Kemenperin Sebut Rokok Ilegal Bisa Semakin Merajalela, Ini Penyebabnya
Hal ini bisa menimbulkan dampak domino terhadap kinerja industri hasil tembakau (IHT).
Penyeragaman kemasan pada produk tembakau dikhawatirkan meningkatkan peredaran rokok ilegal. Direktur Industri Minuman, Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Merrijantij Punguan Pintaria, mengatakan kemasan yang tidak memiliki identitas khusus dapat memberikan ruang bagi produk ilegal untuk beredar lebih bebas, sehingga produk rokok legal semakin tergerus. Hal ini bisa menimbulkan dampak domino terhadap kinerja industri hasil tembakau (IHT).
"Penyeragaman kemasan rokok akan memberikan peluang kepada rokok ilegal lebih leluasa beredar karena kemasan akan tampak sama, sehingga akan lebih susah membedakan rokok ilegal dengan rokok legal. Hal ini akan semakin merugikan kinerja industri hasil tembakau (IHT) legal. Jika peredaran rokok ilegal terus terjadi, dikhawatirkan akan semakin menggerus kinerja IHT baik dari pendapatan perusahaan, serapan tenaga kerja sampai dengan serapan bahan baku," katanya, Senin (23/12/2024).
Sebagai informasi, untuk melaksanakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP Kesehatan), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang merumuskan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik (RPMK Tembakau). Salah satu isu yang diatur dalam rancangan ini adalah standardisasi kemasan.
Selain kekhawatiran terhadap maraknya peredaran rokok ilegal, Merri menambahkan negara juga berisiko kehilangan pendapatan dari cukai produk tembakau. Keberadaan rokok ilegal bukan hanya mengancam kelangsungan industri, tetapi juga dapat menurunkan penerimaan negara.
"Rokok ilegal telah berdampak pada turunnya produksi IHT legal, hal tersebut terlihat dari utilisasi IHT yang menurun 16,08 persen sampai dengan bulan Juli 2024. Produksi IHT juga turun pada tahun 2022 sebesar 323 miliar batang, sedangkan 2023 sebesar 318 miliar batang atau turun sekitar 1,5 persen," katanya.
Menurutnya, pendapatan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) harus terus dijaga. Pada 2023, pendapatan dari cukai tembakau mencapai Rp213 triliun, meskipun tidak memenuhi target pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2022 tentang APBN 2023, yakni sebesar Rp227,21 triliun. Pemerintah kemudian merevisi target penerimaan menjadi Rp218,7 triliun akibat penurunan kinerja penerimaan cukai.
Lebih lanjut, IHT juga melibatkan banyak pekerja yang menggantungkan hidup mereka pada sektor ini. Penurunan kinerja industri ini tentunya dapat berdampak pada daya beli masyarakat, di tengah upaya pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.
"Situasi ini akan semakin merugikan kinerja IHT legal. Adanya kebijakan penyeragaman kemasan rokok kurang tepat dilakukan pada saat ini," katanya.
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan pihaknya masih melakukan koordinasi internal terkait penyusunan aturan turunan PP Kesehatan. RPMK Tembakau merupakan salah satu aturan yang masih dalam tahap kajian dan akan disusun dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak.
"Semua masukan dari berbagai pemangku kepentingan baik dari pengusaha, industri, hingga petani, kami pertimbangkan dalam menyusun aturan ini. Tujuan aturan ini memang ingin menjaga anak. Karena bonus demografi, kita tentunya ingin masuk ke dalam negara maju dengan kualitas sumber daya manusia yang sehat," katanya.