sudah menjadi identitas kebangsawanan seorang pria dan simbol kebangsawanan serta kecantikan bagi para perempuan Suku Dayak. Menurut mereka, semakin panjang daun telinga, maka dianggap cantik pula wanita tersebut.
Seperti apa keunikan dari salah satu tradisi khas masyarakat Dayak ini? Simak rangkuman informasinya yang dihimpun merdeka.com dari berbagai sumber berikut.
Dilakukan Sejak Bayi
Dilansir dari situs indonesia.go.id, tradisi Telingaan Aruu ini sudah dilakukan sejak usia bayi. Mula-mulanya dengan ritual Mucuk Penikng atau penindikan daun telinga lalu dipasangi dengan benang sebagai pengganti anting-anting.
Setelah luka tindik sembuh, benang tersebut baru digantikan dengan kayu gabus yang dipintal. Namun, perawatannya harus serius karena setiap seminggu sekali harus diganti dengan ukuran yang lebih besar.
Pintalan kayu gabus ini uniknya akan mengembang saat terkena air, hal ini menyebabkan lubang daun telinga juga turut membesar. Setelah itu, barulah diberi anting-anting dari bahan tembaga yang disebut Belaong.
Menyesuaikan Usia dan Status Sosial
Untuk proses penambahan anting-anting tentu akan dilakukan dengan menyesuaikan usia serta status sosialnya. Ada dua jenis anting-anting yang digunakan, yaitu Hisang Semhaa atau anting-anting yang dipasang di sekeliling daun telinga, serta hisang kavaat yang dipasang pada daun telinga.
Dengan memanjangkan daun telinga inilah menjadi simbol identitas kebangsawanan setiap pria. Begitu juga dengan wanita, semakin panjang daun telinganya, maka akan dinilai semakin cantik. Maka dari itu, simbol kecantikan setiap orang berbeda-beda.
Perlu diketahui, tidak semua Suku Dayak melakukan tradisi Telingaan Aruu ini. Rata-rata akan dilakukan oleh kelompok suku Dayak Kenyah, Dayak Bahau, Dayak Penan, Dayak Kelabit, Dayak Sa’ban, Dayak Kayan, Dayak Taman, dan Dayak Punan.
Mulai Terlupakan
Tradisi ini sudah mulai terlupakan dan ditinggalkan setelah generasi kelahiran tahun 1960-an. Mereka menilai jika Telingaan Aruu ini sudah tidak sesuai dengan kemajuan zaman. Namun, ritual Mucuk Penikng atau penindikan masih tetap dilaksanakan tetapi tidak dilanjutkan dengan Telingaan Aruu.
Di era yang serba modern ini, sudah jarang wanita Dayak di pedalaman Kalimantan yang melakoni tradisi Telingaan Aruu tersebut. Apabila ada, pastinya mereka sudah berusia tua.