Alat ini Diklaim Bisa Bedakan Ledakan Bom Nuklir Bawah Tanah atau sedang Terjadi Gempa
Ilmuwan menyebutkan usaha yang dilakukannya ini mempunyai akurasi 99 persen.
Ilmuwan menyebutkan usaha yang dilakukannya ini mempunyai akurasi 99 persen.
Alat ini Diklaim Bisa Bedakan Ledakan Bom Nuklir Bawah Tanah atau sedang Terjadi Gempa
Sejak ledakan pertama bom atom pada 1945, lebih dari 2.000 uji coba senjata nuklir telah dilakukan oleh delapan negara.
Delapan negara itu yakni; Amerika Serikat, Uni Soviet, Inggris, Prancis, Tiongkok, India, Pakistan, dan Korea Utara.
-
Bagaimana cara kerja alat deteksi gempa dari Jogja? Dikutip dari Indonesia.go.id, alat deteksi gempa itu tersusun dari sejumlah komponen seperti dektektor perubahan level air tanah. Apabila akan terjadi gmepa, akan terjadi fenomena paparan gas radon alam dari tanah yang meningkat secara signifikan.
-
Dimana bom itu diyakini berada? Hal ini diduga karena nuklir ini berada di sebuah pantai lepas di pulau Tybee, Georgia, sebab selama beberapa waktu di daerah ini tercatat memiliki tingkat radioaktif yang tinggi.
-
Apa yang terjadi ketika gempa? Gempa bumi adalah apa yang terjadi ketika dua lempengan tiba-tiba bergeser. Permukaan tempat yang tergeser itu disebut bidang patahan
-
Dimana gempa bumi terjadi? Gempa tersebut persisnya berada di wilayah lautan Samudera Hindia, dengan kedalaman 10 kilometer, titik koordinat 105,9 BT dan 7,61 LS, berjarak sekitar 85,7 km barat daya Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
-
Kapan alat deteksi gempa dari Jogja mulai diuji coba? Sepanjang proses uji coba, alat tersebut mampu memprediksi gempa yang terjadi di barat Bengkulu dengan magnitude 5,2 pada 28 Agustus 2020, gempa barat daya Banten pada 26 Agustus 2020, barat daya Bengkulu dengan magnitude 5,1 pada 29 Agustus 2020, dan Barat Daya Sinabang Aceh dengan magnitude 5,0.
-
Bagaimana serat optik mendeteksi gempa? Serat optik memang bisa digunakan untuk mengindra aktivitas gempa dengan menghasilkan jaringan seismometer buatan yang padat.
Kelompok-kelompok seperti Organisasi Perjanjian Pelarangan Uji Coba Nuklir Komprehensif terus mencari tes-tes baru.
Namun, demi alasan keamanan dan kerahasiaan, uji coba nuklir modern dilakukan di bawah tanah.
Dengan demikian hal itu sangat sulit dideteksi. Seringkali, gerakan-gerakan bawah tanah malah dianggap terjadinya gempa bumi.
Mengutip Science Alert, Jumat (16/2), dalam sebuah makalah yang diterbitkan di Geophysical Journal International, ditemukan cara membedakan antara uji coba nuklir bawah tanah dan gempa bumi alami dengan akurasi sekitar 99 persen.
Pada tahun 1963, AS, Inggris, dan Uni Soviet sepakat untuk melakukan uji coba bawah tanah di masa depan untuk membatasi dampak buruknya. Namun demikian, pengujian terus berlanjut seiring dengan ikutnya Tiongkok, India, Pakistan, dan Korea Utara pada dekade-dekade berikutnya.
Banyak metode berbeda telah dikembangkan untuk membantu pencarian ini selama 60 tahun terakhir.Beberapa cara paling sederhana termasuk menganalisis lokasi atau kedalaman sumber.
Namun pada saat uji coba nuklir Korea Utara pada 2017 ada sebuah penelitian yang gagal dalam menganalisisnya.
Pada tahun 2023, ilmuwan dari Australian National University dan Los Alamos National Laboratory di AS berkumpul untuk mengkaji kembali masalah penentuan sumber gelombang seismik.
Mereka menggunakan pendekatan yang dikembangkan baru-baru ini untuk menggambarkan bagaimana batuan berpindah pada sumber peristiwa seismik, dan menggabungkannya dengan model statistik yang lebih canggih untuk menggambarkan berbagai jenis peristiwa.
Hasilnya, dapat memanfaatkan perbedaan mendasar antara sumber ledakan dan gempa bumi untuk mengembangkan metode yang lebih baik dalam mengklasifikasikan peristiwa-peristiwa tersebut.
“Kami menguji pendekatan kami pada katalog ledakan dan gempa bumi yang diketahui di Amerika Serikat bagian barat, dan menemukan bahwa metode ini berhasil mencapai 99% dari keseluruhan kasus. Hal ini menjadikannya alat baru yang berguna dalam upaya memantau uji coba nuklir bawah tanah,”
Mark Hoggard, DECRA Research Fellow, Australian National University.
Teknik yang kuat untuk mengidentifikasi uji coba nuklir akan terus menjadi komponen kunci dalam program pemantauan global. Hal ini penting untuk memastikan pemerintah bertanggung jawab atas dampak lingkungan dan sosial dari pengujian senjata nuklir.