Jejak Bioskop di Kota Banda Aceh, Sudah Ada sejak Tahun 1930-an
Sebagai pusat kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya, Banda Aceh memiliki kisah dan sejarah panjang tentang lahirnya bioskop dan perfilman di Indonesia.
Sebagai pusat kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya, Banda Aceh memiliki kisah dan sejarah panjang tentang lahirnya bioskop dan perfilman di Indonesia.
Jejak Bioskop di Kota Banda Aceh, Sudah Ada sejak Tahun 1930-an
Hidup di zaman yang serba canggih dan modern seperti sekarang tentu tidak lepas dari aktivitas menonton film di bioskop kesayangan. Meski saat ini kita dapat menikmati film atau serial dari platform online, tetapi keberadaan bioskop tetap menjadi daya tarik tersendiri.
Lahirnya bioskop di Indonesia tidak lepas dari perkembangan film itu sendiri. Pada era kolonial Belanda, film dan bioskop hanya bisa dinikmati oleh kalangan elite dan orang-orang tertentu saja.
Bukan hanya di Pulau Jawa, bioskop zaman dulu sudah merambah ke Pulau Sumatra, salah satunya di Kota Banda Aceh.
-
Di mana bioskop pertama di Indonesia? Rumah seorang pengusaha ini dialihfungsikan sebagai bioskop dengan nama 'The Royal Bioscoope'.
-
Apa nama bioskop pertama di Medan? Bioskop tersebut bernama De Oranje Bioscoop yang pada saat itu masih menayangkan film-film bisu yang menceritakan kisah orang-orang Belanda maupun Eropa.
-
Kapan bioskop pertama di Medan dibangun? Di Medan, pada tahun 1889 telah dibangun bioskop pertama yang didirikan oleh seorang Belanda bernama Michael.
-
Siapa yang membangun bioskop pertama di Medan? Di Medan, pada tahun 1889 telah dibangun bioskop pertama yang didirikan oleh seorang Belanda bernama Michael.
-
Kenapa bioskop pertama di Medan dibangun? Pada saat itu, orang-orang yang datang ke bioskop adalah dari kelompok masyarakat kalangan elite yang tinggal di Kota Medan, sekaligus para pejabat pemerintahan Hindia-Belanda.
-
Kapan Gedung Kesenian Jakarta diresmikan sebagai bioskop? Gedung Kesenian Jakarta lantas diresmikan sebagai gedung bioskop Diana yang amat populer ketika itu.
Sebagai pusat kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya, Banda Aceh memiliki kisah dan sejarah panjang tentang lahirnya bioskop dan perfilman di Indonesia. Tak sekadar tempat pemutaran film, bioskop juga pernah digunakan sebagai panggung politik.
Sejak Tahun 1930
Bioskop di Kota Banda Aceh sudah sejak tahun 1930-an dan ada dua lokasi yaitu Deli Bioscoop dan Rex Bioscoop. Uniknya, kedua bioskop ini sudah masuk sebelum adanya listrik ke kota tersebut.
Dilansir dari artikel "Perkembangan Bioskop di Kota Banda Aceh (1930-2004)" karya Rizal Saivana dkk, pemutaran film pada kala itu masih dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan tenaga manusia dan masih termasuk film bisu.
Berbicara soal fasilitas, bioskop-bioskop ini masih terbilang sederhana. Kursi penonton masih sangat terbatas, dan terdapat beberapa pemain musik di depan bioskop sebagai pengiring saat film bisu tersebut diputar di layar.
Saksi Perkembangan Film
Di awal berdirinya bioskop-bioskop di Kota Banda Aceh ini ada banyak film barat dan film arab yang kerap sekali diputar. Di periode kedua berdirinya bioskop atau masa pendudukan Jepang, mulailah masuk pengaruh-pengaruh mereka.
Pada masa-masa itu, bioskop banyak dipenuhi film-film bertajuk edukasi tentang negara Matahari Terbit tersebut.
Letak Atjeh Bioscoop ini memang tidak jauh dari pusat hiburan. Banyak klub malam dan tempat pertunjukan musik, drama, dan juga pesta dansa oleh kalangan elit Belanda.
Dari Perfilman hingga Panggung Politik
Hadirnya bioskop di Kota Banda Aceh tentu menambah warna dan rasa dari perkembangan sosial maupun budaya. Selain sebagai media untuk menyebarkan paham-paham tertentu dari pihak kolonial, bioskop ternyata juga dimanfaatkan sebagai panggung politik.
Dilansir dari kanal Liputan6.com, waktu itu Presiden Soekarno pernah menggunakan gedung bioskop bernama Garuda Theatre sebagai panggung untuknya berorasi di depan khalayak banyak.
Ia pun menyuarakan soal manifesto politiknya sebanyak dua kali di lokasi yang sama. Peristiwa itu terjadi pada bulan Juni 1948 silam.
Kemunduran dan Hambatan
Seiring berjalannya waktu, kehadiran bioskop justru memicu adanya pro dan kontra di antara masyarakat sekitar. Banyak yang menganggap jika bioskop menjadi tempat maksiat bagi para pemuda yang belum sah secara agama dan negara.
Dikenal sebagai salah satu daerah yang kuat dengan nilai-nilai agama Islam, bisnis bioskop di Aceh pun lambat-laun menurun dan mati. Selain adanya tragedi Tsunami pada tahun 2004 lalu, faktor tutupnya bioskop juga diikuti dengan lahirnya televisi dan video-video bajakan.