Gaji Lebih Tinggi dan Stabilitas Terjamin, Bikin Jagoan IT Indonesia Pilih Kabur ke Singapura
Banyak profesional teknologi memilih Singapura sebagai tujuan utama.

Fenomena tenaga kerja IT Indonesia hijrah ke luar negeri semakin nyata. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak profesional teknologi memilih Singapura sebagai tujuan utama, mencari gaji lebih tinggi dan stabilitas kerja yang lebih menjanjikan dibandingkan di dalam negeri.
Riset Populix mencatat, 91% calon pekerja migran IT asal Indonesia lebih memilih Singapura dibandingkan negara lain. Keahlian mereka pun tak main-main, mulai dari coding, analisis data, hingga kecerdasan buatan (AI) dan machine learning.
Keputusan para talenta IT ini tak lepas dari kondisi dalam negeri. Gelombang tech winter yang melanda industri teknologi global berdampak besar di Indonesia. Penurunan investasi dan ketatnya persaingan membuat banyak perusahaan melakukan PHK massal, mendorong tenaga IT untuk mencari peluang di luar negeri.
Singapura pun semakin memperbesar daya tariknya dengan regulasi yang mendukung ekspansi teknologi. Pemerintahnya menggelontorkan S$150 juta melalui program New Enterprise Compute Initiative, membuka banyak peluang bagi profesional AI dan teknologi cloud.
Program ini memungkinkan perusahaan di Singapura mengakses teknologi AI canggih dan merekrut talenta dari luar negeri.
Pemerintah kedua negara juga mempercepat migrasi tenaga kerja melalui skema Tech:X, yang sejak 2023 mempermudah pekerja digital Indonesia dan Singapura mendapatkan visa kerja selama satu tahun.
“Fenomena migrasi tenaga IT harus disikapi dengan bijak. Bursa kerja internasional memang terbuka, tapi ini juga berarti persaingan semakin ketat,” ujar Timothy Astandu, Co-Founder dan CEO Populix dalam keterangannya, Rabu (19/3).
Tagar #KaburAjaDulu di media sosial semakin memperjelas tren ini, menggambarkan peluang sekaligus sindiran terhadap terbatasnya lapangan kerja di dalam negeri. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat bahwa pada 2024, 296.970 pekerja migran berangkat ke luar negeri, meningkat 8,4% dari tahun sebelumnya, dan sekitar 130.000 di antaranya bekerja di Singapura.
Tak hanya itu, tren ini juga mendorong peningkatan alih kewarganegaraan. Dirjen Imigrasi Kemenkumham mencatat 3.912 WNI berpindah menjadi warga negara Singapura dalam periode 2019–2022. Mayoritas berasal dari usia produktif 25 hingga 35 tahun.
“Layaknya dua sisi mata uang, migrasi tenaga kerja ini membawa manfaat ekonomi bagi individu dan negara melalui devisa. Namun, di sisi lain, kita berisiko kehilangan banyak talenta berkualitas yang seharusnya bisa membangun industri teknologi dalam negeri,” jelas Timothy.