Ilmuwan Google Menguak Potensi Asal Usul Kehidupan Pakai Bahasa Pemrograman
Ilmuwan Google mencoba mengutak-atik asal usul kehidupan menggunakan bahasa pemrograman. Hasilnya mengejutkan banyak ilmuwan.
Eksperimen yang dilakukan oleh tim peneliti Google telah menarik perhatian. Mereka melakukan simulasi yang berhasil meniru proses evolusi digital.
Simulasi ini menunjukkan bahwa data acak dapat menghasilkan program yang mampu mereplikasi diri. Temuan ini diterbitkan sebagai studi yang belum diuji, menimbulkan diskusi mengenai apakah kehidupan digital bisa memberikan petunjuk tentang asal usul kehidupan biologis di Bumi.
-
Siapa yang meneliti asal-usul kehidupan? Mengutip Vox, Selasa, (31/10), menjelaskan bahwa selama beberapa dekade sebelumnya, para ilmuwan, Harold Urey dan Stanley Miller pada 1950-an pernah melakukan percobaan untuk membuat rekaan kehidupan Bumi pada masa ketika masih dipenuhi oleh air. Pemikiran ini bermula karena ingin mengetahui proses pembentukan sel pertama yang ada pada miliaran tahun lalu. Sebab, dengan melakukan ini mereka akan menemukan sejarah awal bagaimana dimulainya kehidupan di Bumi.
-
Bagaimana kehidupan muncul di Bumi? Para ilmuwan belum tahu secara pasti bagaimana kehidupan bisa muncul di planet Bumi. Mereka belum benar-benar memahami bagaimana sel-sel sederhana bisa pertama kali terbentuk di Bumi miliaran tahun lalu.
-
Siapa yang meneliti nenek moyang makhluk hidup? Moody dan rekan-rekannya telah melangkah lebih jauh. Mereka fokus pada lima set gen 'paralog', atau duplikat, yang ditemukan pada banyak bakteri dan archaea, menunjukkan bahwa penggandaan terjadi sebelum LUCA terpecah dan berkembang biak.
-
Siapa yang meneliti kemunculan bahasa? Seorang arkeolog Inggris, Steven Mithen baru saja melakukan analisis yang mendalam dan menunjukkan manusia purba mulai mengembangkan kemampuan berbahasa yang belum sempurna sekitar 1,6 juta tahun lalu.
-
Bagaimana ilmuwan cari kehidupan di planet lain? Ilmuwan memahami bahwa kehidupan di Mars bisa sangat berbeda dengan kehidupan di Bumi. Jadi, mereka merancang eksperimen untuk mencari aktivitas kehidupan, bukan bentuk atau molekul tertentu.
-
Bagaimana asal usul kehidupan di Mars ditemukan? Studi yang dilakukan para ilmuwan dari Universitas Tohoku di Jepang mencoba untuk mengungkap asal usul bahan organik di Mars serta mengkaji kondisi-kondisi yang mungkin ada di sana miliaran tahun lalu.
Proses yang digunakan oleh tim peneliti Google ini menggunakan bahasa pemrograman minimalis yang dikenal sebagai Brainfuck.
Mengutip dari Futurism, Minggu (29/9), dalam eksperimen ini, data acak dibiarkan berinteraksi satu sama lain tanpa aturan yang diberlakukan. Mereka menyebut simulasi ini sebagai "sup purba digital," yang meniru konsep sup purba biologis yang mungkin pernah ada di Bumi.
Hasilnya, tim peneliti Google menyaksikan bagaimana program-program yang dapat mereplikasi diri mulai terbentuk. Fenomena ini mengingatkan pada proses terbentuknya kehidupan di Bumi, di mana campuran air dan senyawa organik membentuk organisme pertama. Namun, proses ini masih belum sepenuhnya dipahami.
"Berhasil mengembangkan program replikasi diri dari titik awal yang acak adalah pencapaian yang luar biasa,” ujar Susan Stepney dari peneliti dari Universitas York.
Stepney juga menambahkan bahwa pencapaian ini adalah langkah besar dalam memahami rute potensial menuju asal usul kehidupan. Menurutnya, eksperimen ini membuka pintu bagi kita untuk mempelajari lebih lanjut tentang proses kehidupan, tetapi dalam media yang sangat berbeda dari biologi standar.
"Ini jelas merupakan langkah besar menuju pemahaman rute potensial menuju asal usul kehidupan, di sini dalam media yang cukup jauh dari 'perangkat lunak basah' biologi standar," ujarnya kepada New Scientist.
Peneliti studi ini, Ben Laurie, seorang insinyur perangkat lunak di Google, menyatakan bahwa temuan ini menunjukkan bahwa ada mekanisme bawaan dalam fisika yang memungkinkan kehidupan terbentuk. Laurie menjelaskan bahwa tidak ada sihir atau keajaiban dalam proses ini, hanya interaksi fisika yang berulang dalam jangka waktu yang sangat lama.
"Fisika terjadi, dan itu terjadi berkali-kali dalam waktu yang sangat lama, dan memunculkan beberapa hal yang sangat rumit," katanya.
Meski begitu, para ahli memperingatkan bahwa hanya karena program dapat mereplikasi diri, bukan berarti itu sudah bisa dianggap sebagai kehidupan.
Replikasi diri adalah salah satu elemen penting, tetapi bukan satu-satunya yang diperlukan untuk menciptakan kompleksitas yang biasanya kita digunakan dengan kehidupan.
"Replikasi diri itu penting, tetapi keliru jika mempercayai bahwa replikator diri adalah peluru ajaib yang secara otomatis menghasilkan semua hal menarik tentang kehidupan," kata Richard Watson dari Universitas Southampton.
Simulasi ini menunjukkan bahwa meskipun proses kehidupan digital masih jauh dari sempurna, ada potensi besar untuk memahami lebih lanjut bagaimana kehidupan dapat berkembang di luar dunia biologis.
Reporter magang: Nadya Nur Aulia