Mengenal Alat Deteksi Gempa dari Jogja, Bisa Memprediksi 3-7 Hari Sebelum Kejadian
Pihak UGM belum bisa mengumumkan hasil deteksi peralatan ini ke publik karena alat ini masih butuh pengembangan

Pihak UGM belum bisa mengumumkan hasil deteksi peralatan ini ke publik karena alat ini masih butuh pengembangan

Mengenal Alat Deteksi Gempa dari Jogja, Bisa Memprediksi 3-7 Hari Sebelum Kejadian

Indonesia merupakan negara yang kerap kali terjadi gempa. Tak jarang gempa yang terjadi begitu besar sehingga bisa merusak bangunan yang berdiri di atasnya. Oleh karena itu perlu alat deteksi agar masyarakat bisa waspada lebih dulu.

Salah satu daerah rawan gempa di Indonesia ada di kawasan pesisir Pulau Jawa. Apalagi di sana ada zona Megatrust yang ancaman gempa paling dahsyatnya bisa mencapai magnitudo 8,7.
Mengantisipasi hal tersebut, tim peneliti Sistem peringatan Dini Gempa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 2021 silam memasang sepuluh stasiun pemantau gempa bumi di sepanjang pesisir pulau Jawa.
Alat sistem peringatan dini tersebut mampu memprediksi gempa tiga hari sebelum kejadian, sehingga bisa dilakukan mitigasi bencana secara lebih tepat.
Selain bisa memprediksi gempa 3-7 hari sebelum kejadian, alat itu juga bisa memperhitungkan prediksi lokasi pusat gempa
Dilansir dari Indonesia.go.id, alat deteksi gempa itu hanya dapat memonitor kejadian gempa di atas magnitudo 4,5 antara Aceh hingga NTT untuk lempengan Indo-Australia.
Untuk dapat memantau lempengan di daerah lain maka harus dipasang stasiun EWS pada lokasi lempengan yang dipantau.
Cara Kerja Alat Deteksi Gempa
Dikutip dari Indonesia.go.id, alat deteksi gempa itu tersusun dari sejumlah komponen seperti dektektor perubahan level air tanah. Apabila akan terjadi gmepa, akan terjadi fenomena paparan gas radon alam dari tanah yang meningkat secara signifikan.
Sepanjang proses uji coba, alat tersebut mampu memprediksi gempa yang terjadi di barat Bengkulu dengan magnitude 5,2 pada 28 Agustus 2020, gempa barat daya Banten pada 26 Agustus 2020, barat daya Bengkulu dengan magnitude 5,1 pada 29 Agustus 2020, dan Barat Daya Sinabang Aceh dengan magnitude 5,0.

DI Yogyakarta sendiri, alat tersebut mampu memprediksi 3-7 hari sebelum gempa. Meski telah berhasil memprediksi gempa, alat tersebut terus dikembangkan sehingga mampu memprediksi posisi pusat gempa secara lebih akurat.
Dikutip dari berbagai sumber, saat gempa CIanjur pada 21 November 2022, tim dari UGM mengklaim sudah mendeteksi tanda-tanda gempa beberapa hari sebelumnya.
Sunarno selaku ketua tim tersebut mengatakan bahwa tanda-tanda itu tertangkap melalui sistem peringatan dini gempa bumi yang dikembangkan dengan mengukur konsentrasi gas radon dan air tanah di level 1-3.
Saat itu, konsentrasi gas radon mengalami kenaikan hingga lebih dari sembilan kali lipat sebelum kejadian gempa bumi. Meski demikian, Sunarno mengakui bahwa tim UGM tidak memiliki hak untuk mengumumkan hasil publikasi itu kepada public karena berdasarkan United State of Geological Survey (USGS), sistem peringatan gempa yang ideal terdiri dari tanggal dan waktu, magnitudo, dan lokasi. Pada saat itu, sistem peringatan dini gempa UGM masih dalam pengembangan untuk mencapai sistem peringatan gempa bumi yang ideal.