Asal Mula Outsourcing di Indonesia, Ternyata Sudah Ada Sejak Kolonial Belanda
Dalam buku Sejarah Indonesia Modern, karya M. C. Ricklefs yang diterbitkan tahun 1994, asal mula adanya outsourcing diyakini muncul pada masa kolonial Belanda.
Sebelum digitalisasi merambah ke dunia bisnis secara masif, posisi buruh kerap berada di posisi lemah.
Asal Mula Outsourcing di Indonesia, Ternyata Sudah Ada Sejak Kolonial Belanda
Khususnya ketika pemerintah menerbitkan aturan tentang outsourcing atau alih daya. Posisi buruh semakin terhimpit setelah Undang-Undang Cipta Kerja disahkan oleh DPR.
Dalam buku Sejarah Indonesia Modern, karya M. C. Ricklefs yang diterbitkan tahun 1994, asal mula adanya outsourcing diyakini muncul pada masa kolonial Belanda.
Kala itu, pemerintah kolonial selama mengeksploitasi kekayaan alam lazim menggunakan kuli dari penduduk pribumi.
Para kuli bekerja sesuai kontrak dengan pengusaha perkebunan. Akan tetapi, dalam realisasinya, sistem seperti ini tidak memperdulikan nasib para kuli. Mereka hanya diambil tenaganya saja tanpa mendapat imbalan memadai.
Sistem pengupahan seperti ini kemudian sempat hilang di usai kemerdekaan Republik Indonesia.
Hingga kemudian pada tahun sekitar 1990 beberapa perusahaan kedapatan menerapkan kembali sistem ini.
Dalam referensi lain menyebutkan, outsourcing dimulai pada tahun 1776 ketika Adam Smith filosofi ekonomi dunia mencetuskan ide bahwa perusahaan lebih efektif dan efisien, apabila salah satu unit bisnisnya diserahkan pengerjaannya kepada perusahaan lain yang memiliki kompetensi dan spesialisasi dalam proses produksi tersebut.
Ide ini kemudian dikembangkan oleh Coase. Pada tahun 1973, Coase menyatakan bahwa proses produksi suatu barang seharusnya hanya diorganisir oleh perusahaan apabila ongkos produksi lebih rendah daripada harga di pasaran. Pada tahun 1970 dan 1980 perusahaan menghadapi persaingan global dan mengalami kesulitan karena kurangnya persiapan akibat infrastruktur manajemen yang bengkak. Akibatnya, risiko usaha dalam segala hal termasuk risiko ketenagakerjaan juga meningkat. Di tahap ini kemudian dianggap awal tumbuhnya pemikiran outsourcing di dunia usaha.
Pada tahun 1990 outsourcing telah mulai berperan sebagai jasa pendukung.
Tingginya persaingan telah menuntut manajemen perusahaan melakukan perhitungan pengurangan biaya perusahaan mulai melakukan alih daya terhadap fungsi-fungsi yang penting bagi perusahaan tetapi tidak berhubungan langsung dengan bisnis inti perusahaan.
Dalam Harvard business review mengidentifikasi outsourcing sebagai salah satu ide dan praktik manajemen yang paling penting dalam 75 tahun terakhir. Sementara itu penerapan outsourcing di Indonesia semakin meluas dan telah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda oleh pelaku usaha. Dalam Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik karya Asep Ahmad Saefuloh, menulis, tidak ada regulasi untuk mengatur sistem outsourcing.Sementara urgensi mengenai outsourcing semakin meningkat usai krisis ekonomi 1998.
Krisis itu membuat banyak penduduk yang menganggur. Untuk mengatasinya dibuatlah aturan outsourcing untuk menyerap tenaga kerja.
Akhirnya pada tahun 2003, Presiden Megawati resmi menandatangani Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam beleid aturan, terdapat pengaturan sistem outsourcing secara terbatas, untuk sektor tertentu saja yang diatur oleh peraturan menteri ketenagakerjaan. Salah satunya kewajiban mendaftarkan pegawai outsourcing kepada dinas tenaga kerja.
Sejak saat itulah sistem outsourcing lazim dikenal di Indonesia. Belakangan, seiring penerapannya diketahui kalau sistem ini menguntungkan pelaku usaha dan merugikan pekerja. Dalam jurnal tersebut Asep menulis, sistem ini banyak mengandung diskriminasi, terutama soal upah. Upahnya tidak sesuai dengan jam kerja. Mereka pun tidak memiliki jaminan kerja yang pasti. Mereka rentan diberhentikan tanpa adanya pemberitahuan dan pesangon.