Profil
Sutomo
Di Indonesia, setiap tanggal 10 November selalu diperingati sebagai Hari Pahlawan, hari dimana masyarakat diingatkan akan perjuangan pemuda-pemuda Indonesia, khususnya pemuda Surabaya yang biasa dikenal dengan sebutan arek-arek Suroboyo. Dalam pertempuran sengit yang terjadi antara pemuda Surabaya dan Belanda tiga bulan setelah kemerdekaan diumumkan oleh Soekarno.
Dikenal sebagai sosok yang berkepribadian ulet, pekerja keras, dengan daya juang yang berapi-api pada saat Belanda kembali menjajah Indonesia tepatnya tanah Surabaya, pria yang lahir di Surabaya, 3 Oktober 1920 ini kemudian mengobarkan semangat juang berapi-apinya melalui pidato yang penuh emosi tinggi dan biasa disiarkan di radio-radio. Pria yang akrab disapa Bung Tomo ini memiliki pengaruh kuat di kalangan pemuda dan para pejuang. Dengan lantangnya ayah dari lima anak ini membakar semangat pejuang untuk bertempur habis-habisan melawan pasukan sekutu. Pertempuran tersebut dipicu oleh tewasnya Brigjen AWS Malaby dalam kontak senjata dengan pejuang. Meskipun kekuatan pejuang tidak seimbang dengan kekuatan pasukan sekutu dan berakhir dengan kekalahan, namun peristiwa pertempuran 10 November tercatat sebagai peristiwa terpenting dalam sejarah bangsa Indonesia.
Mempunyai pengalaman aktif berorganisasi semasa muda, setelah pertempuran di Surabaya, Bung Tomo mulai aktif di kehidupan politik. Meski telah menyandang beberapa jabatan penting di pemerintahan yakni Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran sekaligus Menteri Sosial Ad Interim pada 1955-1956 dan anggota DPR yang mewakili Partai Rakyat Indonesia pada 1956-1959, namun Bung Tomo mengaku tidak nyaman duduk di bangku politik. Maka setelah menjabat sebagai anggota DPR ia menyatakan mundur dari panggung politik dan memilih menjadi seorang jurnalis. Namun, pada awal tahun 1970-an, Bung Tomo kembali datang ke kancah politik lantaran ia tidak sepaham dengan pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Suharto yang dianggap melenceng. Ia pun kemudian dijebloskan ke dalam penjara pada 11 April 1978 karena dianggap berpengaruh akibat kritik-kritik pedas yang sering dilemparkan selama setahun. Selepasnya bebas dari penjara, Bung Tomo kemudian memutuskan untuk tidak aktif dalam dunia politik dan memilih untuk konsentrasi terhadap keluarga.
Pada 7 Oktober 1981 tersiar kabar mengejutkan khalayak ramai akibat pemberitaan yang menyebutkan bahwa Bung Tomo meninggal dunia di tengah perjalanan menyempurnakan rukun Islam di tanah Arofah. Berbeda dengan kebanyakan orang yang meninggal di tanah suci yang dikuburkan di Mekkah, jenazah Bung Tomo dipulangkan ke tanah air dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Ngagel Surabaya, bukan di Taman Makam Pahlawan.
Sepeninggal Bung Tomo, banyak polemik menyebutkan bahwa Bung Tomo layak diberi tanda jasa sebagai Pahlawan Nasional berkat jasa-jasanya yang membakar semangat juang pemuda-pemuda Surabaya. Bertahun-tahun polemik tersebut didengung-dengungkan, akhirnya bertepatan dengan Hari Pahlawan pada tahun 2008, Bung Tomo mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Keputusan tersebut disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh pada tanggal 2 November 2008 di Jakarta.