Mengapa Senjata Nuklir Sulit Dibuat? Ini Penjelasannya
Produksi senjata nuklir memerlukan material langka, teknologi canggih, dan regulasi ketat. Mengapa begitu sulit? Simak penjelasannya.

Sejak uji coba nuklir pertama yang diberi nama kode "Trinity" di New Mexico pada 16 Juli 1945, pengembangan senjata nuklir terus mengalami kemajuan pesat. Bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki beberapa minggu setelahnya mengubah arah sejarah dan memicu perlombaan senjata nuklir di berbagai negara.
Mengutip LiveScience, Senin (17/3), kini, Amerika Serikat memiliki lebih dari 5.000 hulu ledak nuklir, sementara beberapa negara lain juga telah mengembangkan persenjataan serupa.
Namun, meskipun prinsip dasar teknologi ini bukan lagi rahasia, pengembangan senjata nuklir tetap menjadi tantangan besar dalam sains dan teknik. Faktor apa saja yang membuat produksi senjata ini begitu sulit?
Salah satu kesulitan utama dalam pembuatan senjata nuklir adalah memperoleh dan memurnikan material fisi, seperti uranium dan plutonium. Hans Kristensen, Direktur Proyek Informasi Nuklir di Federasi Ilmuwan Amerika, menjelaskan bahwa produksi material fisi dalam jumlah cukup dan kemurnian tinggi memerlukan kapasitas industri yang besar.
Proses fisi nuklir menghasilkan energi dalam jumlah besar dengan membelah atom-atom uranium atau plutonium. Material utama yang digunakan adalah isotop uranium-235 (U-235) dan plutonium-239 (Pu-239).
Kesulitan dalam Merancang Reaksi Nuklir
Meskipun prinsip dasar reaksi nuklir telah diketahui dengan baik, mengendalikan reaksi ini dalam hitungan milidetik tetap menjadi tantangan besar.
"Senjata nuklir dirancang sedemikian rupa sehingga massa superkritis material fisi terbentuk sangat cepat dalam ruang yang kecil," kata Zerphy.
"Ini menyebabkan lonjakan eksponensial dalam jumlah fisi yang terjadi hampir seketika, menciptakan daya ledak yang luar biasa besar," tambah dia.
Untuk senjata thermonuklir (bom hidrogen), yang lebih kuat dari bom fisi biasa, reaksi fisi awal harus mampu memicu reaksi fusi—proses yang terjadi di inti matahari. Kompleksitas tambahan ini menjadikan pengembangan bom hidrogen jauh lebih sulit daripada bom fisi konvensional.
Setelah senjata nuklir dirancang, pengujian diperlukan untuk memastikan efektivitasnya. Pada era awal pengembangan nuklir, uji coba langsung dilakukan di lokasi seperti Pasifik dan Nevada, menyebabkan kerusakan lingkungan dan dampak kesehatan bagi penduduk setempat. Namun, sejak Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir 1996, pengujian kini dilakukan secara simulasi komputer dengan superkomputer canggih.
Menurut Administrasi Keamanan Nuklir Nasional (NNSA), mereka menggunakan "alat simulasi dan rekayasa presisi untuk memastikan efektivitas dan keamanan senjata nuklir." Teknologi ini memungkinkan ilmuwan untuk menguji komponen senjata tanpa melakukan ledakan nuklir langsung.
Mengapa Hanya Sedikit Negara yang Bisa Mengembangkan Senjata Nuklir?
Terlepas dari banyaknya negara yang memiliki tenaga nuklir, hanya segelintir yang mampu mengembangkan senjata nuklir. Kesulitan utama dalam pengembangannya meliputi:
- Ketersediaan Material: Pengayaan uranium dan produksi plutonium membutuhkan fasilitas industri berteknologi tinggi yang sulit diperoleh.
- Keahlian Ilmiah: Pengembangan senjata nuklir memerlukan ahli fisika, insinyur, dan tenaga ahli khusus.
- Keamanan dan Regulasi: Proses pembuatan senjata nuklir sangat dirahasiakan dan dikontrol ketat oleh komunitas internasional.
- Sanksi Internasional: Negara-negara yang mencoba mengembangkan senjata nuklir sering menghadapi tekanan diplomatik dan ekonomi.
Dengan kompleksitas yang begitu tinggi, tidak mengherankan bahwa hanya beberapa negara di dunia yang memiliki status kekuatan nuklir. Meskipun sains di balik senjata ini sudah lama dipahami, tantangan teknis dan politik masih menjadi penghalang utama dalam pengembangannya.