Plintat Plintut KPK soal Dugaan Gratifikasi Jet Pribadi Kaesang Pangarep, Awalnya Pede Tiba-Tiba Melempem
Perubahan sikap KPK dalam waktu dekat saat memproses laporan dugaan gratifikasi yang melibatkan putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal memanggil Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep untuk mengklarifikasi dugaan gratifikasi fasilitas pesawat jet pribadi dari Indonesia ke Amerika Serikat (AS).
Padahal, KPK sebelumnya tegas menyatakan akan memanggil putra bungsu Presiden Joko Widodo itu terkait penggunaan jet pribadi Gulfstream G650 dalam lawatannya ke AS bersama sang istri, Erina Gudono.
Kaesang dan Erina sendiri ramai jadi perbincangan usai kedapatan menggunakan jet pribadi. Sorotan masyarakat tertuju dengan harga penyewaan pesawat yang disebut mencapai angka Rp8 miliar untuk sekali perjalanan.
Keduanya kemudian diadukan ke KPK atas dugaan gratifikasi oleh Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dan Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidillah Badrun.
KPK Sempat Galak akan Panggil Kaesang
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sempat mengatakan jika KPK berhak memanggil Kaesang untuk dimintai keterangan meski ia bukan penyelenggara negara.
Menurutnya, KPK sesuai undang-undang diamanatkan untuk menindaklanjuti setiap dugaan kasus korupsi termasuk gratifikasi.
"Mengapa kami membutuhkan penjelasan dari saudara Kaesang terkait hal ini? Karena kami menduga patut diduga itu ada kaitannya dengan penyelenggara negara. Kan kita tahu orang tua dari Kaesang seperti itu (presiden)," kata Alex dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (30/8/2024).
Lebih lanjut, Alex mengatakan, jika dalam berbagai kasus penerimaan gratifikasi kerap kali mengatasnamakan orang lain dan tidak langsung menyasar penyelenggara negara untuk menerimanya. Sehingga penting bagi Kaesang agar tetap memberikan klarifikasinya.
"Kita harus pro aktif klarifikasi, toh enggak masalah juga KPK yang kemudian bisa menjelaskan. Tapi jangan sampai pertanyaan masyarakat itu menggantung, ini apa ini kejadiannya, apakah masuk gratifikasi? siapa yang memberikan fasilitas itu dan sebagainya harus clear," tegasnya.
Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango juga memiliki pendapat yang sama. Dia menegaskan bahwa sosok Kaesang tidak bisa dilihat individu secara personal belaka.
Nawawi menepis anggapan yang menyebut Kaesang tak layak dimintai klarifikasi soal dugaan gratifikasi karena bukan pejabat publik.
"Kita juga jangan hanya melihat Kaesang sebagai bukan penyelenggara negara. Kita harus melihat Kaesang kaitannya dengan penyelenggara negara gitu. Ada keluarganya atau apa," ujar Nawawi, Rabu (4/9).
"Semua publik mengetahui bahwa Kaesang adalah ... , apa? Bisa dilanjutin gitu, 'kan? Sudah dipahami. Jadi, kaitannya ke situ gitu. KPK punya kewenangan untuk menguruskan hal-hal yang seperti itu," tambahnya.
Pimpinan KPK kemudian memerintahkan Direktorat Gratifikasi dan Direktorat Pengaduan Laporan Masyarakat untuk bergerak mengirim surat klarifikasi ke Kaesang. Nawawi menyebut, jika lembaga antirasuah memiliki kewenangan akan hal tersebut.
KPK Mendadak 'Melempem'
Sempat tegas akan memanggil Kesang, KPK kini justru 'melempem' dan membatalkan agenda pemanggilan dari direktorat gratifikasi. Kewenangan kasus ini bahkan telah diserahkan ke Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK.
"Terkait isu tersebut Direktorat Gratifikasi tidak berhenti. Mereka tetap kumpulkan data-data untuk di-supply ke temen-temen Direktorat PLPM. Ini adalah lintas Direktorat. Fokusnya sekarang adalah di Direktorat PLPM," ujar Jubir KPK Tessa Mahardika Sugiarto di KPK, Rabu (4/9).
Saat ini, KPK juga meminta Kaesang untuk mengklarifikasi sendiri mengenai penggunaan jet pribadi tersebut. Tessa menyebut, perintah itu bahkan disampaikan juga oleh wakil pimpinan KPK yang sebelumnya tegas sebut akan panggil Kaesang.
"Bahwa KPK berharap saudara K ini melakukan klarifikasi sendiri itu dari awal sudah disampaikan oleh pimpinan atau Pak Alexander Marwata," ujar Tessa.
Dimintai keterangan terpisah, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan bahwa Kaesang tidak memiliki kewajiban hukum untuk melaporkan penerimaan gratifikasi.
Ghufron menambahkan jika pertimbangan penerimaan gratifikasi sifatnya adalah pelaporan dari penyelenggara negara seperti bupati dan gubernur.
"Yang Anda (wartawan) tanyakan tadi yang bersangkutan (Kaesang) bukan penyelenggara negara sehingga tidak ada kewajiban hukum untuk melaporkan," ujar Ghufron, dilansir Antara, Kamis (5/9).
"Jadi, kalau kemudian dikait-kaitkan dengan pihak-pihak yang lain, itu sekali lagi dalam prosedur KPK, di Undang-Undang KPK, sifatnya KPK itu pasif," kata Ghufron.
Banjir Kritikan
Berubahnya sikap KPK dalam menangani laporan dugaan gratifikasi terhadap Kaesang Pangarep kemudian membuahkan pertanyaan dari banyak pihak.
Sebab hal itu terjadi secara mendadak hingga meninggalkan kecurigaan. Banyak pihak lalu menilai KPK takut akan mengusut hal tersebut.
"KPK saat ini sedang gamang mengungkap penggunaan pesawat jet pribadi terkait dengan Kaesang. Seharusnya perkara ini sederhana karena sebetulnya KPK sudah benar ketika mengatakan akan mengklarifikasi kepada Kaesang terkait dengan pengguna pesawat jet pribadi," ucap mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo saat dihubungi merdeka.com, Kamis (5/9).
Yudhi juga mempertanyakan keputusan KPK yang tiba-tiba mengambil keputusan lempar tangkap antar Direktorat tersebut. Sebab pada akhirnya keputusan Komisi Antirasuah itu juga berdampak kepada masyarakat.
Eks Menkopolhukam Mahfud MD juga turut memberikan komentar terkait batalnya KPK memanggil Kaesang melalui cuitan di akun X pribadinya. Dia mencontohkan ketika penegak hukum membongkar kasus korupsi pejabat eselon III Kementerian Keuangan, Rafael Alun (RA).
"Banyak koruptor yang terlacak setelah anak atau istrinya yang bukan pejabat diperiksa. Contoh: RA, seorang pejabat Eselon III Kemkeu sekarang mendekam di penjara justru ketahuan korupsi setelah anaknya yang hedon dan flexing ditangkap. Anak RA dengan mobil mewah menganiaya seseorang," tutur Mahfud.
Menurutnya, jika tidak diklarifikasi, tak menutup kemungkinan ke depan cara ini akan dipakai dalam praktik KKN, yaitu si pemberi menyerahkan gratifikasi kepada anak atau keluarga dari pejabat.
"Kalau alasan hanya karena bukan pejabat (padahal patut diduga) lalu dianggap tak bisa diproses, maka nanti bisa setiap pejabat meminta pemberi gratifikasi untuk menyerahkan ke anak atau keluarganya. Ini sudah dinyatakan oleh KPK via Alex Marwatadan pimpinan PuKat UGM," pungkas Mahfud.
Pemanggilan terhadap Kaesang kemudian akan dilanjutkan oleh Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM) sebagai tindakan dari laporan koordinator MAKI Boyamin Saiman dan dosen UNJ Ubaidillah Badrun.