Ketua Tim Kajian UU ITE: Pasal 27 dan 28 Paling Disorot Pelapor dan Terlapor
Sugeng menjelaskan, dari pertemuan sesi pertama terlapor dan pelapor yang hadir secara virtual banyak menyoroti beberapa pasal. Salah satunya pasal 27 dan 28 UU ITE.
Sugeng menjelaskan, dari pertemuan sesi pertama terlapor dan pelapor yang hadir secara virtual banyak menyoroti beberapa pasal. Salah satunya pasal 27 dan 28 UU ITE.
Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengundang para pelapor dan terlapor yang bersinggungan dengan urusan pidana terkait. Tim hingga kini berupaya mengumpulkan masukan dari berbagai narasumber untuk melakukan revisi UU ITE.
Tim kajian Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dijadwalkan mulai meminta masukan sejumlah narasumber, Senin (1/3). Rencananya pada kesempatan kali ini, tim akan menghadirkan beberapa masyarakat yang pernah dilaporkan atau pihak terlapor terkait UU ITE.
Tim kajian UU ITE akan mendengarkan keluh kesah para pelapor dan terlapor. Lalu apa yang mereka alami serta proses yang pernah dijalani. Kemudian pihaknya juga akan meminta pendapat para kelompok aktivis atau masyarakat sipil dan praktisi.
Dia mengatakan "political will" pemerintah dan aparat penegak hukum dalam menerapkan UU ITE juga sangat menentukan karena penyikapan dan penindakan yang represif dan tidak terukur bisa menumbuhsuburkan kriminalisasi.
Selain Komnas HAM, Koalisi Masyarakat juga menilai, Komnas Perempuan menjadi bagian yang patut dilibatkan. Alasannya, Komnas Perempuan selama ini juga menerima aduan terkait laporan korban kekerasan gender
Ruang mediasi diberikan Polri bukan berarti perkaranya dihentikan jika bukti tersangkanya cukup dijerat UU ITE. Hal tersebut juga sebagai pembuktian komitmen penegakan hukum.
Kapolri mendorong edukasi dan langkah persuasif agar menghindari dugaan kriminalisasi dengan menggunakan UU ITE.
Azis menilai, revisi UU ITE penting karena kerap muncul polemik hukum kebebasan berpendapat dan literasi digital masyarakat belum baik.
Surat telegram tersebut bernomor ST/339/II/RES.1.1.1./2021. Selain itu, Kapolri juga mengeluarkan Surat Edaran terkait kesadaran budaya beretika dengan nomor SE/2/11/2011.
Ada 11 poin dalam Surat Edaran Nomor SE/2/II/2021 itu. Pada poin F disebutkan bahwa gelar perkara kasus UU ITE bisa dilaksanakan melalui zoom meeting dengan melibatkan Bareskrim/Dittipidsiber.
Selain itu, ia juga memberikan contoh yang pernah terjadi pada 2015 silam. Saat itu, ada salah satu anggota DPRD yang mengunggah sebuah postingan di dalam media sosial Facebook miliknya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan kini pelaporan UU ITE yang bersifat delik aduan tak lagi bisa diwakilkan. Korban sendiri yang harus membuat laporan atau melaporkan.
Adapun tim pertama nantinya akan bertugas membuat interpretasi yang lebih teknis dan memuat kriteria implementasi dari pasal-pasal yang selama ini sering dianggap pasal karet. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate akan bertanggung jawab dalam pembahasan di tim tersebut.
Dia pun mengungkapkan bahwa Polri tidak asal tangkap. Tapi mereka memang menangkap orang karena sudah memenuhi unsur pidana.
Anggota Komisi I Fraksi Golkar, Dave Laksono menilai Undang-Undang ITE tak bisa dengan mudah langsung direvisi. Baiknya, kata dia, Polri, Kejaksaan Agung dan Pengadilan membuat suatu aturan dari penerapan UU ITE itu agar tidak mudah menjerat orang.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan bahwa saat ini pihaknya akan berhati-hati dalam menerapkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sebagaimana permintaan dari Presiden Joko Widodo untuk meminta Polri lebih selektif dalam menerima laporan terkait undang-undang tersebut.
Meningkatnya penangkapan kasus pelanggaran UU ITE mengenai kebebasan berpendapat berakar dari beberapa surat telegram (ST) Kapolri yang dikeluarkan pada tahun 2020 ini.