Bank Dunia Kritik Makan Siang Gratis, Menteri Airlangga: Mereka Belum Tahu Programnya
Kekhawatiran Bank Dunia sendiri terkait potensi melebarnya defisit APBN terhadap produk Domestik Bruto (PDB).
Makan siang gratis merupakan program unggulan pasangan capres Prabowo-Gibran yang akan masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN) tahun 2025.
Bank Dunia Kritik Makan Siang Gratis, Menteri Airlangga: Mereka Belum Tahu Programnya
Bank Dunia Kritik Makan Siang Gratis, Menteri Airlangga: Mereka Belum Tahu Programnya
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merespons kekhawatiran Bank Dunia (World Bank) terkait program makan siang gratis senilai Rp15.000 per anak.
Diketahui, makan siang gratis merupakan program unggulan pasangan capres Prabowo-Gibran yang akan masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN) tahun 2025.
Airlangga menilai, kekhawatiran Bank Dunia tersebut lantaran belum mengetahui secara detail program makan siang yang di usung pasangan Prabowo dan Gibran.
Kekhawatiran Bank Dunia sendiri terkait potensi melebarnya defisit APBN terhadap produk Domestik Bruto (PDB) akibat pembiayaan untuk program makan siang gratis tersebut.
"Kan Bank Dunia belum tau programnya apa," kata Airlangga kepada awak media di Kementerian Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (29/2).
Airlangga menekankan, pemerintah terus berupaya menjaga defisit APBN di bawah 3 persen pada 2025 mendatang. Pemerintah memproyeksikan defisit APBN berada di kisaran 2,4 sampai 2,8 persen pada tahun depan.
"Kita bicara mengenai defisit apbn di proyeksi 2025 kan antara 2,4 persen sampai 2,8 persen," tegasnya.
Sebelumnya, Bank Dunia menyoroti program makan siang gratis milik Prabowo-Gibran. Kepala Perwakilan Bank Dunia (World Bank) untuk Indonesia & Timor Leste, Satu Kahkonen menyebut jika program tersebut memerlukan perencanaan yang lebih matang lagi.
Kahkonen juga mengingatkan agar pemerintah Indonesia mewaspadai batas defisit anggaran fiskal dari APBN jika program tersebut dilaksanakan.
Menurutnya, jangan sampai defisit fiskal melebihi dari ketentuan Undang-Undang yang telah ditentukan yakni sebesar 3 persen dari produk Domestik Bruto (PDB).