Kisah Gus Baha Uangnya Habis buat Biaya Ibunya yang Sakit, Tak Menyesal Justru Bahagia
Gus Baha merasa sangat senang sebab uangnya habis untuk membiayai ibunya yang sakit.
Perasaan sedih dapat dirasakan oleh siapa saja tanpa memandang status sosial, apakah kaya atau miskin, serta kondisi keuangan. Kesedihan tidak mengenal batasan tersebut. Hal ini juga dirasakan oleh KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. Dalam salah satu ceramahnya, Gus Baha menceritakan tentang kesedihan yang dialami ketika ibunya sedang sakit dan perlu dirawat di rumah sakit. Meskipun hatinya berat karena kondisi ibunya, Gus Baha merasa sangat bersyukur karena uangnya digunakan untuk merawat ibunya di rumah sakit.
Senang Habiskan Uang untuk Biaya Perawatan Ibunya
Gus Baha mengungkapkan hal ini sebagai bagian dari diskusi mengenai salah satu anugerah yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya. Dia merasakan kekuatan saat merawat ibunya yang sedang sakit.
"Saya masih ingat, ini adalah cerita tentang tahadus binni'mah, dulu saya tidak terlalu kaya, saya baru menjadi kiai pada tahun 2005, dan ibu saya sering mengalami sakit," ujarnya dalam tayangan YouTube Short @Pengaosangusbaha.
Saat itu, kondisi keuangannya belum sebaik sekarang, dan popularitasnya pun belum seperti saat ini. Ia hanya memiliki uang sebesar Rp5 juta yang seluruhnya digunakan untuk biaya perawatan ibunya di rumah sakit. Sisa uangnya sangat sedikit.
"Saya memiliki uang hanya 5 juta, dan untuk membayar rumah sakit itu habis sekitar 4 juta, jadi tinggal kembali 100 ribu," tambahnya.
Meskipun begitu, dia tidak merasa menyesal sama sekali bahkan merasa sangat bahagia. Menurutnya, uang yang digunakan untuk merawat ibunya yang sakit adalah sesuatu yang sangat berharga dan penuh pahala.
"Saya bilang kepada santri yang saya minta untuk membayar, 'Nak, gunakan uang ini untuk biaya ibu saya di rumah sakit,'. Saya merasa senang uang saya habis untuk orang tua, betapa malunya saya jika uang saya habis untuk tempat-tempat yang tidak bermanfaat," katanya.
Keberkahan Besar karena Menjaga Ibu yang Sakit
Merawat orang tua, terutama ibu yang sedang sakit merupakan bentuk pengabdian seorang anak kepada orang tuanya yang telah membesarkan mereka. Selain itu, Allah SWT juga menjanjikan pahala surga bagi anak yang sabar dan tulus dalam merawat orang tua yang sakit. Rasulullah SAW pernah memberi pesan kepada Umar bin Khattab ra.,
"Akan ada Uwais bin Amir yang datang bersama rombongan dari Yaman dari kabilah Murad. Ia pernah menderita kusta tetapi telah sembuh, meninggalkan bekas sebesar dirham. Ia sangat mengurus dan melayani ibunya. Jika ia bersumpah atas nama Allah, maka sumpahnya akan diterima. Oleh karena itu, jika kamu memiliki kesempatan, mintalah Uwais untuk memohonkan ampunan untukmu!" Ketika Umar menjabat sebagai khalifah, ia selalu menanyakan tentang Uwais setiap kali ada rombongan dari Yaman. Suatu ketika, Uwais pun muncul. "Apakah kamu Uwais bin Amir?" tanya Umar. "Benar," jawab Uwais. Khalifah Umar kemudian menanyakan ciri-ciri yang telah ia dengar dari Rasulullah, dan Uwais memenuhi semua kriteria tersebut.
Umar pun meminta, "Tolong doakan ampunan untukku." Uwais dengan senang hati mendoakan khalifah tersebut. Lalu Umar bertanya lagi, "Ke mana kamu akan pergi, Uwais?" "Saya akan pergi ke Kufah, ya Amirul Mukminin," jawab Uwais. "Perlukah aku membuatkan surat untuk pejabat Kufah tentang kedatanganmu?" tanya Umar. Uwais merendah dan menjawab, "Saya lebih suka berbaur dengan masyarakat biasa, ya Amirul Mukminin." (HR. Muslim no. 4613).
Sahabat Al Uswah yang terhormat, inilah Uwais bin Amir yang lebih dikenal sebagai Uwais Al-Qarni. Ia adalah seorang tabi'in yang memiliki kedudukan tinggi, seperti yang dinyatakan Rasulullah: "Sungguh sebaik-baik Tabi'in adalah seorang laki-laki bernama Uwais. Ia memiliki seorang ibu dan bekas kusta berwarna putih. Mintalah kepadanya untuk memohonkan ampun bagi kalian" (HR. Muslim no. 2542). Uwais tinggal lama di Yaman dan tidak sempat bertemu Rasulullah hingga wafatnya. Menurut Asbagh bin Zaid, Uwais tidak dapat menemui Rasulullah di Madinah karena ia sibuk merawat ibunya.
Ulama hadis, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, menjelaskan bahwa seorang sahabat adalah mereka yang bertemu dengan Rasulullah dalam keadaan beriman dan meninggal dalam keadaan Islam. Oleh karena itu, meskipun hidup pada masa yang sama dengan Rasulullah, Uwais hanya dianggap sebagai seorang Tabi'in.