Desainer Giorgio Armani Usianya Kini 90 Tahun, Berencana Pensiun tapi Tak Punya Pewaris Kekayaannya
Giorgio Armani, desainer asal Italia yang tetap memimpin kerajaan bisnisnya di usia 90 tahun itu mengaku sudah menyiapkan rencana masa depan rumah modenya.
Giorgio Armani dapat dianggap sebagai salah satu ikon dalam dunia mode. Di usianya yang ke-90, perancang asal Italia ini masih aktif mengelola bisnis yang didirikannya hampir lima dekade lalu. Tanpa anak sebagai penerus, berbagai spekulasi mengenai masa depan rumah mode ini pun muncul. Dalam wawancara dengan media Italia, Corriere della Sera, Armani mengungkapkan rencana bisnisnya ke depan.
"Saya masih bisa melanjutkan peran sebagai pemimpin perusahaan selama dua atau tiga tahun lagi. Lebih dari itu, akan berdampak negatif," ujarnya, seperti yang dikutip dari Sky News pada Senin (14/10).
Armani menegaskan bahwa ia tidak akan menjabat lebih lama dari yang direncanakan ketika ditanya tentang kepemimpinan rumah mode di masa mendatang. Kesehatan menjadi perhatian utama baginya saat ini.
"Saya sulit tidur di malam hari. Saya tidak lagi merasakan tidur yang nyenyak dan damai seperti sebelumnya. Sekarang, saya bermimpi di malam hari dan dalam mimpi itu, saya merencanakan masa depan saya," katanya.
Ia membayangkan masa depanny tidak lagi harus menjadi orang yang memutuskan 'Ya' atau 'Tidak' dalam perusahaan. Saat ini, banyak calon investor mulai mendesaknya untuk bernegosiasi mengenai bisnis, tetapi ia mengatakan saat ini tidak ada lowongan yang tersedia. Armani bertekad untuk menjaga independensi perusahaan di masa depan.
Dalam wawancara tersebut, ia mengungkapkan telah 'membangun struktur, proyek, dan protokol' untuk mengatur suksesi, meskipun tidak menjelaskan secara rinci. Diperkirakan, ahli waris Armani termasuk saudara perempuannya, tiga anggota keluarganya yang bekerja di perusahaan, kolaborator jangka panjang, mitranya Pantaleo Dell'Orco, serta sebuah yayasan amal.
Bisnis Restoran
Armani memulai kariernya di bidang kedokteran sebelum memutuskan untuk meninggalkan jalur tersebut dan bergabung dengan militer. Ia kemudian beralih ke industri tata rias dan penjualan, serta mendirikan perusahaannya pada tahun 1975. Pada tahun berikutnya, ia meluncurkan koleksi pakaian siap pakai pertamanya dengan namanya sendiri.
Karya-karyanya telah menjadi favorit di kalangan selebriti yang tampil di karpet merah, dengan banyak tokoh terkenal seperti Richard Gere, Eric Clapton, dan Lady Gaga mengenakan busananya selama bertahun-tahun. Selain berfokus pada bisnis fashion, Armani juga memiliki ketertarikan dalam dunia kuliner.
Dua puluh tahun setelah merek fashion-nya diluncurkan di Milan pada tahun 1975, ia membuka restoran pertamanya di Paris yang menyajikan masakan Italia. Sejak saat itu, jaringan restorannya semakin berkembang dengan pembukaan cabang di berbagai kota, termasuk Dubai, Milan, dan Tokyo. Musim gugur ini, Armani/Ristorante akan membuka cabang baru di Madison Avenue, antara East 65th dan 66th Street, di mana mereka akan terus membuktikan bahwa, seperti yang pernah diungkapkan oleh sang perancang busana, "satu-satunya batasan adalah selera yang baik."
Menu Unggulan Restoran
Menurut Vanity Fair, restoran ini terletak hanya beberapa langkah dari Central Park. Desainnya mengusung gaya kontemporer yang menggabungkan elemen-elemen dari masa lalu. Di pintu masuk, terdapat sebuah bar Champagne yang menyambut para tamu, mengarah ke lantai dengan efek marmer dan dinding yang dilapisi cermin. Seperti halnya Armani yang tidak melihat keuntungan dalam menciptakan pakaian yang tidak praktis, setiap restoran berusaha untuk menyesuaikan menunya dengan karakter lokal.
Koki eksekutif Antonio D'Angelo sebelumnya bekerja sebagai koki pribadi Armani sebelum menjabat sebagai koki eksekutif di restoran Armani pada tahun 2020. Ia berambisi untuk menangkap esensi dari lingkungan Upper East Side yang mewah melalui menu musiman. Perbedaan restoran ini dari restoran Armani yang sebelumnya berada di Fifth Avenue, yang merupakan lokasi megah di tengah kota dan dibuka pada tahun 2009 di atas toko Armani.
Relokasi dan penataan ulang di Madison Avenue diharapkan mencerminkan kecanggihan, sambil tetap setia pada kesederhanaan yang menjadi ciri khas nama Armani. Restoran ini menawarkan delapan hidangan khas dari menu global restoran Armani. Salah satu hidangan yang ditawarkan adalah Pappa al Pomodoro, yaitu sup tomat dan roti yang terinspirasi dari masakan rumahan tradisional Tuscan, ditambahkan dengan keju mozzarella kerbau untuk menciptakan hidangan yang sederhana dan akrab.
Selain itu, terdapat risotto Parmigiano Reggiano yang gurih, disajikan dengan fondue saffron (dihiasi dengan logo Giorgio Armani dalam bubuk saffron halus), memberikan sentuhan elegan pada klasik dari Milan. Hidangan eksklusif yang ditawarkan di New York adalah ravioli dengan iga pendek Neapolitan.
Armani Terlibat Skandal soal Upah Rendah
Industri fesyen tidak asing dengan praktik-praktik tidak etis, dan kini nama Armani juga terlibat dalam isu tersebut. Sebuah laporan dari jaksa penuntut di Italia mengungkapkan adanya eksploitasi terhadap pekerja migran yang memproduksi tas-tas mewah, tidak hanya untuk Dior, tetapi juga untuk Armani.
Mereka menerima upah sangat rendah, sekitar dua dolar AS (sekitar Rp36 ribu) per jam, yang jelas jauh di bawah standar hidup layak, seperti dilaporkan oleh NY Post pada Jumat, 5 Juli 2024 lalu. Laporan tersebut mencatat bahwa para pekerja migran berasal dari Bangladesh, Pakistan, dan negara-negara lain di Asia Selatan. Mereka tinggal di tempat yang tidak layak dan dipaksa untuk bekerja berjam-jam tanpa mendapatkan hak-hak dasar seperti cuti dan asuransi kesehatan.
Banyak dari mereka yang tertipu oleh agen perekrutan yang menawarkan pekerjaan dengan imbalan tinggi dan kondisi kerja yang baik. Dior, rumah mode mewah asal Prancis yang dipimpin oleh Bernard Arnault dan keluarganya, membayar sekitar 57 dolar AS (sekitar Rp930 ribu) kepada pemasok untuk memproduksi tas tangan yang dijual di toko dengan harga sekitar 2.780 dolar (sekitar Rp45,3 juta). Sementara itu, Armani, seorang desainer yang berbasis di Milan, membayar 270 dolar AS (sekitar Rp4,4 juta) kepada pemasok untuk membuat tas tangan yang kemudian dijual di pasar ritel dengan harga di bawah dua ribu dolar AS (sekitar Rp33 juta).