Mobil Listrik 'Made in China' Diduga Bisa Sadap Percakapan Pengguna
engguna mobil listrik BYD di Australia melaporkan adanya celah yang memungkinkan penyadapan percakapan di dalam mobil melalui SIM internal.
Seorang pemilik mobil listrik BYD, merek asal China di Australia, mengklaim bahwa perangkat lunak mobil tersebut bisa mendengarkan percakapan di dalam mobilnya. Pemilik tersebut menjelaskan bahwa SIM internal mobilnya bisa dihubungi oleh pihak eksternal, sehingga suara dari dalam mobil dapat ditransmisikan ke penelpon tanpa sepengetahuan pengemudi.
Mengutip NYPost, Kamis (3/10), dalam video yang dibagikan, pemiliknya menelpon nomor SIM mobilnya, dan suara dari dalam mobil ditransmisikan ke telepon tanpa ada tanda di layar sentuh mobil atau tampilan digital yang menunjukkan bahwa panggilan sedang berlangsung.
Yang lebih mengkhawatirkan, tampaknya tidak ada cara untuk memutus panggilan tersebut dari dalam mobil. Distributor BYD di Australia, EVDirect, segera menanggapi masalah ini.
Direktur Pelaksana, Luke Todd, mengklaim bahwa mereka sedang bekerja sama dengan Telstra, penyedia SIM, untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Tidak ada risiko terbukanya informasi pemilik kendaraan. Kami berharap masalah ini dapat diselesaikan dalam 48 jam. Semua data dan informasi SIM disimpan dengan aman oleh Telstra,” jelas dia.
Meskipun eSIM menjadi semakin umum di kendaraan modern, tampaknya ini adalah masalah yang hanya terjadi pada BYD di Australia. Tidak ada produsen mobil lain yang melaporkan masalah serupa, di mana pihak eksternal bisa menelpon ke nomor SIM mobil dan mendengarkan percakapan di dalam kabin.
Sementara itu, jurnalis otomotif senior Paul Gover mengatakan kepada Sky News minggu ini bahwa pemerintah Australia "tidak tahu" apa yang bisa dilakukan oleh kendaraan listrik buatan Tiongkok. BYD Australia telah dihubungi untuk memberikan komentar.
"Mobil saat ini memiliki kamera, mikrofon, pelacakan GPS, dan teknologi lain yang terhubung ke internet. Tidak sulit untuk membayangkan bagaimana musuh asing dengan akses ke informasi ini dapat menimbulkan ancaman serius terhadap keamanan nasional dan privasi warga negara," kata Menteri Perdagangan Gina Raimondo.