4 Fakta tentang agama dan ilmu pengetahuan yang selalu bertentangan!
Merdeka.com - Perdebatan antara sains dan agama, yang secara sederhana adalah perdebatan antara pemikiran berdasarkan fakta dan keimanan, sudah sangat mendarah daging. Biasanya keduanya bertentangan dan tidak saling menjelaskan.
Namun hal ini ternyata bisa dijelaskan juga oleh Sains. Karena menurut sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal PLOS One, konflik ini berakar dari struktur otak kita.
Para ilmuwan menemukan hal ini melalui penelitian secara mendalam tentang mengapa seseorang menggunakan penalaran analitis, yang punya asosiasi ke sains, serta alasan moralitas, yang erat hubungannya dengan keimanan atau agama.
-
Bagaimana fakta dan opini berbeda? Perbedaan antara fakta dan opini terletak pada sifat dan karakteristik masing-masing.
-
Mengapa memahami perbedaan fakta dan opini penting? Memahami perbedaan antara fakta dan opini membantu kita dalam membuat keputusan yang lebih baik dan lebih informasional.
-
Kenapa ilmuwan skeptis? Profesor Cox meminta agar sampel makhluk itu dikirim ke perusahaan bioteknologi 23andme untuk melakukan verifikasi independen bahwa spesimen tersebut bukanlah alien.
-
Apa itu fakta? Fakta adalah pernyataan yang berupa situasi riil dari sebuah kajadian yang terjadi. Fakta berisi sesuatu yang benar-benar ada dan pernyataan dari sebuah fakta biasanya sulit untuk disanggah oleh siapapun.
-
Mengapa ramalan itu memicu perdebatan? Prediksi ini memicu perdebatan ringan namun menegangkan dengan pembawa acara Jesse Watters. Pasalnya Watters dikenal atas dukungannya terhadap Trump.
Berikut empat fakta tentang pertentangan mendarah daging ini.
1. Otak memiliki dua jaringan yang sifatnya bertentangan
Dari sebuah studi, dapat ditunjukkan bahwa otak memiliki 'jaringan analitis' yang digunakan untuk berpikir kritis, serta sebuah 'jaringan sosial' yang menjadikan otak kita bisa lebih berempati dan lebih tertarik ke alasan moral ketimbang penalaran. Menurut peneliti, kedua jaringan ini berlawanan, karena tiap orang akan memiliki salah satu jaringan yang lebih aktif ketimbang lainnya. Bagaimana hal ini terjadi? Dari pengalaman.
2. Pengalaman adalah yang menentukan Anda berada di 'pihak' mana
Menurut peneliti, berlawanannya kedua jaringan ini sangat erat kaitannya dengan pengalaman seseorang. Jika seseorang lebih banyak mengalami pengalaman yang erat dengan keimanan atau supranatural, secara otomatis otak akan menekan kinerja 'jaringan analitis,' sehingga otak kita tak akan berpikir kritis. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang percaya agama, tak terlalu tertarik terhadap sains dan hal-hal yang para ilmuwan coba untuk 'dinalarkan.'
3. Menurut filsuf, kebenaran memang ada dua. Jadi, tak ada yang salah
Penemuan ini senada dengan pemikiran seorang filosofis asal Jerman yakni Immanuel Kant. Kant menganggap ada dua buah kebenaran, yakni kebenaran empiris dan kebenaran secara moral.
"Kant membedakan antara alasan teoritis yang berhubungan dengan sais, serta alasan praktis yang berhubungan dengan moral," ungkap Dr. Tony Jack, kepala peneliti sekaligus Profesor filosofi dan neuroscience. "Kant menunjukkan bahwa dua tipe pemikiran ini dapat saling bertentangan, dan hal ini adalah hal yang sama dengan yang kita bisa lihat di otak kita. Sehingga, konflik ini berakar dari otak kita sendiri," imbuhnya.
Jadi, konflik ini sebenarnya tak benar-benar nyata, namun lebih karena otak kita membingkai konteks hingga punya perbedaan yang cukup mendasar bagi orang lain. Jika kita menganut dengan teguh apa yang kita percaya, tentu tak perlu menyalahkan pemikiran orang lain, dan orang lain juga tak berhak mengatakan pemikiran kita salah.
4. Tiap orang cenderung akan memilih satu pemikiran daripada yang lain - sains atau agama, agama atau sains!
Dikarenakan dua 'komponen' otak yang saling menekan ini, setiap orang akan memilih satu pemikiran daripada yang lain. Jadi akan ada dua tipe orang, yakni yang percaya sains dengan segala sesuatu yang dapat dinalar, atau yang percaya keimanan. Hal inilah yang memicu konflik antara sains dan agama.
Metodologi studi yang dilakukan Profesor Jack dan tim adalah membuat delapan kali eksperimen dengan melibatkan 527 orang dewasa. Dalam eksperimen pertama, partisipan diwajibkan untuk mengisi kuisioner yang dapat mengukur tingkat pemikiran kritis dan mekanikal, yang keduanya mengukur tingkat pemikiran nalar secara analitis.
Hasil dari kuisioner ini sangat akurat, di mana seseorang yang percaya terhadap keimanan dan agama, mereka lebih berpikir secara moral ketimbang analitis.
Namun hal ini tak menunjukkan bahwa cara berpikir yang satu lebih baik daripada yang lain. Cara berpikir seseorang muncul berdasarkan masalah tertentu yang dihadapi oleh seseorang.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perdebatan Saintek vs Soshum kembali memanas di X! Cari tahu alasan, argumen, dan mengapa kedua bidang ini sebenarnya sama-sama penting di dunia kerja.
Baca SelengkapnyaBerikut adalah deretan ilmuwan yang memilih atheis dalam menjalani hidupnya.
Baca SelengkapnyaBerikut kata-kata cinta beda agama yang menyentuh hati dan penuh kebijaksanaan.
Baca SelengkapnyaBerikut jawaban sederhana Albert Einstein kepada seorang bocah kecil.
Baca SelengkapnyaContoh kalimat fakta dan opini agar tidak salah dalam membedakannya.
Baca SelengkapnyaEinstein mula-mula yang memantik diskusi mengenai topik ini. Berikut kisahnya.
Baca SelengkapnyaMasing-masing ilmuwan punya pandangan sendiri soal ini. Berikut ungkapannya.
Baca Selengkapnya10 contoh kalimat fakta dan opini akan memperjelas perbedaan keduanya.
Baca SelengkapnyaMitos dan fakta kerap disandingkan dalam satu narasi. Apa pengertian dari keduanya?
Baca SelengkapnyaMitos orang Jawa menikah dengan Orang Sunda disebut sulit bersatu.
Baca SelengkapnyaMemahami perbedaan fakta dan opini memberikan banyak manfaat.
Baca SelengkapnyaDengan memahami fakta, kita dapat lebih kritis dalam menilai informasi yang kita terima dan membedakan antara informasi yang dapat diandalkan dan yang tidak.
Baca Selengkapnya