Ramai WNI Pindah Kewarganegaraan Singapura, Kebanyakan Dilakukan Orang Kaya
Setidaknya, pada tahun 2021 dan 2022, ada sekitar 1.000 mahasiwa Indonesia berubah status menjadi warga negara Singapura.
Ramai WNI Pindah Kewarganegaraan Singapura, Kebanyakan Dilakukan Orang Kaya
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) mencatat ribuan warga negara Indonesia (WNI) berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Singapura.
Setidaknya, pada tahun 2021 dan 2022, ada sekitar 1.000 mahasiwa Indonesia berubah status menjadi warga negara Singapura.
Menurut Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Silmy Karim, tren seperti ini tidak boleh diabaikan. Sebab Indonesia juga harus memanfaatkan intelejensi anak bangsa dan tidak hanya mengandalkan sumber daya alam yang melimpah.
Seorang warga negara Indonesia yang sudah bekerja di Singapura selama 23 tahun, Nani menilai, perpindahan warga negara Indonesia ke Singapura bukan hal baru.
"Sudah lama seperti itu, tapi itu hanya dilakukan oleh orang-orang kaya," kata Nani, Senin (10/7).
Setelah mereka sudah menjadi warga negara Singapura, kebiasaan yang sudah menjadi "hal lumrah" adalah para orang kaya tersebut langsung membeli rumah di kawasan elit Singapura.
Nani menilai, jika saat ini banyak WNI berpindah status menjadi warga negara Singapura, itu merupakan sebuah keniscayaan. Sebab, salah satu pertimbangan yang kerap dia temui adalah kekuatan paspor Singapura. Pemegang paspor Singapura akan sangat mudah masuk ke banyak negara. Dia bercerita, setiap kali dia ikut berangkat ke Australia bersama atasannya, pemegang paspor Singapura tidak perlu lagi antre. Mereka hanya cukup men-scan paspor dan proses tersebut tidak lebih dari 2 menit. Lain halnya dengan pemegang paspor Indonesia.Selain itu, pemerintah Singapura sangat terbuka menerima pekerja asing dengan kapabilitas terbaik.
Dia mengatakan, setiap mahasiswa Indonesia yang lulus di Singapura akan lebih memilih bekerja di Singapura dibandingkan kembali ke Indonesia.
"Sarjana kerja di sini 5 tahun, gampang mau jadi resident ship," ungkapnya.
Merdeka.com
Dia menuturkan, jika dinilai secara bobot pendapatan dan pengeluaran hidup, maka akan terlihat sama saja dengan tinggal di Indonesia. Namun, selama dia bekerja di Singapura, kenyamanan dan keamanan hidup akan sangat dirasakan di negara tetangga itu. "Gaji tinggi, tapi cost food juga mahal jadi sebenarnya sama saja. Cuma di sini aman sekali, kita jalan pagi jam 5 subuh, di tas ada uang SGD1.000 enggak akan takut dicopet," ucapnya. "Yang membuat betah di sini juga the best transportation, penegakan hukum, budaya queue up," sambungnya.
Di satu sisi, kehidupan di Singapura sangat individualis. Bahkan tidak mengenal antar sesama tetangga. Prinsipnya, sepanjang seseorang memiliki uang dan asuransi, kehidupan akan tenang. Satu hal yang juga menjadi perhatian Nani adalah kedisiplinan sumber daya manusia di Indonesia. "SDM Indonesia kurang disiplin," tutupnya.
Hani Zia yang bekerja di Singapura selama 5 tahun sebagai programmer mengaku cukup nyaman tinggal di Singapura. Meski biaya hidup mahal, itu bukan menjadi masalah. Sambil berkelakar, Hani mengatakan bahwa Singapura cocok untuk tempat tinggal orang-orang introvert. "Cocok buat yang introvert dan tidak mudah ikit campur urusan pribadi orang, enggak perlu nunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan gaji dua digit," kata Hani.
Meski begitu, Hani enggan berpindah kewarganegaraan. Baginya seburuk apapun Indonesia, sikap gotong royong tetap perlu dijunjung dalam situasi dan kondisi tertentu. "Orang-orang di Singapura seperti hilang rasa "manusia" yang bebas," ungkapnya.