5 Kader NU Mau Menormalisasi RI dengan Israel, Ini Tindakan yang Dilakukan Soekarno-Hatta Mati-matian Menentang Israel
Bagi Bung Karno dan Bung Hatta, kemerdekaan Palestina adalah harga mati!
5 Kader NU Mau Menormalisasi RI dengan Israel, Ini Tindakan yang Dilakukan Soekarno-Hatta Mati-matian Menentang Israel
Pertemuan lima kader Nahdlatul Ulama (NU) dengan Presiden Israel Isaac Herzog di Israel menuai sorotan dari publik tanah air. Sebab, Israel telah melakukan kejahatan kemanusiaan alias genosida di Gaza dan merampas tanah warga Palestina. Belakangan terungkap kunjungan kelima kader NU tersebut tak lain membawakan misi perdamaian kepada Israel. Dalam pidatonya di Israel, salah seorang kader NU yang menjadi peserta kunjungan, Zainul Maarif mengungkap misi kedatangannya dengan empat kader NU lainnya yakni untuk menjalin hubungan baik dan menormalisasi hubungan Indonesia dengan Israel.
Seperti diketahui, sejak merdeka hingga detik ini, Indonesia tak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
Indonesia memiliki sikap tegas berada bersama Palestina.
Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yang menolak segala bentuk penjajahan di muka bumi.
Hubungan Indonesia dengan Palestina sudah terjalin baik sebelum deklarasi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 17 Agustus 1945 lalu.
Palestina telah memberikan dukungan terbuka bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Mufti Besar Palestina, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini, memberikan dukungan pada tahun 1944.
Pasca Indonesia merdeka, Presiden pertama RI Soekarno dan Wapres Mohammad Hatta tegas melalui kata-kata dan tindakan menolak Israel. Segala bujuk rayu dilakukan Israel terhadap Indonesia, namun Bung Karno dan Bung Hatta tak goyang atas pendiriannya.
Salah satu contohnya adalah rencana Israel memberi pengakuan kedaulatan penuh kepada Indonesia pada 1950. Saat itu, Bung Hatta hanya menjawab telegram dari Menteri Luar Negeri Israel Moshe Sharett dengan ucapan terimakasih. Bung Hatta tidak menerima pengakuan kedaulatan terhadap Indonesia dari Israel.
Tak cuma itu, rencana Israel untuk mengirim misi perdamaian ke Indonesia juga ditolak mentah-mentah oleh proklamator kemerdekaan RI itu.
Penolakan itu disampaikan Hatta dalam sebuah surat balasan yang dikirimkannya kepada Sharett pada Mei 1950.
Sementara itu, saat Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955, Presiden Soekarno, dalam kapasitasnya sebagai pemimpin KAA, menolak mengundang Israel. Bung Karno dengan tegas menolak keikutsertaan Israel dalam Konferensi tersebut.
Sebaliknya, Konferensi Asia-Afrika itu justru dihadiri pejuang Palestina, Yasser Arafat. Sikap tegas tersebut dilakukan Bung Karno sebagai bentuk komitmen Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina.
Tak cuma itu, Bung Karno juga dengan tegas menyebut Israel sebagai penjajah. Bung Karno tegas mendukung perjuangan bangsa Palestina untuk merebut tanah airnya dari penguasaan negeri zionis itu.
"Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel," kata Bung Karno dalam pidatonya pada 1962 silam.
Bung Karno juga dengan lantang menentang kepesertaan Israel di Asian Games. Hal itu ditunjukan Bung Karno dengan tidak mengundang Israel di Asian Games tahun 1962 yang berlangsung di Jakarta.
Atas sikap tegas Bung Karno itu, Komite Olimpiade Internasional (KOI) kemudian mencabut sementara keanggotaan Indonesia dalam organisasi tersebut.
Tak kalah galak, Bung Karno lantas menyatakan Indonesia keluar dari KOI dan menggagas dibentuknya olimpiade tandingan dengan nama GANEFO (Games of the New Emerging Forces) pada tahun 1963.
Di masa pemerintahan Soekarno, Indonesia juga terlibat penuh dalam deklarasi anti-Israel di PBB dan forum internasional lain.
Bagi Bung Karno dan Bung Hatta, kemerdekaan Palestina adalah harga mati!