Donald Trump Jadi Presiden AS Lagi, Ini Gebrakan yang Bisa Dilakukan Terhadap Israel di Gaza dan Lebanon
Donald Trump bisa manfaatkan kedekatan dengan Lebanon, Palestina dan Israel untuk mengakhiri konflik.
Konflik Israel di Lebanon dan Palestina menjadi isu penting dalam Pemilu Amerika Serikat (AS) 2024.
Kemenangan Donald Trump atas Kamala Harris sebagai presiden AS tentu menjadi perhatian dunia, terlebih pandangannya terhadap konflik di Gaza dan Lebanon.
Donald Trump menjadi harapan baru bagi Palestina dan Lebanon yang belakangan menghadapi konflik dengan Israel.
Kebijakan Donald Trump dianggap bisa mengurangi penderitaan masyarakat di Palestina dan Lebanon melalui hubungan dekatnya dengan Israel.
Lantas gebrakan apa saja yang bisa dilakukan Trump untuk mengakhiri konflik di Lebanon dan Palestina? Simak ulasan selengkapnya dikutip dari middleeasteye, Kamis (7/11).
Andalkan Koneksi dengan Lebanon
Terpilihnya Trump bisa jadi kabar baik bagi konflik Israel dan Lebanon. Trump dikatakan bisa menghentikan perang antara Hizbullah dan Israel.
Dalam kampanyenya pun, Trump berjanji akan segera mengakhiri perang di Lebanon dan mengakhiri penderitaan negara itu.
Arah kebijakan tersebut disinyalir berasal dari pengaruh penasihatnya yang berasal dari Lebanon, Massad Boulos, yang putranya menikah dengan putri Trump, Tiffany.
Boulos pun ikut akrif berkampanye dengan Trump di Michigan beberapa waktu lalu.
Trump dikabarkan akan mewarisi rancangan kasar gencatan senjata yang dibuat pemerintahan Biden di Lebanon.
Rencana tersebut di antaranya menambah pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon, pengerahan tentara Lebanon ke wilayah Hizbullah di selatan, dan Israel diberikan lebih banyak kebebasan untuk beroperasi di Lebanon.
Mantan pejabat senior AS di pemerintahan Trump sebelumnya mengkritik keras kebijakan itu. Menurutnya, jika hal itu terjadi maka Israel berpeluang bertindak semena-mena di Lebanon.
“Pada dasarnya, hal ini akan mengubah Lebanon menjadi Suriah.”
“Israel dapat beroperasi sesuka hati jika merasa terancam seperti yang terjadi di Suriah, namun Hizbullah tidak akan menyerahkan kekuasaan de facto atas pemerintah, seperti Bashar Assad," jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan Hizbullah kemungkinan besar tidak akan menyerah terlalu banyak pada tuntutan AS yang membatasi mobilitas dan kemampuannya mempersenjatai kembali.
“Hizbullah tidak ingin terlihat terlalu lemah karena khawatir akan mendorong lawan-lawannya di dalam negeri untuk mengambil keuntungan dari mereka,” tambahnya.
Kebijakan Jalan Menuju Palestina
Donald Trump juga dihadapkan dengan persoalan yang jauh lebih berat dari Lebanon yaitu mencari solusi bagi pertempuran di Gaza.
Pada pemerintahan Biden, AS menolak menggunakan transfer senjata karena dipengaruhi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menekan Israel di meja perundingan.
Donald Trump diprediksi tidak akan mengambil langkah yang sama seperti Biden.
Selama ini, pembahasan gencatan senjata selalu berakhir buntu. Bahkan hubungan Hamas dan Israel semakin parah.
Kelompok Palestina itu telah meminta diakhirinya perang secara permanen dengan imbalan pembebasan sandera yang mereka pegang. Sayangnya, Israel menolak sepakat untuk gencatan senjata permanen.
Israel terus bersikeras mengontrol penyeberangan di Rafah, tepatnya di perbatasan dengan Mesir.
Mereka juga bersikeras mempertahankan kontrol atas Koridor Netzarim yang membagi dua Gaza utara dan selatan.
Pada dasarnya, kemenangan Trump disambut baik oleh seluruh elemen Israel. Salah satunya kelompok sayap kanan pemerintah Israel.
Tokoh sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir, mendesak Israel untuk membuka permukiman di daerah yang terkepung.
Mereka juga dengan tegas menolak gencatan senjata dan mengancam akan menggulingkan pemerintahan Netanyahu jika dia menyetujuinya.
Namun jika Trump menyerah pada gerakan sayap kanan Israel, hal ini bisa menjadi ancaman serius bagi peluang gencatan senjata di Jalur Gaza.
Trump harus memikirkan bagaimana cara untuk menguntungkan semua pihak sekaligus manfaatnya bagi AS.
“Jika Trump pintar, dia harus bekerja sama dengan Israel untuk menciptakan jalan menuju negara Palestina. AS perlu memikirkan apa yang bermanfaat bagi kepentingan Amerika dalam jangka panjang,” tambah mantan pejabat senior AS.